5E Cara Praktis Untuk Pendidikan STEAM yang Menyenangkan!

5E Cara Praktis Untuk Pendidikan STEAM yang Menyenangkan!

Photo by harishs on Pixabay

Pasti kita menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak kita, dan pendidikan lah sarana terbaik untuk itu. Dari tingkat individu kita bisa lihat bahwa banyak data yang menunjukkan tingkat pendidikan berdampak baik kepada kesehatan dan kebahagiaan (Michalos, 2017).

Apalagi pendidikan STEM, jika kita buka berita tentang sains dan teknologi banyak sekali berita tentang lowongan pekerjaan di bidang STEM makin meningkat, gajinya juga lho, haha!

Selain itu jika kita memikirkan peran STEM untuk masyarakat luas, seperti yang kita tunjukan di artikel sebelumnya STEM memiliki peran yang sangat besar dalam kesejahteraan kita secara menyeluruh.

Contohnya negara-negara yang memiliki lulusan STEM yang tinggi juga merasakan pertumbuhan ekonomi yang pesat (Croak, 2018).

Jadi jelas kan pentingnya pendidikan STEM.

Sayangnya banyak juga yang menunjukkan bahwa calon mahasiswa kita masih banyak yang kurang minat dengan bidang STEM, pelajaran-pelajaran seperti matematika dan fisika masih termasuk salah satu yang paling dibenci oleh siswa-siswi kita.

Karena itu lah sangat penting menghadirkan pembelajaran STEM yang menyenangkan sejak dini.

Jika siswa-siswi kita sudah merasakan asyiknya belajar STEM kami yakin makin mungkin juga mereka memiliki jurusan dan berkarir di bidang STEM.

Memang, cara mudah membuat pembelajaran STEM menjadi menyenangkan adalah menggunakan games.

Tapi STEM proyek based learning juga bisa sangat menyenangkan jika kita berikan elemen-elemen game lho, nah berikut adalah 5E belajar STEAM seasik bermain!

Oh iya kita juga tambahkan “Art“ di STEM untuk memberi penekanan bahwa pendidikan STEM juga sebaiknya meliputi keterampilan sosial yang tidak kalah penting.

Sekarang kita coba beri contoh 5E yang praktis.

Encourage

Kita beri tantangan untuk membuat mobil-mobilan dari bahan bekas yang ada disekitar, seperti botol plastik, kardus, atau pun sampah organik. Di tantangan ini mobil-mobilan yang sudah jadi akan dilombakan dengan menurunkannya di sebuah bidang miring dan kita akan melihat karya siapa yang bisa melaju terjauh dan terlurus.

Batasanya tidak boleh membeli bahan baru yang khusus hanya boleh mencari sebebasnya di sekitar sekolah/rumah dan diberikan jangka waktu berberapa hari untuk mengumpulkan semua bahannya.

Explore

Kita beri beberapa contoh mobil-mobilan yang dirancang dari bahan daur ulang dan beri juga saran bahan-bahan apa saja yang bermanfaat. Lalu kita berikan waktu yang pantas agar mereka bisa menyelesaikan mobil-mobilannya.

Experiment

Lalu kita sediakan bidang miring, kita bisa mencari sebuah lereng jika ada, atau kita rancang sendiri dari bahan bekas juga. Di sini lah karya mereka akan diuji, mobil siapa yang jika diturunkan dari bidang miring ini akan maju paling jauh dan paling lurus.

Express

Setelah selesai kita bisa ajak siswa untuk mencatat jarak yang ditempuh setiap mobil yang paling jauh akan memenangkan juara mobil paling efisien, dan mengestimasi berapa derajat mobil itu melenceng, yang sudutnya paling kecil akan memenangkan juara mobil paling akurat.

Mereka kita ajak untuk bikin catatan tentang hal apa saja yang mereka sukai dari eksperimen ini, dan hal apa saja yang mereka pelajari. Seperti misalnya makin berat mobilnya makin jauh pula meluncur karena gaya gravitasi, energi potensi yang lebih tinggi, dan makin mulus rodanya juga makin jauh karena daya friksi yang lebih rendah.

Evaluate

Setiap siswa diberi kesempatan untuk mencatat hal apa saja yang sudah baik dari rancangan mereka, dan kira-kira hal apa saja yang bisa diperbaiki agar meluncurnya lebih jauh atau lebih lurus. Mereka juga bisa menuliskan komitmen langkah-langkah yang akan mereka lakukan agar mobilnya lebih baik lagi.

Nah seperti itu lah pembelajaran STEAM yang sederhana dan juga menyenangkan. Tentu masih banyak ide lain, seperti lomba membuat pesawat kertas, perahu kertas dan lainnya. Semoga bermanfaat dan ayo bersama tingkatkan kualitas pendidikan Indonesia!

 

Sumber:

 

Croak, M. (2018). The effects of STEM education on economic growth.

Michalos, A. C. (2017). Education, happiness and wellbeing. In Connecting the quality of life theory to health, well-being and education (pp. 277-299). Springer, Cham.

Mengapa Permainan Adalah Kunci untuk Pembelajaran yang Efektif: Prinsip-Prinsip Playful Learning

Mengapa Permainan Adalah Kunci untuk Pembelajaran yang Efektif: Prinsip-Prinsip Playful Learning

Illustration by BlueWillow

Sekelompok peneliti dari Project Zero, Harvard Graduate School of Education merilis buku berjudul “A Pedagogy of Play” yang mengumpulkan penelitian tentang bermain dan belajar, wawasan dari para pendidik, peneliti dari seluruh dunia, dan riset langsung dengan berkolaborasi bersama sekolah-sekolah dan guru-guru dari Denmark, Afrika Selatan, Kolombia, dan A.S.

Buku ini menggambarkan bagaimana permainan dapat membantu anak-anak belajar dengan cara yang menyenangkan dan efektif. Selain itu, buku ini memberikan sumber daya dan program untuk membantu guru mengintegrasikan permainan ke dalam pengajaran mereka.

Dalam artikel ini kita akan membahas 6 prinsip Playful Learning yang dihasilkan dari riset mereka. Prinsip-prinsip ini menjelaskan mengapa pendidikan yang melibatkan permainan dapat membantu anak-anak belajar dengan cara yang lebih efektif dan menyenangkan, serta membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kognitif yang diperlukan untuk sukses di sekolah dan kehidupan.

  1. Permainan mendukung pembelajaran 

Ketika orang bermain, mereka terlibat, rileks, dan merasa tertantang – keadaan pikiran yang sangat mendukung pembelajaran. Melalui permainan, anak-anak dan orang dewasa mencoba ide-ide baru, menguji teori-teori, bereksperimen dengan sistem simbolik, memahami hubungan sosial dengan lebih baik, mengambil risiko, dan membayangkan kembali dunia nyata.

  1. Playful Learning di sekolah melibatkan permainan dengan tujuan 

Meskipun bermain seringkali melibatkan kebebasan yang tinggi, dalam konteks pendidikan, permainan harus memiliki tujuan pembelajaran yang jelas. Permainan yang dirancang dengan baik dapat membantu anak-anak mencapai tujuan pembelajaran tertentu seperti memahami dan membuat teks informatif, berpikir kritis dan kreatif, serta mengembangkan keterampilan sosial dan emosional.

  1. Paradoks antara permainan dan sekolah

Paradoks terjadi ketika dua ide yang logis dan masuk akal digabungkan, tampak bertentangan atau bahkan absurd. Dalam konteks pendidikan, paradoks terjadi ketika permainan dianggap sebagai sesuatu yang tidak serius atau tidak penting dalam pembelajaran formal yang penting banget di sekolah. Permainan sebenarnya dapat membantu anak-anak belajar dengan cara yang lebih efektif dan menyenangkan.

Untuk menavigasi paradoks ini, pendidik dapat mencoba untuk mengintegrasikan permainan dan pembelajaran bermain ke dalam kurikulum mereka dengan cara yang relevan dan bermakna. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang permainan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar konsep akademik secara interaktif dan menyenangkan.

  1. Playful Learning bersifat universal namun dibentuk oleh budaya 

Orang di seluruh dunia bermain dan dapat belajar dari permainan mereka. Mereka bermain di kota dan di pedesaan. Bahkan dalam situasi yang sulit dan susah, orang tetap bermain. Namun, bermain dengan siapa, bagaimana mereka bermain, di mana dan kapan mereka bermain, dan pada usia berapa mereka harus berhenti bermain (jika ada!) ditentukan oleh budaya. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk memahami konteks budaya anak-anak ketika merancang permainan pembelajaran.

  1. Playful Mindset merupakan hal yang sentral dalam pembelajaran bermain 

Playful Mindset mencakup sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang mendorong seseorang untuk bermain dan belajar. Playful Mindset mencakup keberanian untuk mengambil risiko, kreativitas dalam menyelesaikan masalah, kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, dan kemampuan untuk mempertahankan ketertarikan pada tugas yang sulit. Playful Mindset sangat penting dalam Playful Learning karena dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kognitif yang diperlukan untuk sukses di sekolah dan kehidupan. Oleh karena itu, pendidik harus memperhatikan mindset anak-anak ketika merancang permainan pembelajaran agar dapat memfasilitasi pengembangan keterampilan tersebut.

  1. Budaya sekolah yang mendukung memungkinkan Playful Learning berkembang

Budaya sekolah yang mendukung Playful Learning memahami pentingnya bermain, memberi dukungan untuk pengembangan keterampilan sosial dan emosional melalui permainan, dan penggunaan permainan sebagai alat untuk mengajarkan konsep akademik. Jadi sekolah, bukan hanya guru memiliki peran yang sangat penting agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Sebagai guru di Indonesia, teman-teman dapat mengintegrasikan permainan dan pembelajaran bermain ke dalam kurikulum teman-teman. Teman-teman juga dapat menciptakan lingkungan kelas yang mendukung permainan dan pembelajaran bermain dengan memberikan dukungan untuk pengembangan keterampilan sosial dan emosional melalui permainan serta menggunakan permainan sebagai alat untuk mengajarkan konsep akademik. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dari buku ini, teman-teman dapat membantu anak-anak belajar dengan cara yang lebih efektif dan menyenangkan.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Playful Learning, teman-teman dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih sesuai dengan “how humans learn”. Tentu tidak semua prinsip cocok untuk teman-teman, karena itu kita bisa mempelajari prinsip-prinsip ini, dan mengembangkan Playful Learning yang lebih sesuai dengan kebutuhan mengajar teman-teman

Tiga Pendekatan Pendidikan Karakter Yang Efektif!

Tiga Pendekatan Pendidikan Karakter Yang Efektif!

Image by Tumisu from Pixabay

Kita semua tau betapa pentingnya pendidikan karakter, dan sepertinya sepanjang sejarah pendidikan, karakter merupakan salah satu hal yang sangat dipedulikan.

Seperti Etika Nicomachean karya Aristoteles yang ditulis sekitar 350 SM, dianggap sebagai salah satu karya paling awal dan paling berpengaruh tentang pendidikan karakter.

Dalam buku ini, Aristoteles mengeksplorasi konsep eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai “kebahagiaan” atau “berkembang”, dan berpendapat bahwa tujuan akhir kehidupan manusia adalah untuk mencapai keadaan ini.

Untuk mencapai eudaimonia, Aristoteles percaya bahwa seseorang harus memupuk kebajikan, yaitu sifat atau kebiasaan karakter positif yang memungkinkan individu untuk bertindak dengan cara yang diinginkan secara moral dan sosial.

Jelas sejak zaman Aristoteles pendidikan karakter terus berubah, dan berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan manusia mengenai perkembangan karakter.

Dengan pengetahuan kita yang sudah berkembang ini, kita bisa mengkategorikan tiga pendekatan pendidikan karakter yang memiliki landasan teori, dan hasil yang baik (Heidar et al., 2016).

Ketiga pendekatan ini lah yang sepertinya layak untuk direplikasi, dan terus dikembangkan oleh para pendidik yang peduli dengan pendidikan karakter.

Pendekatan Tradisional

Yaitu menciptakan kebiasaan baik dengan pengulangan dan latihan melalui pembelajaran formal dan langsung. Dalam hal ini, tanggung jawab sekolah adalah menentukan tujuan moral, model yang tepat, dan mendorong ciri dan nilai tersebut. Tindakan ini akan meningkatkan pengetahuan siswa-siswi mengenai nilai-nilai yang baik.

Pendekatan Cognitive-developmental

Berbeda dengan pendekatan tradisional yang “berorientasi subjek”, pendekatan ini “berorientasi pada proses”. Dalam pendekatan ini, daripada penekanan langsung pada masalah moral, sekolah berfokus pada pemikiran kritis, pemecahan masalah dan metode kognitif lainnya dalam menghadapi masalah sosial.

Pendekatan Socio-emotional

Pendidikan ini didasarkan pada asumsi bahwa belajar adalah proses sosial dan terkait dengan emosi siswa melalui interaksi dengan oleh guru, orang tua, teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Pembelajaran sosial-emosional mencakup upaya pendidik untuk memajukan pendidikan sains, emosional, dan sosial.
Tujuan utama pembelajaran sosial-emosional siswa meliputi:
1) kesadaran diri
2) tanggung jawab untuk pengambilan keputusan
3) keterampilan komunikasi
4) manajemen diri
5) kesadaran sosial

Tentu kita tidak perlu hanya menggunakan satu pendekatan saja, karena setiap pendekatan memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing.

Lebih baik lagi jika kita bisa mengkombinasikan antara pendekatan-pendekatan ini dan merancang proses belajar yang lebih sesuai dengan peserta didik kita.

Nah kita juga bisa lihat dari pendekatan cognitive-developmental and socio-emotional bahwa banyak konsep-konsep dibaliknya seperti mengutamakan pemikiran kritis, keterampilan komunikasi, keterampilan komunikasi bahwa Game-based learning sangat cocok.

Game-based learning mampu merancang proses pembelajaran yang berbasis pengalaman dimana peserta didik bisa kita ajak melatih keterampilan-keterampilan yang menjadi tujuan utama pendekatan cognitive-developmental dan socio-emotional.

Nah di artikel selanjutnya kita coba bahas lebih detail mengenai ini, mohon ditunggu ya!

Sumber:
Heidari, Mohammad & Nowrozi, Reza Ali & Ahmadpoor, Parvaneh. (2016). Recognition and Applying Character Education Approaches in Schools. Review of European Studies. 8. 125. 10.5539/res.v8n3p125.

Mengapa belajar harus menyenangkan? Karena jauh lebih optimal!

Mengapa belajar harus menyenangkan? Karena jauh lebih optimal!

Photo by Robert Collins on Unsplash

Sebagai pendidik, khususnya Guru yang mengajar dalam sistem pendidikan formal. Pasti waktu dan tenaga menjadi sesuatu yang sangat berharga, karena banyaknya tugas dan tanggung jawab.

Sementara merancang dan melaksanakan proses belajar yang menyenangkan itu jauh lebih repot, memakan lebih banyak waktu dan tenaga dibanding misalnya membacakan topik pembelajaran kepada Siswa-siswi di kelas.

Tapi tenang aja Guru-guru usaha teman-teman tidak akan sia-sia. Ternyata hal yang sangat sederhana “bahagia saat belajar” memberi manfaat sungguh luar biasa, berikut adalah ringkasan singkat yang menjelaskan 3 manfaat utama:

Karena senang kita mau belajar

Hal utama yang membuat belajar menjadi optimal adalah kondisi afek kita saat belajar. Jika kita memang mau belajar tentu pembelajaran akan jauh lebih efektif dibanding belajar dengan rasa berat hati, terpaksa, atau disuruh.

Emosi yang baik memungkingkan pembelajar untuk mencari kesempatan baru, bahkan mencoba lingkungan pembelajaran yang tidak nyaman, dan mengambil resiko. Sedangkan rasa takut melumpuhkan dan menutup siswa dari apa yang mungkin merupakan pengalaman belajar yang baik  (Meyer, 2004).

Proses pembelajaran menjadi lebih efektif

Banyak peneliti yang membanggakan “state of flow” di mana proses belajar seperti pembentukan ilmu dan keterampilan baru terjadi tanpa kesulitan. State of flow ini sulit dideskripsikan namun setiap orang pasti pernah merasakan.

Perasan ini terjadi saat kita benar-benar fokus melakukan sesuatu sehingga seakan-akan perasaan waktu hilang (tiba-tiba udah jam segini aja), ditambah dengan perasaan puas dan senang yang luar biasa.

Melakukan aktivitas yang menarik itu lah yang membantu kita masuk ke dalam “state of flow” ini (Brom et al., 2014).

Mendorong proses pembelajaran meskipun dalam kondisi tidak menyenangkan

Hal yang harus kita ingat adalah ilmu pengetahuan pada dasarnya menarik dan menyenangkan untuk dipelajari. Ini kita ketahui karena ilmuan-ilmuan yang menemukan dan membentuk ilmu-ilmu ini melakukan semuanya karena mereka memang tertarik kepada topik itu. Tidak pernah kita mendengar cerita ilmuan yang tidak menikmati proses penelitiannya dan hanya melakukannya karena terpaksa (kecuali dalam kondisi perang di mana ada pihak otoriter yang memaksa mereka). 

Hal ini, pemikiran bahwa ilmu pengetahuan itu menarik bisa ditumbuhkan kepada Anak-anak kita jika kita bersama mereka mempelajarinya dengan rasa senang dan ingin tahu yang tinggi. Penelitian telah membuktikan bahwa ketertarikan pelajar pada sebuah bidang studi terbentuk setelah mereka memainkan games yang berlandasan topik itu (Miller et al. 2011).

Saat mereka sudah menyadari bahwa yang mereka pelajari menarik, Guru tidak lagi perlu repot-repot merancang pembelajaran yang menyenangkan, karena Anak-anak sudah akan mempelajarinya dengan rasa senang dan ingin tahu yang tinggi.

Sumber: 

Brom, C., Buchtova, M., Sisler, V., D echterenko, F., Palme, R., & Glenk, L. M. (2014). Flow, social—Interaction anxiety and salivary cortisol responses in serious games: A quasi-experimental study. Computers & Education,

Meyer, Katrina. (2004). How Recent Brain Research Can Inform the Design of Online Learning. Journal of Educators Online. 1. 10.9743/JEO.2004.1.1.

Miller, L. M., Chang, C. I., Wang, S., Beier, M. E., & Klisch, Y. (2011). Learning and motivational impacts of a multimedia science game. Computers & Education, 57, 1425–1433.

Merdeka Belajar Menurut Filosofi Ki Hajar Dewantara

Merdeka Belajar Menurut Filosofi Ki Hajar Dewantara

Merdeka Belajar yang baru-baru ini kita dengar bukan lah konsep yang baru. Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara pernah mencetuskan fiolosofi pendidikan yang menginspirasi Merdeka Belajar yaitu sistem among. Sistem among merupakan sebuah cara mendidik yang mencakup 3 prinsip yakni momong, among dan ngemong.

Momong dalam bahasa jawa berarti suatu hasrat dalam merawat dengan tulus dan penuh kasih sayang. Among sendiri dalam bahasa jawa juga berarti memberikan contoh tentang baik buruk tanpa harus menggunakan paksaan kepada anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dalam suasana batin yang merdeka. Sedangkan makna kata ngemong dalam bahasa jawa berarti proses untuk mengamati, merawat,dan menjaga agar anak mampu mengembangkan dirinya, bertanggung jawab dan disiplin berdasarkan nilai-nilai yang berlaku (Raharjo, 2012)

Di sini kita lihat bahwa Ki Hajar Dewantara sangat mengedepankan belajar yang merdeka, yang didalamnya tidak ada pemaksaan. Kita sendiri tau ya, saat kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang kita tidak inginkan, pasti upaya kita sangat minimal dan hasil pun tidak akan baik.

Bukti psikologis pun menunjukan manusia tidak bisa belajar dengan baik jika kondisi emosional juga tidak dalam keadaan yang baik. Bahkan dengan kondisi emosional yang baik ini, kita menjadi lebih kreatif, kita lebih fleksibel dalam pemecahan masalah, dan lebih efisien dan cermat dalam mengambil keputusan (Richard et al., 2004).

Hal ini juga mengapa kita yakin Game Based Learning sangat penting untuk pendidikan kita. Karena esensi bermain, adalah melakukan aktivitas tanpa paksaan dan dengan Game Based Learning kita bisa menggunakan aktivitas bermain sebagai cara anak-anak bereksperimen dengan materi pelajaran.

Sistem among ini juga menunjukan bahwa memberi kemerdekaan adalah memberi kemerdekaan bagi anak-anak untuk tumbuh kembang sesuai kodrat hidupnya. Ki Hajar Dewantara memahami kodrat hidup ini sebagai kemampuan, atau potensi yang dimiliki oleh anak sebagai anugerah dari Tuhan (Noventari, 2020). 

Pendidikan tidak dapat memaksa dan ikut menentukan secara mutlak kodrat yang dimiliki oleh setiap anak. Pendidikan baru akan turut campur tangan pabila anak memerlukan bimbingan dan tuntunan agar anak tidak menyimpang dari garis dasarnya (Rifa’i 2011).

Maka dari itu sangat penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami kodrat setiap anak-anaknya. Karena sering kali kita sebagai orang yang lebih tua memiliki pemikiran hal-hal apa yang paling baik untuk anak atau siswa-siswi kita. Dari pemikiran ini pun kita memaksakan banyak hal agar mereka bisa mencapai hal-hal yang menurut kita baik ini, padahal, belum tentu ini sesuai kodrat anak itu.

Sistem among ini lah yang terlihat dalam taman siswa Ki Hajar Dewantara dimana setiap anak yang berada di dalamnya merasa bahagia dan gembiran untuk menembangkan kemampuan dirinya (Noventari, 2020).

 

Sumber:

Noventari, W. (2020). Konsepsi Merdeka Belajar Dalam Sistem Among Menurut Pandangan Ki Hajar Dewantara. PKn Progresif: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Kewarganegaraan, 15(1), 83-91.

Picard, R. W., Papert, S., Bender, W., Blumberg, B., Breazeal, C., Cavallo, D., … & Strohecker, C. (2004). Affective learning—a manifesto. BT technology journal, 22(4), 253-269.

Rahardjo, S. (2012). Ki Hajar Dewantara: Biografi Singkat 1889-1959. Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia.

Rifa’i, M. (2011).Sejarah Pendidikan Nasional: Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.

Belajar STEM Harus Aktif dan Menyenangkan!

Belajar STEM Harus Aktif dan Menyenangkan!

Photo by Monstera from Pexels

Makin banyak penelitian tentang bagaimana cara manusia belajar makin tumbuh juga kesempakatan antar para peneliti bahwa manusia akan belajar dengan sangat baik jika mereka aktif, tidak terganggu (engaged), saat materi pembelajaran saling berhubung dan bermakna, interaktif secara sosial, dan yang tidak kalah penting, menyenangkan (Zosh et al., 2018).

Sayangnya pembelajaran aktif dan menyenangkan seperti ini tetap menjadi minoritas di dunia pendidikan kita, dan bahkan masih banyak advokat playful learning di negara-negara maju, ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan secara global pun masih lambat untuk mengadopsi metode playful learning. Ini sangat disayangkan karena bukti bahwa belajar secara aktif lebih efektif itu sudah banyak dan konklusif, khususnya dibidang science, technology, engeneering, dan math (STEM) (Freeman et al., 2014).

Salah satu alasan mengapa fenomena ini terjadi adalah persepsi dari pengajar, dan bahkan para pelajar sendiri marasa mereka belajar lebih banyak dengan metode ceramah saat belajar mengenai STEM. Sebuah penelitian menunjukkan pelajar memang memiliki bias terhadap pembelajaran aktif.

Dalam penelitian ini mereka mendapatkan 149 mahasiswa jurusan fisika di universitas  Harvard dan 2 dosen (A dan B) untuk berpartisipasi. Para peserta mahasiswa dibagi kedalam 2 kelas ini di hari pertama mereka mempelajari keseimbangan statis di kelas A mereka menggunakan metode aktif learning, dan kelas B menggunakan metode ceramah tradisional. Hari kedua mereka mempelajari mengenai cairan, kali ini kelas B yang menggunakan metode aktif, dan kelas A menggunakan ceramah tradisional.

Dalam metode ceramah para dosen hanya memberikan presetnasi menggunakan powerpoint, dan demonstrasi konsep sederhana. Saat menggunakan metode aktif para peserta diekolmpokan dan diberikan eksperimentasi di mana mereka mencoba menyelesaikan sebuah probelm. Hal utama yang memebedakan 2 metode ini adalah yang pasif mereka diberikan solusi dari problem secara langsung dalam kelas aktif mereka diberikan sebuah problem dan berkesperimentasi untuk mencari sendiri solusi dari problem tersebut.

Setelah selesai berpartisipasi para peserta mahasiswa diberikan 2 survei yang berbeda, yang 1 adalah sebuah tes pilihan ganda yang menguji pemahaman mereka, dan 1 lagi tentang persepsi mereka mengenai seberapa banyak yang mereka sudah pelajari dari 2 metode pembelajaran yang berbeda.

Hasilnya nih yang menarik, para peserta yang mengikuti metode aktif secara rata-rata mendapatkan nilai sekitar 10% lebih tinggi, tetapi dalam kelas yang pasi, mereka menganggap dosen lebih efektif berkomunikasi dalam kelas ceramah, dan mereka mereasa belajar lebih banyak dari kelas ini juga.

Nah kok bisa ya, mengapa persepsi para peserta bisa sangat melenceng dari kenyataannya?

Ada 3 hal yang dianggap mengakibatkan ini
Tingkat kemahiran dari dosen dalam menyampaikan materi membuat para mahasiswa menganggap mereka belajar jauh lebih banyak dari yang kenyataannya mereka pahami.
Metakognisi para mahasiswa belum cukup bak untuk menilai kemampuan diri mereka sendiri
Mahasiwa yang tidak teribasa dalam pembelajaran aktif merasa tantangan kognitif yang terjadi saat belajra dengan aktif sebagai sebuah hal negatif, bukan sebuah tanda bahwa pembelajaran yang baik sedang terjadi.

Jadi bagi para pendidik, guru, dosen, atau pun orang tau jangan kahawatir dengan presespsi, atau anggapan bahwa belajar dengan aktif seperti ini tidak efektif, yang harus kita lakukan adalah mencoba dan melihat sendiri hasilnya.

Nah untuk cara pembelajaran STEAM yang menyenangkan dan katif kita memberikan sebuah cara yang disingkat sebagai 5E, untuk mempelajarinya lebih lanjut bisa langsung ke artikel kita.

Sumber:

Deslauriers, L., McCarty, L. S., Miller, K., Callaghan, K., & Kestin, G. (2019). Measuring actual learning versus feeling of learning in response to being actively engaged in the classroom. Proceedings of the National Academy of Sciences, 116(39), 19251-19257.

Freeman et al., Active learning increases student performance in science, engineering, and mathematics. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 111, 8410–8415 (2014).

J. M. Zosh et al., Front. Psychol. 9, 1124 (2018).

5E Untuk Pendidikan STEAM yang Menyenangkan!

5E Untuk Pendidikan STEAM yang Menyenangkan!

Photo by harishs on Pixabay

Pasti kita menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk anak-anak kita, dan pendidikan lah sarana terbaik untuk itu. Dari tingkat individu kita bisa lihat bahwa banyak data yang menunjukkan tingkat pendidikan berdampak baik kepada kesehatan dan kebahagiaan (Michalos, 2017). Apalagi pendidikan STEM, jika kita buka berita tentang sains dan teknologi banyak sekali berita tentang lowongan pekerjaan di bidang STEM makin meningkat, gajinya juga lho, haha!

Selain itu jika kita memikirkan peran STEM untuk masyarakat luas, seperti yang kita tunjukan di artikel sebelumnya STEM memiliki peran yang sangat besar dalam kesejahteraan kita secara menyeluruh. Contohnya negara-negara yang memiliki lulusan STEM yang tinggi juga merasakan pertumbuhan ekonomi yang pesat (Croak, 2018).

Jadi jelas kan pentingnya pendidikan STEM. Sayangnya banyak juga yang menunjukkan bahwa calon mahasiswa kita masih banyak yang kurang minat dengan bidang STEM, pelajaran-pelajaran seperti matematika dan fisika masih termasuk salah satu yang paling dibenci oleh siswa-siswi kita.

Karena itu lah sangat penting menghadirkan pembelajaran STEM yang menyenangkan sejak dini. Jika siswa-siswi kita sudah merasakan asyiknya belajar STEM kami yakin makin mungkin juga mereka memiliki jurusan dan berkarir di bidang STEM.

Memang, cara mudah membuat pembelajaran STEM menjadi menyenangkan adalah menggunakan games. Tapi STEM proyek based learning juga bisa sangat menyenangkan jika kita berikan elemen-elemen game lho, nah berikut adalah 5E belajar STEAM seasik bermain! Oh iya kita juga tambahkan “Art“ di STEM untuk memberi penekanan bahwa pendidikan STEM juga sebaiknya meliputi keterampilan sosial yang tidak kalah penting.

Sekarang kita coba beri contoh 5E yang praktis.

Encourage

Kita beri tantangan untuk membuat mobil-mobilan dari bahan bekas yang ada disekitar, seperti botol plastik, kardus, atau pun sampah organik. Di tantangan ini mobil-mobilan yang sudah jadi akan dilombakan dengan menurunkannya di sebuah bidang miring dan kita akan melihat karya siapa yang bisa melaju terjauh dan terlurus.

Batasanya tidak boleh membeli bahan baru yang khusus hanya boleh mencari sebebasnya di sekitar sekolah/rumah dan diberikan jangka waktu berberapa hari untuk mengumpulkan semua bahannya.

Explore

Kita beri beberapa contoh mobil-mobilan yang dirancang dari bahan daur ulang dan beri juga saran bahan-bahan apa saja yang bermanfaat. Lalu kita berikan waktu yang pantas agar mereka bisa menyelesaikan mobil-mobilannya.

Experiment

Lalu kita sediakan bidang miring, kita bisa mencari sebuah lereng jika ada, atau kita rancang sendiri dari bahan bekas juga. Di sini lah karya mereka akan diuji, mobil siapa yang jika diturunkan dari bidang miring ini akan maju paling jauh dan paling lurus.

Express

Setelah selesai kita bisa ajak siswa untuk mencatat jarak yang ditempuh setiap mobil yang paling jauh akan memenangkan juara mobil paling efisien, dan mengestimasi berapa derajat mobil itu melenceng, yang sudutnya paling kecil akan memenangkan juara mobil paling akurat.

Mereka kita ajak untuk bikin catatan tentang hal apa saja yang mereka sukai dari eksperimen ini, dan hal apa saja yang mereka pelajari. Seperti misalnya makin berat mobilnya makin jauh pula meluncur karena gaya gravitasi, energi potensi yang lebih tinggi, dan makin mulus rodanya juga makin jauh karena daya friksi yang lebih rendah.

Evaluate

Setiap siswa diberi kesempatan untuk mencatat hal apa saja yang sudah baik dari rancangan mereka, dan kira-kira hal apa saja yang bisa diperbaiki agar meluncurnya lebih jauh atau lebih lurus. Mereka juga bisa menuliskan komitmen langkah-langkah yang akan mereka lakukan agar mobilnya lebih baik lagi.

Nah seperti itu lah pembelajaran STEAM yang sederhana dan juga menyenangkan. Tentu masih banyak ide lain, seperti lomba membuat pesawat kertas, perahu kertas dan lainnya. Semoga bermanfaat dan ayo bersama tingkatkan kualitas pendidikan Indonesia!

 

Sumber:

 

Croak, M. (2018). The effects of STEM education on economic growth.

Michalos, A. C. (2017). Education, happiness and wellbeing. In Connecting the quality of life theory to health, well-being and education (pp. 277-299). Springer, Cham.

Avengers Assemble! Contoh Gamifikasi Sederhana Yang Seru!

Avengers Assemble! Contoh Gamifikasi Sederhana Yang Seru!

Image by Pixabay

Untuk membuat proses pembelajaran lebih efektif ada dua hal yang bisa kita perhatikan, yaitu seberapa mudah kita bisa membuat topik pembelajaran untuk dipahami dan seberapa menyenangkannya proses pembelajaran itu sendiri (Bayat et al., 2014). Menurut kami 2 hail ini pantas untuk kita beri fokus karena relatif mudah untuk dicapai.

Mungkin ini juga mengapa Playful Learning menjadi pendekatan pembelajaran yang semakin populer. Playful Learning sendiri cukup luas karena memang banyak sekali cara membuat belajar menjadi menyenangkan, di artikel ini kita coba bahas salah satu cara yang paling tenar, yaitu gamification.

Beda dari Game Based Learning yang menggunakan games untuk proses pembelajaran, dengan gamification kita merancang proses pembelajaran agar seperti game dan untuk itu cara utamanya adalah kita menaruh elemen-elemen game ke dalam proses pembelajaran.

Berikut adalah 4 elemen utama game yang dengan mudah bisa diterapkan dalam proses pembelajaran

Nah untuk menjelaskannya penggunaannya dengan mudah kami akan beri contoh saja. Setiap elemen hanya contoh dan sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang lagi disukai siswa-siswi.

Schell’s
gamification framework

Story:

Untuk elemen pertama ini kita coba namakan game ini Avengers Assemble, yang ceritanya siswa-siswi akan berperan sebagai agen SHIELD yang harus mengumpulkan hero-hero Avengers yang terpisah-pisah. Setiap hero akan berada di markas yang berbeda-beda yang memiliki tantangan juga berbeda-beda untuk mendapatkan mereka. Saat mereka sudah mengunjungi 8 markas yang berbeda ini mereka akan melawan bos akhir bersama hero-hero yang telah dikumpulkan

Dynamic:

Untuk menghadirkan elemen ini kita bisa menanyakan pengalaman menyenangkan apa saja yang kita ingin hadirkan dalam proses pembelajaran ini?

Dalam contoh game ini kita coba hadirkan pengalaman petualangan dan eksplorasi dimana siswa-siswi mencari markas-markas sekolah/kelas virtual dan mengumpulkan super hero. Kita coba hadirkan sedikit kompetisi, dimana siapa pun yang berhasil mengumpulkan hero paling banyak mendapatkan nilai ekstra. Kita juga bisa hadirkan kolaborasi dengan memberi sarat beberapa markas harus diselesaikan secara kelompok minimal 3 orang.

Untuk inspirasi pengalaman menyenangkan lain kita bisa melihat referensi Playful Experience Framework (Arraviouri et al.,2011). Seperti fantasy, relaxed, completion, captivation, control, dan masih banyak lagi.

Mechanic:

Game ini bisa dimainkan online maupun offline. Jika pembelajaran sudah offline kita bisa menyebarkan 8 markas yang berupa link atau QR google form sekeliling sekolah saat memainkanya via online kita bisa menggunakan berbagai macam virtual classroom, bisa juga menggunakan minecraft atau roblox dan menyebarkannya di ruang virtual ini. 

Setiap siswa-siswi bisa mengunjungi setiap markas 1 kali, jika gagal mereka tidak dapat . Di markas google form ini guru bisa mengisinya dengan materi-materi pelajaran berbentuk teks atau video dan juga berbagai macam soal yang harus mereka jawab. Nah ketika mereka berhasil menyelesaikan semua soal dalam markas ini hero di markas itu akan bergabung dengan tim mereka.

Nah saat misi terakhir mereka akan mendapatkan QR markas bos akhir, google form ini akan berisi pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Setiap pertanyaan yang mereka jawab dengan salah bisa dibantu oleh hero yang mereka sudah kumpulkan, setiap hero bisa digunakan 1 kali untuk 1 melewati pertanyaan yang mereka tidak bisa jawab, dan di bagian akhir mereka akan melawan Thanos, dimana kita harus menjawab 5 pertanyaan dengan benar jika ingin menang!

Technology:

Untuk teknologi yang kita gunakan kita hanya perlu google form yang diisi dengan gambar-gambar yang memberi siswa-siswi perasaan bahwa mereka sedang memasuki markas setiap super hero. Lalu link google form ini dimasukkan dalam QR code generator lalu di print dan disebarkan di sekolah, atau jika memainkan via online virtual classroom.

Nah ini adalah salah contoh sederhana markas super hero. Markas ini adalah planet asal Gamora yang diserang oleh pasukan Black Order. Markas ini akan memberi informasi sedikit tentang game based learning, lalu pasukan Black Order akan menyerang dan mereka bisa kalah jika kita memberi jawaban yang benar. Di akhir misi ini kita dapat kesempatan untuk membantu Gamora melawan musuhnya dan merekrut superhero ini dalam tim kita!

Selamatkan Gamora!

Selamat mencoba! Dan jangan lupa format ini dengan mudah bisa disesuaikan dengan materi pembelajaran yang teman-teman butuhkan, dan isi ceritanya dan karakter-karakternya juga sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang lagi disukai siswa-siswi.

 

Sumber:

Bayat, S., Kılıçarslan, H., & Şentürk, Ş. (2014). Analysing the efects of educational games in science and technology course on seventh grade students’ academic achievements. Abant İzzet Baysal University, Journal of Education Faculty, 14(2), 204–216.

Arrasvuori, J., Boberg, M., Holopainen, J., Korhonen, H., Lucero, A., & Montola, M. (2011, June). Applying the PLEX framework in designing for playfulness. In Proceedings of the 2011 Conference on Designing Pleasurable Products and Interfaces (pp. 1-8).

Bermain bersama adalah proses belajar yang sangat baik!

Bermain bersama adalah proses belajar yang sangat baik!

Photo by Avel Chunklanov on Unsplash

Bahwa manusia adalah makhluk sosial, frase ini bukan hanya menjelaskan kenapa kita tidak bisa hidup bersendiri, tapi juga bahwa kita belajar, dan berkembang di dalam kondisi sosial.

Karena itu pula bukan hanya bermain, tapi proses belajar konvensional juga akan lebih efektif jika Anak-anak kita melakukannya bersama.

Kita belajar mengatur perilaku berdasarkan dua hal. Pertama kita memahami bahwa keluarga dan masyarakat memiliki preferensi untuk perilaku tertentu, kedua kita juga memiliki idealisme internal. Mempelajari ilmu dan keterampilan baru juga terjadi di dalam konteks sosial. Dari mengobservasi orang lain kita bisa membentuk ilmu, peraturan, keterampilan, kepercayaan dan kebiasaan baru. Ini ditambah dengan belajar dari konsekuensi dan tindakan kita sendiri memungkinkan kita belajar ilmu dan keterampilan yang kompleks (Schunk, 2012).

Membiarkan Anak-anak bermain secara bebeas bersama teman-temannya sendiri sudah merupakan proses belajar yang baik, ini lah yang disebut denga free play.

Tapi sebagai pendidik Guru maupun Orang tua, kita ingin Anak-anak kita memahami materi pembelajaran tertentu. Untuk itu kita bisa coba menghadirkan Game Based Learning.

Proses Game Based Learning ini bisa kita tingkatkan kualitasnya dengan menyesuaikan dengan teori pembelajaran social congitive. Teori social cognitive ini sangat mudah jika kita menggunakan games dan cara asik lainnya, seperti dunia nyata, interaksi dan pengaruh sosial yang terjadi saat bermain bisa meningkatkan kualitas belajar. 

Berikut adalah berberapa landasan teori social cognitive yang bisa diterapkan dengan mudah, seperti mendorong terjadinya ke-4 hal ini, mengobservasi saat sedang berlangsung, dan mendiskusikannya bersama mereka setelah bermain.

Interaksi antar siswa

Photo by MI PHAM on Unsplash

Games menyediakan banyak kesempatan untuk interaksi sosial di mana proses pembelajaran bisa terbentuk (Squire, 2011). Tujuan dari proses pembelajaran sosial terhubung dengan bagaimana murid bisa berpartisipasi di dalam kelompok, menggabungkan ilmu bersama untuk mencapai suatu tujuan, menggunakan pengaruh sosial untuk mendorong murid untuk belajar.

Motivasi mengingkat karena teman

Photo by Yannis H on Unsplash

Kita semua tahu bahwa motivasi adalah faktor yang sangat besar agar proses pembelajaran memberi hasil yang baik. Di ranah ini ada penelitian yang relevan, setelah diteliti faktor apa yang membuat pemain mau bermain lagi dan lagi adalah interaksi sosial yang mereka dapatkan (Steinkuehler & Duncan, 2008). Memang ya, yang membuat bermain itu lebih seru saat kita bisa bermain bareng teman-teman kita.

Tempat untuk melatih keterampilan sosial

Photo by Christoffer Zackrisson on Unsplash

Selain mendukung dan meningkatkan efektifitas pembelajaran, memainkan game itu sendiri menyediakan banyak kesempatan pemain untuk belajar bersosialisasi. Saat bermain game kita mengembangkan seperangkat praktek sosial yang efektif (Shaffer et al., 2005). Seperti belajari bekerja sama, komunikasi, menanggapi ekspektasi sosial, berkompetisi dengan sehat, dan berbagai macam keterampilan sosial yang sangat dibutuhkan didunia kerja profesional. Jadi, salah satu dampak dari aspek sosial bermain adalah memfasilitasi pemain untuk belajar mengaplikasikan ilmu mereka dengan cara yang tepat dalam keadaan di kehidupan nyata.

Emotional Intelligence berkembang dengan baik

Photo by Husniati Salma on Pixabay

Kita tahu bahwa bermain adalah aktivitas yang sangat powerfull untuk meningkatkan Emotional Intelligence, bahkan hingga tahap leadership (Hohlbein, 2015). Banyak sekali proses yang terjadi saat bermain sehingga Emotional Intelligence anak berkembang, seperti saat mereka melakukan prilaku yang tidak baik, mereka kan menerima interaksi negatif dari teman-teman nya. Mereka akan belajar untuk menerima kekalahan dengna baik, untuk tidak terlalu sombong saat menang, untuk berkomunikasi, dan mengekspresikan dirinya secara baik.

Sumber:

Hohlbein, Patricia J., “The power of play in developing emotional intelligence impacting leadership success: a study of the leadership team in a Midwest private, liberal arts university” (2015). Theses and Dissertations. 595. https://digitalcommons.pepperdine.edu/etd/595

Schunk, D. H. (2012). Learning theories: An educational perspective. Boston, MA: Pearson.

Squire, K. (2011). Video games and learning: Teaching and participatory culture in the digital age. technology, education—Connections (The TEC series). New York, NY: Teachers College Press.

Steinkuehler, C., & Duncan, S. (2008). Scientific habits of mind in virtual worlds. Journal of Science Education and Technology, 17, 530–543. http://dx.doi.org/10.1007/s10956-008-9120-8

Shaffer, D. W., Halverson, R., Squire, K. R., & Gee, J. P. (2005). Video games and the future of learning (WCER Working Paper No. 2005-4). Madison: University of Wisconsin–Madison, Wisconsin Center for Education Research (NJ1).

 

5 Prinsip untuk membuat pembelajaran menjadi Playful Learning.

5 Prinsip untuk membuat pembelajaran menjadi Playful Learning.

Photo by sigmund on unsplash

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan kita mengenai “how people learn” berbagai macam pendekatan pembelajaran yang Playful pun semakin luas diterima, dan semakin banyak diterapkan. Pendekatan ini bukan hanya cocok untuk Anak-anak yang memang kodratnya harus bermain, tapi ternyata hingga remaja maupun dewasa, pendekatan Playful Learning memang masih sangat efektif (Hemmi et al., 2014).

Hal yang membuat pendekatan ini cocok untuk semua orang mungkin karena ada banyak sekali macam Playful Learning. Mungkin yang playing populer adalah Game Based Learning yang memang sudah banyak sekali penelitian yang menunjukan efektifitasnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Tentu tidak perlu menggunakan Games agar pembelajaran menjadi menyenangkan. Beberapa contoh lain adalah Story Based Learning yang menggunakan cerita seru untuk pembelajaran, atau menggunakan media-media untuk belajar seperti menonton video/film, atau Gamification yang menggunakan elemen-elemen games dalam proses pembelajaran.

Macam-macam Playful Learning ini hanya terbatasi oleh kreativitas Guru dan Murid karena itu jelas masih banyak lagi macam pendekatan Playful. Karena itu berikut adalah 5 prinsip Playful Learning yang bisa membantu Guru untuk menerapkan atau merancang pendekatan playful untuk ruang kelas (Zosh et al., 2018), dan pasti prinsip ini juga bisa diterapkan oleh Orang tua jika ingin belajar sambil bermain bersama Anak-anaknya di rumah. 

Yang lebih kerennya lagi prinsip-prinsip ini juga bisa dimasukan dalam pendekatan-pendekatan belajar yang sudah efektif agar semakin efektif lagi, seperti Project Based Learning atau Problem Based Learning. 

Joyful 

Ini bisa jadi prinsip paling penting yang membuat Playful Learning menjadi, ya Playful. Bahwa kita menikmati proses belajar juga yang membuat Playful Learning sangat bermanfaat. Pertama jelas dari motivasi, kita akan terus semangat belajar saat kita senang. Selain itu kebahagiaan serta emosi positif lainnya membuat pemikiran kita lebih fleksibel dan terintegrasi, dan juga meningkatkan kreatifitas (Isen, 2001).

Hal utama yang membuat kita bisa menikmati sesuatu datang dari diri sendiri, yaitu melakukan hal yang memang ingin kita lakukan bukan karena dipaksa, mencari tau sesuatu karena rasa ingin tahu bukan karena besok akan ada di ujian. 

Untuk menerapkan kita bisa coba bereksperimen, apakah Anak-anak kita masih akan berpartisipasi dengan aktivitas yang kita suguhkan dan belajar meskipun tidak diwajibkan. Jika mereka mau melakukannya, mereka jauh lebih mungkin menikmati prosesnya. 

Selain perasaan senang ini juga memiliki beberapa macam, dan ada yang cocok untuk suasana pembelajaran dan bisa diterapkan. Click link ini untuk membaca artikel yang membahas ini ya!

Active Learning

Jika Anak-anak secara aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran mereka akan jauh lebih memahami konten pembelajarannya dibanding saat mereka mengkonsumsi informasi secara pasif, seperti mendengarkan, membaca, ataupun menonton. Fenomena ini terlihat jelas dari pengalaman-pengalaman pribadi Guru dan juga hasil eksperimen sains (Chi, 2009).

Active learning ini terjadi bukan saat Anak-anak sekedar aktif mengerjakan sesuatu, saat mereka mengerjakan soal yang membutuhkan memori itu bukan berpikir secara aktif, melainkan mengingat. Aktivitas-aktivitas seperti bereksperimen, mengerjakan suatu project, menyelesaikan masalah merupakan bentuk dari berpikir secara aktif (Felder & Brent, 2009).

Berpikir/belajar secara aktif juga bisa sangat sederhana, seperti menanyakan pertanyaan terbuka. Hal ini mendorong Anak-anak berpikir secara aktif karena mereka tidak sekedar menebak iya atau tidak atau mengingat. Melainkan mereka harus mencari tahu bagaimana cara menjawab agar bisa meyakinkan Guru atau teman mereka bahwa mereka benar-benar memahami topik pembelajaran.

Engagement

Student engagement merupakan keterlibatan siswa yang  diukur dengan tingkat perhatian, keingintahuan, minat, optimisme, dan semangat yang ditunjukkan siswa ketika mereka belajar.

Engagement bisa jadi hal yang membedakan antara belajar atau tidak. Saat belajar kita harus memisahkan semua stimulus yang masuk dari panca indra mana yang penting atau tidak dan memfiltrasi pikiran kita agar hanya memikirkan apa yang berhubungan dengan yang dipelajari.

Hal ini membutuhkan usaha mental yang berat, khususnya untuk Anak-anak yang bagian lobus frontal otaknya belum cukup sempurna untuk fungsi eksekutif seperti ini. Namun semua ini akan terjadi dengan sangat mudah, saat “flow” muncul. Kondisi mental dimana kita bisa fokus pada satu hal tanpa usaha.

Dengan Playful Learning kita mencoba meningkatkan engagement bahkan memunculkan flow pada Siswa-siswi kita. Memang menggunakan Games sangat efektif untuk ini, liat aja kalo Anak-anak main games, konsennyaa yaa ampuun. Nah kalo dibahas cara meningkatkan engagement disini pasti artikelnya jadi kepanjangan, tapi untungnya kita sudah punya tips meningkatkan engagement!

Socially Interactive

Fakta bahwa kita makhluk sosial, yang juga belajar lebih efektif dalam kondisi sosial sudah menjadi pengetahuan umm. Teori-teori pembelajaran seperti social cognitive theory oleh Bandura dan zone of proximal development dari Vygotsky telah memberikan banyak kesuksesan saat diterapkan.

Selain membuat belajar lebih efektif, belajar bersama teman-teman juga merupakan hal penting yang membuat belajar menjadi asik!

Fenomena ini pun juga telah diteliti secara rinci, ada sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 1000 orang untuk meneliti sebenarnya apa sih itu “fun”?  Salah satu tipe fun yang mereka temukan adalah sociability, yaitu senang karena bersama-sama (McManus & Furnham 2010).

Sepertinya prinsip ini yang paling mudah diterapkan di antara prinsip-prinsip lain. Ingin Anak-anak lebih menikmati proses belajar? Ya ajak mereka buat belajar sama temen-temennya aja…

Meaningful

Meaningful, atau penuh arti dalam konteks pendidikan sering dimaksud sebagai konten pembelajaran yang terhubung secara personal dan nilai-nilai yang dipegang, atau bisa juga pelajar anggap penting, berhubungan dengan pengalaman pribadi, dan minat pelajar.

Seperti Siswa-siswi yang melihat contoh soal pecahan di papan tulis akan menemukan lebih banyak meaning saat mereka ditanyakan kue ini harus diapakan agar semua teman-teman kalian bisa mendapatkan porsi yang sama.

Tentu pelajar yang baik bisa menemukan arti dibalik setiap ilmu yang mereka pelajari, tapii jelas tidak semua orang bisa melakukan ini, apa lagi Anak-anak. Melainkan kita bisa membuat topik pembelajaran lebih berarti untuk Siswa-siswi kita.

Maka hal yang paling sederhana adalah menghubungkan topik pembelajaran dengan kehidupan mereka sehari-hari atau nilai yang mereka pegang, lebih baik lagi jika dilakukan dengan pertanyaan terbuka. 

Seperti pelajaran sejarah tentang perang kemerdekaan, kita bisa tanyakan, “menurut kalian kenapa nenek moyang kita rela menyerahkan nyawa mereka demi merdeka?” Pertanyaan ini menghubungan mereka dengan nenek moyang mereka, dan nilai yang kita pengang bersama bahwa penjajahan adalah tindakan yang immoral.

Dengan pertanyaan ini meskipun mereka tidak menjawab mereka akan lebih tertarik mendengarkan kondisi sejarah kita saat dijajah dan materi lain yang berhubungan dengan perang kemerdekaan atau penjajahan.

Sumber:

Chi, Michelene. T. “Active-Constructive-Interactive: A Conceptual Framework for Differentiating Learning Activities.” Topics in Cognitive Science 1, no. 1 (2009): 73–105.

Felder, R. M., & Brent, R. (2009). Active learning: An introduction. ASQ higher education brief, 2(4), 1-5.

Hemmi, A., Narumi-Munro, F., Alexander, W., Parker, H., & Yamauchi, Y. (2014). Coevolution of mobile language learning: Going global with games consoles in higher education. British Journal of Educational Technology

Isen, Alice M. “An Influence of Positive Affect on Decision Making in Complex Situations: Theoretical Issues with Practical Implications.” Journal of Consumer Psychology 11, no. 2 (2001): 75–85.

McManus, I. C., & Furnham, A. (2010). “Fun, fun, fun”: Types of fun, attitudes to fun, and their relation to personality and biographical factors. Psychology, 1(03), 159.

Zosh, Jennifer M., Kathy Hirsh-Pasek, Emily J. Hopkins, Hanne Jensen, Claire Liu, Dave Neale, S. Lynneth Solis, and David Whitebread. “Accessing the Inaccessible: Redefining Play as a Spectrum.” Frontiers in Psychology 9 (2018): 1124.