Bermain untuk Melawan Online Hate: Guru-guru Belajar Melalui Game “Screen Time Stories”


Di tengah meningkatnya kasus ujaran kebencian dan perundungan daring di kalangan pelajar Indonesia, Ludenara bersama SEAN-CSO Project meluncurkan program “Play to Counter Hate”—sebuah inisiatif yang mengajarkan guru dan siswa bagaimana menghadapi kebencian di dunia maya melalui pendekatan game-based learning.

Program ini lahir dari keprihatinan terhadap fakta bahwa 58,6% pelajar Indonesia menjadi korban cyberbullying dalam tiga bulan terakhir, namun hanya seperempat dari mereka yang memahami bentuk-bentuknya secara utuh. Di sisi lain, ujaran kebencian (online hate) berbasis identitas seperti agama, etnis, atau gender semakin marak, menimbulkan dampak psikologis serius seperti stres, kecemasan, hingga depresi.

Mengenal Game “Screen Time Stories”

“Screen Time Stories” (STS) adalah sebuah permainan berbasis peran (role-play game) yang dirancang untuk membantu anak-anak memahami berbagai situasi di dunia maya—mulai dari ejekan, komentar jahat, hingga ujaran kebencian—dan berlatih memilih respon yang tepat.

Dalam permainan ini, peserta akan berperan sebagai karakter yang menghadapi dilema digital. Mereka diminta memilih tindakan, seperti: apakah akan menenangkan teman yang menjadi korban, melapor ke platform, atau melakukan counterspeech (respon positif yang menentang kebencian). Setiap pilihan akan dibahas bersama, sehingga anak-anak belajar empati, keberanian, dan cara menciptakan ruang digital yang aman.

Pelatihan Fasilitator: Menyiapkan Guru untuk Mengajarkan Empati Digital

Untuk memastikan implementasi yang efektif di sekolah, Ludenara mengadakan Training of Facilitators (ToF) selama dua hari pada 25–26 Oktober 2025 di Jakarta.
Pelatihan ini diikuti oleh guru bimbingan konseling (Guru BK) dari berbagai SD dan SMP di Jakarta, dengan dukungan Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) dan PGRI Jakarta.

Hari pertama difokuskan pada dasar-dasar:

  • Pengenalan game-based learning dan bagaimana bermain bisa menjadi sarana belajar yang bermakna.

  • Pemahaman tentang perbedaan antara online hate dan cyberbullying, serta mengapa penting bagi guru untuk menumbuhkan literasi digital dan empati sosial di kalangan siswa.

  • Sesi bermain Screen Time Stories, agar para guru mengalami langsung bagaimana permainan ini dapat membuka ruang refleksi dan diskusi yang aman bagi anak-anak.

Sementara hari kedua menjadi ajang praktik dan kolaborasi.

  • Para peserta memodifikasi skenario Screen Time Stories agar sesuai dengan konteks lokal dan permasalahan yang sering muncul di sekolah mereka.

  • Mereka berlatih memfasilitasi sesi permainan—dari pembukaan, menjalankan jalannya cerita, hingga sesi refleksi.

  • Di akhir pelatihan, setiap guru menyusun rencana aksi untuk mengimplementasikan Screen Time Stories di sekolahnya masing-masing.

Lebih dari Sekadar Bermain

Pendekatan game-based learning seperti yang diterapkan dalam Screen Time Stories tidak hanya membuat siswa lebih antusias belajar, tetapi juga membantu mereka memahami nilai-nilai penting seperti empati, solidaritas, dan tanggung jawab sosial.

Melalui permainan, anak-anak tidak sekadar diberitahu bahwa kebencian itu salah—mereka mengalami sendiri bagaimana rasanya menjadi korban, pelaku, atau saksi, dan bagaimana tindakan kecil seperti memberi dukungan atau melapor bisa berdampak besar.

Program ini diharapkan menciptakan kelas-kelas yang lebih aman dan inklusif, di mana siswa mampu mengenali pola kebencian daring, memilih respon yang tepat, dan memperkuat budaya saling menghormati—baik di dunia nyata maupun dunia maya.