Fungsi bermain untuk mengurangi stress secara neuroscience dan biologi.

Fungsi bermain untuk mengurangi stress secara neuroscience dan biologi.

Image by Myriams-Fotos from Pixabay

Belakangan ini mengelola stress jadi semakin penting yaaa.. Selain stressnya itu sendiri nyebelin, mayoritas orang juga sudah paham pengaruhnya stress terhadap imun tubuh kita.

Ini lah kenapa pandemi ini sangat menjengkelkan. Kita harus menjaga stress kita agar terus sehat tapi kondisi pandemi membawa semakin banyak hal yang membuat kita stress.

Untungnya solusinya gak repot yaitu, bermain!

Segala macam bentuk dari aktivitas bermain ini sangat baik untuk mengurangi stress. Bahkan bermain video games pun yang seringkali dikritik memiliki banyak dampak negatif tetap baik dalam konteks mengurangi stress.

Bahkan WHO pun mengadvokasikan video game sebagai aktivitas yang mengurangi stress saat terpaksa di rumah aja, dengan kampanye mereka yang berjudul “Play Apart Together”.

Nah pasti kita sendiri juga sering merasakan manfaatnya. Seringkali stress kita muncul karena terus menerus memikirkan hal-hal negatif, apa lagi yang diluar kendali kita. Untuk hal yang dalam kendali kita, tentu cara mengurangi stress terbaik adalah berusaha untuk membuat kondisi lebih baik.

Tapi masalahnya adalah hal-hal yang diluar kendali kita tapi kita tidak bisa berhenti memikirkannya. Nah saat kita main atau melakukan hal yang memang kita senangi, pasti fokus kita teralih dari hal-hal yang diluar sana kepada kepada “the present moment” saat kita bermain. Dan stress kita pun hilang.

Fenomena bahwa bermain mengurangi stress juga tampak sangat jelas saat melihat proses biologis dan neurologis memunculkan dan meredam stress. 

Secara biologis sebuah organisme mendorong dirinya untuk melakukan hal penting untuk pertahanan hidup dengan memunculkan rasa “enak”, yang akan mendorong organisme itu untuk melakukannya lagi dan lagi. Seperti makan makanan berkalori/energi tinggi.

Bermain adalah kebutuhan setiap organisme kompleks yang butuh belajar dan berkembang. Dari kecil setiap hewan terdorong untuk bermain setiap kali mereka memiliki waktunya. Aktivitas ini membantu mereka berkembang secara sosial, fisik, dan menyiapkan mereka untuk kehidupan dewasanya.

Karena bermain sangat penting untuk keberlangsungan spesies, secara biologis kita dan hampir semua spesies hewan terdorong untuk bermain. Otak hewan dan manusia memberi banyak sekali hadiah berupa neurotransmitter dan hormon yang membuat kita merasa senang saat kita bermain, lalu membuat kita ingin bermain lagi dan lagi. Rasa enak ini pula yang membuat stress bisa terkontrol.

Bermain mengaktivasi neurotransmitter seperti dopamine, dan norepinephrine. Fungsi utama dopamine adalah memberi sinyal kepada kita bahwa aktivitas yang kita lakukan patut diingat dan dilakukan lagi.

Sementara norepinephrine memiliki fungsi yang sangat menarik, yaitu meningkatkan kemampuan kita untuk belajar dengan meningkatkan atensi, memotivasi aksi, dan mendorong plastisitas otak.

Yang lebih menarik lagi cortisol, hormon yang sering diasosiasikan dengan stress tidak meningkat selama bermain. Meskipun saat bermain kita harus melewati tantangan yang mungkin bisa dianggap sebagai stress ternyata tingkat cortisol kita tidak meningkat saat melewati tantangan dalam konteks game.

Sepertinya memang segala macam bermain bisa mengurangi stress. Tapi kita tetap menyarankan agar tidak terlalu sering memainkan satu macam permainan saja, dan bermain seperti itu lagi dan lagi.

Karena diluar konteks stress setiap macam bermain memiliki manfaatnya sendiri-sendiri, memiliki nilai edukatif sendiri-sendiri. Jadi alangkah baiknya jika kita juga mencoba berbagai macam games dan permainan. Agar kita bisa mendapatkan manfaat bermain sebaik-baiknya.

Sumber: 

Wang, S., & Aamodt, S. (2012, September). Play, stress, and the learning brain. In Cerebrum: the Dana forum on brain science (Vol. 2012). Dana Foundation.

Emotional Intelligence adalah kunci kesuksesan, di sini lah “main” berperan penting!

Emotional Intelligence adalah kunci kesuksesan, di sini lah “main” berperan penting!

Photo by Tengyart on Unsplash

Perusahaan-perusahaan kapitalis tidak pernah pelit dalam investasi dan penelitian mengenai sumber daya manusia. Tidak mengherankan jika kita berada di dalam dunia yang sangat kompetitif tentu kita membutuhkan tenaga ahli yang bisa memberikan keunggulan kompetitif, sehingga mendapatkan customer yang lebih banyak.

Pengetahuan mereka mengenai “what does it take to succeed” tentu sangat penting untuk para pendidik perhatikan. Di sini kita juga bisa lihat bahwa bermain memiliki peran yang penting dalam mengembangkan Emotional Intelligence. Dan menambahkan logika mengapa bermain adalah aktivitas yang sangat penting dalam pendidikan anak.

Satu hal yang sangat menarik adalah mengenai Emotional Intelligence “satu-satunya prediktor terbesar dari kinerja dan pendorong terkuat dari kepemimpinan dan keunggulan pribadi” (Bradberry & Greaves, 2009). Hubungan antara Emotional Intelligence dengan pendapatan juga tinggi lho, secara rata-rata orang dewasa yang memiliki Emotional Intelligence yang tinggi memiliki pendapatan $29,000 lebih banyak per tahun di banding kan dengan orang-orang yang Emotional Intelligence nya lebih rendah (Forbes).

Wah ternyata penting banget ya! Jadi penasaran nih sebenarnya Emotional Intelligence itu apa, dan kok bisa satu hal ini menjadi faktor yang sangat besar dalam kesuksesan di dunia kerja?

Dalam buku The emotionally intelligent workplace, Emotional Intelligence didefinisikan sebagai, Serangkaian pengetahuan dan kemampuan emosional dan sosial yang mempengaruhi kemampuan kita untuk menghadapi tuntutan lingkungan, susunan ini mencangkup

  1. Kemampuan untuk mengetahui, memahami dan mengekspresikan diri sendiri (Self-awareness)
  2. Kemampuan untuk mengetahui, memahami dan berhubungan dengan orang lain (Social-awareness)
  3. Kemampuan untuk mengatur emosi yang kuat dan mengontrol impuls diri sendiri (Self-management)
  4. Kemampuan untuk beradaptasi dan memecahkan permasalahan personal (Relationship management)

Lalu apa peran bermain dalam perkembangan Emotional Intelligence?

Emotional Intelligence dan aktivitas bermain berkembang secara bersamaan, karena skill yang dibutuhkan(Hohlbein, 2015). Sederhananya, semakin manusia berkembang semakin kompleks permainan yang dimainkan, semakin berkembang juga Emotional Intelligence kita.

Dari masa kecil, anak-anak yang bermain bersama teman-temannya selalu berkomunikasi, mengekspresikan diri dan saling mengenal. Saat bermain mereka juga harus memperhatikan orang lain, sehingga egosentrisme anak-anak berkurang dengan sehat, bermain meningkatkan kemampuan sosial, tanggung jawab, menghormati teman dan lawan bermain. 

Mereka belajar sikap sportif seperti menerima kekalahan dan belajar dari itu, serta menang secara hormat. Belajar banyak peraturan sosial yang tidak tertulis saat mereka melakukan hal yang anti sosial seperti curang, atau membohongi di dunia permainan pun mereka akan dapat reaksi negatif, dan sebaliknya juga saat mereka melakukan hal yang prososial.

Yang lebih menarik lagi, keterampilan-keterampilan yang kita butuhkan untuk unggul di jangka panjang di sebuah permainan yang berkelanjutan sangat paralel dengan keterampilan-keterampilan Emotional Intelligence

Self Awareness

Dalam permainan tentu kita harus memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Dengan ini kita bisa mengoptimalkan kekuatan kita untuk mencapai keunggulan dan mencoba menghindari hal-hal yang mungkin bukan kemahiran kita. Ini juga tahap awal teamwork, dimana tim yang baik perlu anggota yang saling menyadari kekuatan dan kelemahan sehingga bisa saling melengkapi.

Self Management

Dikarenakan banyak sekali permainan yang sangat sosial mau itu kompetitif atau kooperatif. Pemain yang baik tentu harus bisa mengendalikan, bahkan memanipulasi emosi sendiri untuk mendapatkan keunggulan dalam berkompetisi, dan menjadi anggota tim yang baik. Kita juga harus memiliki sikap sportif agar terus di ajak bermain bersama.

Social Awareness

Dalam permainan kita harus sensitif terhadap kondisi emosional lawan dan tim kita. Kita harus bisa merangkul tim agar lebih efektif, dan bisa merubah kompetisi menjadi sebuah hal yang sangat produktif untuk setiap kompetitor.

Relationship Management

Pemain yang baik juga merupakan anggota masyarakat yang baik. Pemain belajar menjalin hubungan yang baik dengan pemain lain. Belajar bisa menjadi pendengar yang baik dan sanggup memahami orang lain, dan belajar berbicara sehingga ide-ide kita bisa didengar dengan baik.

Sumber:

Astuti, Yuni & Prajana, Andika & Damrah, & Erianti, & Pitnawati,. (2019). DEVELOPING SOCIAL EMOTIONAL INTELLIGENCE THROUGH PLAYING ACTIVITIES FOR EARLY CHILDHOOD. Humanities & Social Sciences Reviews. 7. 946-950. 10.18510/hssr.2019.75123. 

Bradberry, T., & Greaves, J. (2009). Emotional intelligence 2.0. San Diego, CA: TalentSmart

Cherniss, C., & Goleman, D. (2001). The emotionally intelligent workplace. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

Carroll, K. (2009). The red rubber ball at work: Elevate your game through the hidden power of play. New York, NY: McGraw-Hill.

Hohlbein, Patricia J., “The power of play in developing emotional intelligence impacting leadership success: a study of the leadership team in a Midwest private, liberal arts university” (2015). Theses and Dissertations. 595. https://digitalcommons.pepperdine.edu/etd/595

Goleman, D., & Boyatzis, R. (2008). Social intelligence and the biology of leadership. Harvard Business Review, 86(9), 74-81. Retrieved from http://www.hbr.org

Apa itu Free Play? Dan kenapa Anak-anak sangat membutuhkannya?

Apa itu Free Play? Dan kenapa Anak-anak sangat membutuhkannya?

 

Image by Pexels from Pixabay

Pasti tidak jarang Orang tua yang punya pemikiran “apa yang harus saya lakukan agar anak bisa berkembang secara maksimal?” dan dengan pertanyaan itu kita coba dorong Anak-anak agar melakukan segala macam aktivitas yang baik untuk mereka.

Pertama jelas kita coba sekolahkan di sekolah yang terbaik, pulang sekolah mereka kita ikuti berbagai macam aktivitas untuk mendorong tumbuh kembangnya seperti les musik, seni, ikut tim olahraga, dan lain-lain. Dan saat bermain pun kita ajak mereka main bareng karena kita tahu games bisa menjadi media belajar sekaligus bermain.

Iya main games Namun ada tipe bermain yang juga merupakan kebutuhan agar Anak bisa berkembang secara maksimal, yaitu Free Play! Free play terjadi ketika Anak-anak diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang mereka inginkan, dari memilih main apa, di mana, dan dengan siapa.

 Free play berbeda dengan bermain games yang sudah terstruktur dengan baik, saat Free play anak-anak bebas berimajinasi, membuat dunia permainan sendiri membuat peraturan, atau bahkan bermain tanpa ada peraturan.

Hal yang paling penting adalah aktivitas ini “child-driven” bukan sebuah aktivitas dimana Anak-anak diatur oleh orang dewasa, atau bermain secara pasif seperti main video games, atau nonton tv.

Apa manfaat nya?

Mungkin untuk sebagian Orang tua sedikit mengherankan, ko bisa ya bermain sebebas-bebasnya seperti ini bermanfaat? Belajar apa mereka?

Memang Free play tidak se-edukatif permainan yang sudah tersktur dimana peraturan sudah jelas ada dan Anak-anak harus mencoba memecahkan masalah yang ada dalam game, apa lagi dengan bimbingan Orang tua yang bisa menuntun proses bermain agar semakin edukatif. Namun Free play memiliki manfaat perkembangan yang mungkin tidak secara formal edukatif. 

Anak-anak juga butuh belajar mandiri dimana mereka bisa menghibur diri nya, melakukan eksplorasi melawan rasa keraguan dan ketakutan nya. Mengembangkan kemandirian ini sangat penting untuk pertumbuhan dan percaya diri mereka.

 Berikut adalah beberapa manfaat Free play yang sudah diteliti oleh American Academy of Pediatrics (AAP)

  • Mendorong Anak-anak untuk menggunakan kreatifitas dan imajinasi mereka
  • Anak-anak berinteraksi dan mengeksplorasi lingkungan sekitarnya
  • Membantu Anak-anak untuk lebih siap sekolah dan belajar
  • Anak-anak berlatih problem solving dengan sendirinya
  • Mendorong Anak-anak untuk meregulasi dan mengendalikan dirinya sendiri
  • Membantu Anaka-anak membangun kemampuan mengambil keputusan
  • Anak-anak bersosialisasi dan belajar menyelesaikan konflik

Jika Anak-anak tidak diberikan kesempatan untuk Free play resikonya juga bisa gawat. Di A.S. telah terdata dengan baik bahwa dalam setengah abad terakhir kesempatan Free play Anak-anak berkurang secara drastis dan konsekuensi negatif nya jelas. 

Berkurang nya Free play mengakibatkan berkurang nya perkembangan emosional yang mengakibatkan meningkatnya kecemasan, depresi, permasalahan dengan atensi dan kontrol diri (Gray, 2011).

Buku “The Coddling of the American Mind” juga mendokumentasi fenomena yang sama. Namun buku ini menunjukan konsekuensi lain. Yaitu Anak-anak muda yang tidak memiliki kesempatan Free play yang cukup menjadi rapuh secara sosial-emosional, mereka tidak bisa menyelesaikan masalah nya sendiri dan terlalu sering mengandalkan otoritas orang dewasa untuk menyelesaikan masalah nya.

Nah sesekali biarin aja anak main sendiri, banyak manfaat nya gak ngerepotin Orang tua lagi! Hahaha..

Namun mungkin yang repot adalah rasa khawatir, apa lagi bentuk Free play yang terbaik adalah saat Anak-anak main di luar rumah. Jika khawatir mungkin itu adalah tanda Orang tua yang harus belajar percaya bahwa sang Anak bisa menjaga dirinya. Orang tua juga harus berani melepas Anak demi kemandirian dan perkembangan mereka sendiri.

Sumber:

Gray P. The decline of play and the rise of psychopathology in children and adolescents. American Journal of Play. 2011;3(4):443-463.

Yogman M, Garner A, Hutchinson J, et al. The power of play: A pediatric role in enhancing development in young children. Pediatrics. 2018;142(3):e20182058. doi:10.1542/peds.2018-2058

5 hal yang membuat Video Games baik untuk kesehatan mental.

5 hal yang membuat Video Games baik untuk kesehatan mental.

Jika dilihat dampak Video Games untuk kesehatan mental secara objective, memang Video Games memiliki sisi baik dan buruk hal ini telah kita rangkum di artikel sebelum nya.

Meskipun masih banyak perdebatan mengenai ini, di mana ada penelitian yang menunjukan dampak baik, dan ada juga yang menunjukan dampak buruk, seperti nya ada 1 kepastian yang sudah disepakati yaitu main Video Games secara moderat tidak terlalu banyak maupun sedikit, memberi manfaat paling banyak dari sisi kesehatan mental, kreativitas, peningkatan fungsi kognitif, social well being dan lain lainnya.

Diantara semua manfaat itu seperti nya kesehatan mental lah yang kita sangat butuhkan disaat pandemi yang memberikan banyak sekali tantangan dan yang membuat menjaga kesehatan mental semakin menantang, padahlan kesehatan mental ini juga penting agar kita bisa memiliki ketahanan fisik yang kuat untuk melawan pandemi ini.

Nah selain memainkan Video Games secara moderat ada beberapa hal lain yang kita bisa coba cari saat memiliki Games mana yang akan meningkatkan kesehatan mental kita dan keluarga kita. Berikut adalah 5 elemen yang bisa meningkatkan kesehatan mental dan bisa didapatkan dalam Video Games.

POSITIVE EMOTION

Kemampuan, kesempatan, dan mengalami perasaan emosi positif seperti kebahagiaan, kepuasan, dan lain nya jelas sangat penting untuk kesehatan mental.

Hal utama yang bisa dimunculkan dari video games adalah relaksasi, mengurangi stress, menghentikan kita dari terus menerus memikirkan masalah dan emosional well-being (Snodgrass et al., 2011b).

ENGAGEMENT/FLOW

Engagement dalam konteks ini adalah ketika kita benar-benar terikat dan “masuk” kedalam satu aktivitas, kehilangan “rasa” waktu, dan merasa memiliki energy yang tidak habis-habis untuk terus melakukan aktivitas itu.

Aktivitas yang secara intrinsik menarik mengeluarkan tingkat konsentrasi yang tinggi dan pengalaman yang optimal (Csikszentmihalyi, 2008). Pemain sering kali melaporkan merasa benar-benar masuk kedalam dunia games dan merasa mereka adalah karakter di dalam dunia itu (Snodgrass et al., 2011b). Engagement seperti ini meningkatkan rasa kebahagiaan (Killingsworth and Gilbert, 2010).

RELATIONSHIPS

Hubungan kita dengan orang lain berkorelasi dengan kebahagiaan, kesehatan, dan kesejahteraan secara menyeluruh. Semakin baik hubungan kita dengan Orang-orang di lingkungan kita semakin baik diri kita, dan sebaliknya.

Video Games memberikan banyak kesempatan untuk sosialisasi, dari bekerjasama untuk menyelesaikan satu quest, membuat guild atau kelompok dalam satu game, dan saling membantu untuk merasakan progress di dalam game. Bahkan ada penelitian yang menemukan bahwa Anak-anak dibawah 18 tahun pemain Multiplayer Online Games memiliki hubungan yang sangat baik dengan teman-teman online game nya, bahkan lebih baik dari teman-teman nya di dunia nyata (Yee, 2006)

MEANING

Melakukan aktivitas yang menurut kita bermakna memberikan rasa kepuasan yang luar biasa. Perasaan bahwa kita melakukan sesuatu yang bermakna muncul dari melakukan sesuatu yang memiliki tujuan baik yang lebih besar dari tujuan egois kita sendiri.

Video games khusus nya yang Multiplayer juga memberikan banyak kesempatan untuk melakukan tugas-tugas atau tantangan-tantangan yang akan memberi manfaat bagi pemain dan teman-teman pemain secara menyeluruh. Bertemu secara daring untuk bermain bersama bisa memberikan social dan emotional bond yang kuat dan memberikan makna untuk para pemain (Jones, 2014).

ACCOMPLISHMENT

Memiliki tujuan dan sasaran untuk dicapai memberikan rasa memiliki prestasi baik dan kepuasan yang berkontribusi secara besar dalam kesehatan mental.

Games pada dasarnya adalah sebuah aktivitas problem solving dimana setiap pemain akan merasakan kepuasan saat mereka berhasil melewati tantangan yang akan menjadi semakin rumit semakin kita progress di dalam tingkatan-tingkatan game itu. Ryan et al. (2006) memberi pendapat bahwa games bisa membuat pemain perasa kompeten. Ketika kita merasa jago itu tentu berkontribusi baik kepada kesehatan mental kita.

Hal lain yang menarik adalah kita bisa coba menemukan 5 hal ini dalam aktivitas-aktivitas lain selain video games, tentu jika aktivas tersebut bisa memunculkan ke-5 hal ini pasti kesehatan mental kita juga akan terpengaruhi secara baik dari aktivitas itu.

Sumber:

Jones, Christian M. “Gaming well: links between videogames and flourishing mental health.” vol. 5, 2014, p. 1. frontiers in Psychology , https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3978245/.

Killingsworth M. A., Gilbert D. T. (2010). A wan-dering mind is an unhappy mind. Science 330 93210.1126/science.1192439

Ryan R. M., Rigby C. S., Przybylski A. (2006). The motivational pull of video games: a self-determination theory approach. Motiv. Emot. 30 347–363

Snodgrass J., Lacy M., Dengah F., Fagan J., Most D. (2011b). Magical flight and monstrous stress: technologies of absorption and mental wellness in Azeroth. Cul. Med. Psychiatry 35 26–62 10.1007/s11013-010-9197-4

Yee N. (2006). Motivations for playing online games. Cyberpsychol. Behav. 9 772–775 10.1089/cpb.2006.9.772

Bermain Sepenuh Hati, itu yang harus dilakukan demi kesehatan mental saat ini!

Bermain Sepenuh Hati, itu yang harus dilakukan demi kesehatan mental saat ini!

Photo by Allen Taylor on Unsplash

Kangen sekolah, kangen guru, kangen temen-temen, kangen kepsek, kangen satpam, kangen ibu kantin, pokoknya kangen semua nya yang biasa nya di sekolah!

Semua siswa-siswi kita pasti berperasaan seperti itu, dan keputusan untuk membuka kembali sekolah di Januari 2021 dengan semua persyaratan kesehatan seperti nya pilihan yang baik.

Karena memang, pandem ini tidak hanya menyakiti fisik jika kita terinfeksi, namun juga memiliki dampak mental yang menyakitkan. Data dari Komisi Perlindungan Anak menunjukan bahwa selama pembelajaran jarak jauh ini, 73% siswa-siswi merasa terbebani oleh tugas, 77,8% dari mereka kelelahan mengerjakan mengerjakan tumpukan tugas yang dituntut guru untuk diselesaikan dalam waktu singkat.

Karena itu pula Ludenara juga berusaha dengan cara menghadirkan series workshop Belajar Seasik Bermain dimana kita bersama mengeksplorasi cara-cara mengajar asik via daring.

Tapi selain itu ada hal yang sangat penting yang setiap orang tua harus lakukan disaat pandemi ini, yaitu mengajar anak-anak bermain.

Dr Genevieve von Lob, drgenevieve.com

Bermain sangatlah sentral dalam perkembangan holistik anak, dan memiliki nilai edukatif yang luas. Dan dalam konteks kesehatan mental ini, bermain merupakan senjata ampuh untuk permasalahan mental anak. 

Bermain bukan sekedar distraksi dari permasalahan, namun membantu kita membangun ketahanan dan kekuatan mental. Dan disini ada quote yang sangat powerful dari Dr Genevieve von Lob seorang psikolog klinis, “Play is like breathing to children. It’s essential for processing emotions, building resilience and to give them a sense of control,” tuh main itu nafas lho, nafas…

Menurut Dr Genevieve bermain memberikan anak-anak kesempatan untuk mengekspresikan emosi natural mereka seperti sedih, bahagia, dan marah di dalam lingkungan yang aman, mereka juga bisa mengeksplorasi identitas mereka  dan hubungan mereka dengan teman sebaya, keluarga dan lingkungan sekitar.

Khususnya role-play, dimana anak-anak menunjukan apa yang sedang terjadi di dalam “dunia pribadi mereka” mereka akan menggunakan mainan seperti boneka untuk mengekspresikan perasaan yang terlalu kompleks. Ini akan membantu mereka merasa powerful meskipun situasi dan lingkungan dunia nyata membuat mereka merasa kecil dan tidak berdaya.

Di sinilah peran orang tua sangat penting. Sarah Bouchie, kepala dari program global LEGO foundation mengatakan

Sarah Bouchie, Legofoundation.com

ini lah saat paling penting bagi orang tua untuk bermain dengan anak-anak nya.

Menurutnya, banyak sekali yang dipelajari oleh anak-anak saat mereka bermain, jauh lebih banyak dari yang orang dewasa kira. Yang kita ketahui adalah bermain membantu mereka untuk membentuk keterampilan emosional dan sosial mereka.

Keterampilan-keterampilan ini adalah kunci untuk mengurangi stres di dalam situasi yang sulit ini. Jika kita bisa membantu mereka meningkatkan fungsi eksekutif ini, kita akan membantu mereka membuat rasa kontrol dan kebahagiaan di dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini.

Sumber:

Fuller, G. (2020, November 12). ‘While we’re going through such change, we have to engage our children’: The importance of play during coronavirus. Retrieved November 26, 2020, from https://amp.theguardian.com/childs-play-and-learning/2020/nov/12/while-were-going-through-such-change-we-have-to-engage-our-children-the-importance-of-play-during-coronavirus

Dampak Video Games terhadap Kesehatan Mental (Part 2, Baik dan buruk nya).

Dampak Video Games terhadap Kesehatan Mental (Part 2, Baik dan buruk nya).

Image by www_slon_pics from Pixabay

Melihat kondisi pandemi seperti ini kesehatan mental kita juga menjadi hal yang sangat harus diperhatikan. Apa lagi jika kita memahami bahwa tingkat kesehatan mental juga mempengaruhi daya tahan tubuh.

Namun di lingkungan kita sekarang semakin banyak hal yang bisa menambahkan kecemasan, dan emosi negatif lain nya, apalagi sekarang kita tidak bisa menghibur diri dengan bepergian. Terlalu lama berdiam di rumah juga bisa membuat beberapa orang malah stress.

Hal-hal ini lah yang membuat WHO meluncurkan kampanye Play Apart Together. Dimana WHO bersama developer-developer games mengadvokasikan bermain Video Games sebagai cara agar kita bisa menjaga kesehatan mental kita.

Tapi mungkin hal ini sedikit kontroversial, banyak Orang tua yang khawatir akan dampak video games, hal ini sangat wajar karena memang banyak penelitian yang mengaitkan kesehatan mental yang buruk kepada video games.

Dampak negatif akibat terlalu sering main games (lebih dari 10 jam per minggu) termasuk simptom somatik, kecemasan, insomnia, gangguan sosial, dan secara general memang kesehatan mental kurang baik (Allahverdipour et al. 2010). Memang kecanduan Video Games memiliki simptom nya sangat mirip dengan simptom kecanduan hal lain hilang nya kendali akan diri, withdrawal, tidak bisa berhenti memikirkan games, dan konflik interpersonal dan intrapersonal (Grüsser et al., 2007; Gentile, 2009).

Memang mengerikan ya, lalu bagaimana games bisa memberikan kesehatan mental seperti yang di advokasikan oleh WHO? Dari penelitian yang sama kita bisa melihat bahwa kunci nya adalah moderasi, tidak terlalu sering tapi juga tidak terlalu jarang main games memberikan manfaat mental yang terbaik.

Allahverdiour et al. (2010) membandingkan kondisi mental 4 kelompok anak muda yaitu non-gamers (yang tidak pernah main games), low (1-6 jam seminggu), moderate (7-10 jam seminggu) dan excessive (lebih dari 10 jam). Di penelitian ini kita tahu bahwa kelompok yang memiliki kondisi mental terburuk adalah non-gamers dan excessive. Menarik ya ternyata tidak main games sama sekali juga tidak baik.

Penelitian lain juga mendapatkan konklusi yang sama mengenai gamers moderat. Kelompok moderate lah yang mendapatkan manfaat paling banyak dari Video Games yang berupa positive mental well-being seperti kestabilan emosi, relaksasi,  dan mengurangi stress (Snodgrass et al., 2011). Kutner and Olson (2008), co-directors di Harvard Medical School Center for Mental Health and Media, menemukan bahwa Anak muda laki-laki yang tidak main games dalam 1 minggu memiliki resiko gangguan emosional yang tinggi. Anak laki-laki menggunakan Video Games untuk regulasi emosi, membantu mereka relaks, melupakan masalah sejenak, dan mengurangi rasa kesepian.

Ini lah yang kita butuhkan khusus nya saat pandemi ini.

Memang main Video Games sangat bermanfaat jika dilakukan dengan moderasi. Seperti mood depresi terlihat jauh lebih rendah di gamer moderat dibandingkan Anak-anak muda yang tidak pernah main games (Durkin and Barber, 2002). Ini mengkonfirmasi bahwa beriman juga merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan seperti kebutuhan lain juga bisa di “salah gunakan” seperti makan kebanyakan yang membuat obesitas atau minum air kebanyakan yang bisa merusak otak.

Namun mungkin dalam konteks pademi main video games selama 10 jam dalam 1 minggu bisa termasuk sedikit karena banyak nya waktu yang dihabiskan di rumah. Jika masih banyak waktu luang apa yang harus dilakukan?

Sebagian besar penelitian ini melihat Anak-anak ,muda yang main games sendirian. Jika mereka sudah main 1-2 jam dalam 1 hari dan masih banyak waktu luang memang butuh Orang tua atau anggota keluarga yang lain untuk melakukan aktivitas lain atau main bersama.

Main bersama ini juga tidak perlu sekedar bermain, kita bersama bisa mengimplementasikan Game Based Learning bersama keluarga agar aktivitas bermain menjadi belajar. Selain itu kita juga bisa gunakan alternatif lain seperti main board games atau social games lain yang bisa dimainkan di rumah.

Terima kasih sudah membaca part 2 ini, jika belum baca part 1 kita membahas tentang kaitan kekerasan dan video games. Semoga 2 artikel tentang kesehatan mental ini bermanfaat, dan kita doakan semua sehat selalu dan pandem ini cepat berlalu, selamat bermain!

Sumber:

Allahverdipour H., Bazargan M., Farhadinasab A., Moeini B. (2010). Correlates of video games playing among adolescent in an Islamic country. BMC Public Health 10:286 10.1186/1471-2458-10-286

Durkin K., Barber B. (2002). Not so doomed: computer game play and positive adolescent development. J. Appl. Dev. Psychol. 23 373–392 10.1016/S0193-3973(02)00124-7

Gentile D. A. (2009). Pathological videogame use among youth 8 to 18: a national study. Psychol. Sci. 20 594–602 10.1111/j.1467-9280.2009.02340.x

Grüsser S. M., Thalemann R., Griffiths M. D. (2007). Excessive computer game playing: evidence for addiction and aggression? Cyberpsychol. Behav. 10 290–292 10.1089/cpb.2006.9956

Jones, Christian M. “Gaming well: links between videogames and flourishing mental health.” vol. 5, 2014, p. 1. frontiers in Psychology , https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3978245/. Accessed 27 02 2021.

Kutner L., Olson C. K. (2008). Grand Theft Childhood: The Surprising Truth About Violent Video Games and What Parents Can Do. New York: Simon & Schuster

Snodgrass J., Lacy M., Dengah F., Fagan J., Most D. (2011b). Magical flight and monstrous stress: technologies of absorption and mental wellness in Azeroth. Cul. Med. Psychiatry 35 26–62 10.1007/s11013-010-9197-4

Dampak Video Games terhadap Kesehatan Mental (Part 1, Video Games dan Kekerasan)

Dampak Video Games terhadap Kesehatan Mental (Part 1, Video Games dan Kekerasan)

Photo by Maxim Hopman on Unsplash

Selain dengan dampak langsung kepada kesehatan fisik, karena kita semua dianjurkan untuk di rumah aja pandemi ini juga memberikan dampak kepada kesehatan mental kita. Untuk sebagian besar orang kondisi mental ini sangat tergantung kepada seberapa banyak waktu bersosialisasi yang didapatkan dan jelas kondisi ekonomi yang. Kedua hal ini lah yang sangat dipengaruhi oleh kewajiban kita untuk di rumah aja.

Karena ini pula WHO meluncurkan kampanye Play Apart Together  dimana mereka mengajarkan publik untuk main Video Games sebagai aktivitas yang bisa mendorong orang untuk di rumah saja sekaligus menjadi aktivitas yang membantu kesehatan mental.

Bahwa WHO mengadvokasikan Video Games cukup mengagetkan ya, karena kita tahu bahwa reputasi hubungan Video Games dengan kesehatan mental sangat negatif akibat banyak nya anak muda yang kecanduan Video Games. 

Ini berdampak sangat buruk kepada kesehatan mental mereka seperti mengakibatkan depresi, kecemasan, emosi negatif, merusak hubungan mereka dengan non-gamers, membuat mereka lupa akan tugas dan tanggung jawab, bahkan banyak penelitian yang menunjukan Video Games yang mengandung kekerasan juga bisa mengakibatkan perilaku kekerasan!

Lalu mengapa WHO sekarang mempromosikan Video Games, apakah dampak-dampak negatif yang sebelum nya dikaitkan dengan Video Games tidak lagi ada? Mari kita lihat penelitian psikologi mengenai ini.

Tapi sebelum itu mungkin banyak yang skeptis akan Ludenara dan bias kita. Jelas kita bias karena kita mempromosikan penting nya bermain karena itu pula kita juga mendorong para pembaca untuk melihat penelitian nya sendiri, dan artikel ini hanya ringkasan singkat.

Hal pertama yang mungkin sangat mengkhawatirkan adalah kaitan kekerasan dengan Video Games yang mengandung kekerasan seperti game tembak-tembakan yang sangat populer di HP. Ternyata penelitian-penelitian lama yang menunjukan Video Games mengakibatkan kekerasan memiliki beberapa masalah dalam penelitian nya, dan setelah ada meta analisis yang meneliti 384 penelitian mengenai kekerasan dan Video Games konklusi bahwa tidak ada hubungan antara kekerasan dan Video Games menjadi sangat jelas (Ferguson, 2007).

Lalu mengapa ada penelitian yang menunjukan bahwa ada hubungan nya. Ternyata Anak-anak yang memiliki kondisi psikologis yang kurang baik semakin mungkin menggunakan Video Games sebagai escapism mereka. Jadi kecanduan Video Games dan perilaku kekerasan yang mereka tunjukan ternyata akibat nya hal yang sama yaitu kondisi psikologikal well being  yang memang kurang baik (Lemmens et al., 2011).

Penelitian ini sangat mencerahkan. Coba kita pahami konteks Anak-anak yang memiliki kondisi psikologikal well being nya kurang baik, kemungkinan kondisi rumah tangga nya kurang baik, Orang tua nya kurang memberikan emotional support, atau mereka mengalami bullying di sekolah, pasti Anak yang memiliki kondisi psikologikal well being yang kurang baik mengalami banyak masalah dalam hidup nya dan mereka menjadi kasar.

Dan jelas mereka harus lari dari kehidupan yang kacau kedalam dunia Video Games di mana mereka bisa merasa diterima, memiliki kompetensi yang tinggi, bisa mendapatkan achievements dan merasa melakukan hal-hal yang bermakna.

Jadi hal yang mengakibatkan Anak melakukan tindakan kekerasan bukan Video Games, tapi lingkungan nya.

Masih banyak lagi yang harus dibahas mengenai hubungan antara Video Games dan kesehatan mental jadi tunggu part 2 nya yaa, terima kasih!

Sumber:

Ferguson, C. J. (2007). The good, the bad and the ugly: A meta-analytic review of positive and negative effects of violent video games. Psychiatric quarterly, 78(4), 309-316.

Jones, Christian M. “Gaming well: links between videogames and flourishing mental health.” vol. 5, 2014, p. 1. frontiers in Psychology , https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3978245/. Accessed 27 02 2021.

Lemmens J., Valkenburg P., Peter J. (2011). Psychosocial causes and consequences of pathological gaming. Comput. Human Behav. 27 144–152 10.1016/j.chb.2010.07.015

Bermain membuat kita belajar lebih baik!

Bermain membuat kita belajar lebih baik!

Photo by Jason Sung on Unsplash

Danny Hills seorang ilmuwan komputer saat ditanyakan hal apa yang penting untuk kesuksesan nya menjawab bahwa dia sangat beruntung bisa bekerja dengan orang-orang yang memiliki “extreme sense of play”. 

Meskipun frase “extreme sense of play” ini mungkin membingungkan untuk diterjemahkan secara langsung, namun pasti siapa pun yang membaca bisa kurang lebih mengerti apa yang ia maksud. Memang bermain adalah bagian yang sangat penting bagi manusia, meskipun setiap budaya manusia sangat berbeda semua anak bermain, dan bahkan hingga masa dewasa.

Jika kita pelajari lagi, memang bermain adalah bentuk belajar/berkembang yang paling alami, sehingga semua manusia melakukan nya.  Seperti quote dari Danny Hills yang merangkum hal ini “Play is the original way of learning”

Ada banyak alasan mengapa bermain adalah cara belajar yang terbaik, namun ada 2 hal utama yang juga sudah diteliti secara rinci oleh banyak ilmuwan (Prensky, 2001). Bermain menimbulkan rasa asik/enjoyment dan membawa kondisi mental kita ke tempat yang paling optimal untuk belajar yaitu kombinasi antara alert dan relaxed.

Enjoyment ini sering kita banggkan karena mampu memotivasi pelajar untuk belajar lagi dan lagi. Namun tidak hanya ini, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian neuroscience enjoyment membuat kita lebih produktif dan belajar lebih efektif, saat bersenang-senang otak kita memproduksi neurotransmitter yang lebih banyak sehingga semua fungsi otak yang berhubungan dengan belajar meningkat.

Hal ini sudah lama kita ketahui. Di akhir abad 20 William H. Starbuck dan Jane Webster merilis penelitian penting yang berjudul “When Play is Productive” mereka merangkum penelitian-penelitian yang sudah ada dan menuliskan beberapa hal menarik yang terjadi saat kita playful:

  • Lebih mudah berkonsentrasi dan kegigihan untuk menyelesaikan tugas meningkat
  • Lebih tidak sadar akan waktu yang lewat dan tidak mau selesai
  • Lebih mudah untuk mengabaikan hal-hal lain, seperti tujuan jangka panjang, tugas-tugas yang tidak menyenangkan, dan hubungan sosial yang tidak diinginkan.
  • Investasi berupa waktu dan tenaga meningkat, sehingga pembelajaran meningkat
  • Lebih mungkin menemukan banyak hal baru termasuk kebiasaan, perilaku, ilmu, keterampilan dan lain-lain
  • Meningkatkan kreativitas
  • Lebih banyak kendali akan proses pembelajaran diri sendiri

Sumber:

Starbuck, W. H., & Webster, J. (1991). When is play productive?. Accounting, Management and Information Technologies, 1(1), 71-90.

Prensky, M. (2001). Fun, play and games: What makes games engaging. Digital game-based learning, 5(1), 5-31

Pentingnya Bermain untuk kesuksesan Anak

Pentingnya Bermain untuk kesuksesan Anak

Image by Sasin Tipchai from Pixabay

Siapa yang pengen Anak nya sukses? Siapa yang tidak? Maka dari itu Orang tua tidak pernah pelit saat membicarakan tentang pendidikan, buku mahal ok, les mahal ok, sekolah mahal ok! Ya wajar anak nya nanti jadi sukses punya nilai tinggi, dan bisa dapet kerjaan dengan gaji tinggi.

Tapi tunggu, apa benar itu yang kita inginkan? Lebih penting nya lagi apa itu yang Anak-anak kita inginkan?

Jelas kita pham materi bukan segalanya, dan mungkin mendapatkan pekerjaan yang gaji tinggi bukan kesuksesan, khusus nya bagi Anak itu sendiri. Alternatif nya adalah mendapatkan pekerjaan yang mencukupi (yaa kalo bisa penghasilan tinggi juga bagus sih) tapi sangat bermakna bagi yang mengerjakannya, dan dia merasakan nyaman, mendapatkan kepuasan, merasa dihargai, bahagia, dan merasa “iya ini yang memang harus aku lakukan dalam hidup ku ini”.

Untung nya banyak di dunia pendidikan yang mengutamakan minat dan bakat anak. Karena minat dan bakat ini lah sang Anak bisa menempati tempat yang pas dalam masyarakat di masa depan. Seperti Lionel Messi yang menjadi pemain sepak bola, atau Marie Curie sebagai pemenang Nobel Prize wanita pertama di dunia. Mereka bisa menjadi orang-orang luar biasa karena mereka mengejar bidang yang sesuai dengan minat dan bakat.

Dari melihat cara pandang ini lah kita bisa melihat fungsi bermain dalam bidang pendidikan, atau lebih tepat nya perkembangan anak. Di artikel sebelum nya, kita melihat 4 fungsi bermain menurut Socrates, dan  memang fungsi pertama yang ia sebut kan adalah menemukan letak talenta Anak.

Kita bisa mengklasifikasi Talent Identification (TI) dalam 2 kategori, natural, dan scientific (Wolstencroft & House, 2002)

Scientific TI berupa berbagai macam psikotes yang bisa membantu seorang Anak mencari bidang yang sesuai dengan karakteristik psikologis mereka. Contoh yang paling populer di Indonesia adalah Talents Mapping yang dirancang oleh Abah Rama Royani.

Bermain masuk kedalam kategori natural TI. Saat kita memberikan Anak kebebasan untuk eksplorasi saat bermain, mereka akan mencoba berbagai macam hal, mendalami berbagai macam topik, saat mereka diberikan kebebasan identitas, mereka bisa mulai memposisikan diri dalam berbagai macam peran orang dewasa. 

Dengan bimbingan yang layak (bukan perintah otoriter), dan observasi yang tajam, Orang tua atau Guru bisa membantu Anak untuk mengidentifikasi talenta mereka sendiri dan membantu mereka mendalami hal itu.

Memang ya, ternyata aktivitas yang sangat sepele ini, bahkan yang suka dianggap sia-sia, ternyata semakin dipelajari semakin kita paham betapa pentingnya bermain bagi individu dan masyarakat.

Selamat bermain!

Sumber:Wolstencroft, E., & House, C. (2002). Talent identification and development: An academic review. Edinburgh: Sport Scotland.

Faktor paling penting yang membuat bermain bermanfaat, jangan sampai terlupa!

Faktor paling penting yang membuat bermain bermanfaat, jangan sampai terlupa!

Pasti banyak Orang tua ataupun Guru yang tertarik dengan berbagai macam Playful Learning karena memahami manfaat nya bagi perkembangan dan pendidikan Anak. Lalu dengan semangat kita menggunakan atau bahkan merancang sendiri media-media asik untuk mengajarkan hal yang kita tahu seorang Anak harus pelajari.

Namun ternyata pendekatan ini tidak akan mendapatkan manfaat bermain dengan maksimal, bahkan bisa menghambat.

Tapi jangan khawatir, tenang dulu. Meskipun tidak akan mendapatkan manfaat penuh, pendekatan ini tetap menjadi pendekatan yang menurut kita di Ludenara sangat baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu memang sudah banyak penelitian yang menunjukan manfaat dari pendekatan ini seperti meningkatkan motivasi, daya ingat, critical thinking, problem solving, creativity, collaboration dan secara menyeluruh meningkatkan hasil pembelajaran.

Disinilah keren nya aktivitas sepele (bermain) ini. Meskipun tidak mendapatkan manfaat maksimal, tetap banyak sekali manfaat yang sudah bisa didapatkan. 

Mungkin pertanyaan yang menarik adalah, apa sih manfaat maksimal nya bermain?

Hal ini sudah sedikit dibahas dalam artikel “bermain penting untuk memenuhi kebutuhan manusia”. Dimana kita menunjukan dalam Maslow’s Hierarchy Needs 3 tingkat tertinggi nya bisa didapatkan dari bermain. Iya bahkan tingkat paling tinggi Self Realization (Hendricks, 2014) dimana seorang individu bisa menjadi best version of themselves.

Untuk mencapai ini ada 1 hal utama yang harus ada. Namun yang harus diingat adalah hal ini bukan satu satu nya hal yang bisa mencapai manfaat maximal bermain, namun hal ini adalah pondasi dimana semua faktor lain terbangun diatas nya.

Dalam buku nya Homo Ludens, Huizinga menjelaskan bahwa berbagai macam cabang sains yang menjelaskan fungsi bermain, seperti manfaat sosial, budaya, psikologis, biologis tidak bisa sepenuh nya menjelaskan fenomena yang kita sebut bermain, dan tidak menjelaskan kenapa kita bermain.

Saat kita bermain, kita tidak berpikir bahwa ini sebuah hal yang penuh manfaat, karena itu saya harus lakukan. Namun karena kita memang mau, dan menikmati proses bermain.

Ilmu biologi bisa menjelaskan bahwa main bola itu sehat, dan saat kita memiliki niat main bola untuk kesehatan menurut Huizinga elemen playfulness nya berkurang, dan bahkan tidak lagi bisa disebut bermain, tapi olahraga.

Saat bermain yang kita dapatkan adalah meaningful experience, penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Pengalaman pemain saat bermain ini lah fenomena utama yang membuat bermain, menjadi bermain. Karena bermain itu mengasyikan bermain bisa memiliki banyak manfaat (Rodriguez, 2006).

Enjoyment, ini lah yang menurut kita bisa menjadi bahan bakar, yang bisa meluncurkan kita menuju kebaikan-kebaikan yang tidak ada batas nya.

Jadi, untuk Orang tua dan Guru yang ingin menerapkan playful learning, tidak perlu khawatir akan, bener gak ya yang saya lakukan? Belajar gak ya anak-anak?

Hal yang paling utama adalah enjoyment mereka. Saat mereka tidak lagi menikmati proses belajar nya, hanya saat itu lah kita bisa berkata yang kita lakukan adalah salah.

Satu hal lagi, kalo main nikmati lah, kalo gak nikmat berarti gak main itu! hahaha

Sumber:

Henricks, T. S. (2014). Play as Self-Realization: Toward a General Theory of Play. American Journal of Play, 6(2), 190-213.

Rodriguez, H. (2006). The playful and the serious: An approximation to Huizinga’s Homo Ludens. Game Studies, 6(1), 1604-7982.