Ketika menerangkan materi ajar baru, baik orang tua maupun guru suka menyampaikan pada anak lewat metode permainan (game). Misalnya, untuk belajar menghitung, Anda menggunakan buah-buahan sebagai media pembelajaran. Begitu juga dengan game sebagai media pembelajaran anak Anda.
Tentu saja bisa menjadi menyenangkan, anak bebas dari rasa tegang seperti sedang berada di dalam kelas. Meskipun begitu, kerapkali terdapat kesalahan yang sering dilakukan oleh pengajar, maupun orang tua saat mengenalkan game pada anak.
Sederhananya, jadi tidak berimbang. Bisa-bisa, game tersebut bukannya membuat anak lebih mudah mengerti, tapi justru semakin membuat bingung mereka. Nah, bagaimana kah cara agar game bisa jadi media pembelajaran untuk anak Anda? Simak pemaparannya di bawah ini.
KumparanMom (kumparan.com) merangkum hal-hal yang sebaiknya tidak perlu dilakukan para pengajar atau orang tua ketika akan menjadikan game sebagai media pembelajaran anak, sebagai berikut:
Mengabaikan Teknik ‘Soto Asin’
Eko menyebut, game sebagai pembelajaran bisa dianggap berhasil jika dapat membuat anak terpancing ‘menambah’ porsi nasi, yang berarti konten secara sukarela.
Singkatnya, game semestinya bisa menstimulasi anak agar dapat lebih mengerti dan belajar lebih baik. Prinsipnya, berikan secara berimbang. Pecah-pecahlah materi ajar yang kompleks, secara sederhana menggunakan analogi atau permainan, sehingga mudah dimengerti anak.
Tidak menghargai proses game sebagai media pembelajaran anak
Satu hal yang tak kalah penting, keberhasilan game sebagai pembelajaran bukan menjadikan anak langsung juara saat ujian. Tapi, mesti menghargai proses. Ada proses berpikir, berdiskusi, memahami hingga bisa bernalar kritis.
Itu semua adalah proses yang perlu dimengerti pengajar, termasuk Anda sebagai orang tua. Hargai proses belajar anak, serta sesuaikan dengan kemampuannya, Moms.
Selamat belajar dengan cara menyenangkan!