Dari mempelajari games kita bisa belajar tentang belajar. Part 1.

 

Sering kali kita membahas tentang manfaat menggunakan games sebagai media pembelajaran, dan juga banyak yang ingin mendesain games nya sendiri untuk mengajar, atau bahkan sudah berhasil mendesain game sendiri.

Namun pembahasan yang sangat dasar ini juga sangat penting. Dari menelusuri apa sih sebenarnya sebuah game kita bisa mempelajari tentang “belajar” itu sendiri. Dan kenapa games bisa menjadi media yang efektif untuk belajar dan mengajar. 

Ludenara sering kali menggunakan 4 definisi di atas sebagai pondasi dari diskusi kita mengenai games dan pendidikan. Dari keempat definisi ini ada kesamaan yang sangat penting untuk dibahas, yaitu mengenai playful attitude and point of view, dan problem solving. Artikel ini akan membahas Playful Attitude.

Model dan teori seperti the differential emotions theory (Izard, 2007), the control value theory of achievement emotions (Pekrun, 2000), dan the integrated cognitive affective model of learning with multimedia (Plass & Kaplan, 2015), telah menjelaskan bahwa kondisi emosi dan kognisi sangatlah bergantung dan mempengaruhi efektivitas belajar. Dengan singkat kita mengerti bahwa, kondisi-kondisi emosi yang tidak stabil atau negatif menjadi sebuah hambatan belajar;

 

  • Sensitivitas Emosional. Pelajar yang sensitif secara emosional terkadang menjadi kewalahan dan kehilangan kendali atas emosi mereka.
  • Takut. Ini bisa berupa ketakutan akan Kritik dan Penghakiman, atau Ketakutan akan Kegagalan dan Ketakutan akan Penolakan. 
  • Malu. Pelajar dapat merasakan pekerjaan mereka tidak akan sebagus yang lain, karenanya jangan pernah mencoba untuk berhasil.
  • Demotivation. Kemauan atau motivasi pelajar untuk mempelajari sebuah hal tentu sangat berdampak pada hasil pembelajaran.

 

Dari sini lah kita bisa mengerti kenapa games sangat baik untuk belajar. Games adalah sebuah aktivitas yang playful seperti definisi oleh Schell.

Playfulness memunculkan emosi-emosi positif dan stabil, ini lah yang membantu kita untuk melewati tantangan emosional saat belajar. Di dalam konteks perkembangan anak, bermain membantu anak-anak meregulasi emosi (Vygotsky, 1987). Jadi bukan hanya saat bermain mereka mengalami emosi yang baik, tapi juga bermain adalah proses melatih mental yang sehat. Dari bermain anak-anak akan mendapatkan stabilitas emosional yang bermanfaat saat belajar. Selain itu, telah dibahas di artikel Ludenara, aktivitas playful telah terbukti sebagai terapi ampuh untuk memperbaiki emosi-emosi negatif dan kondisi mental lain yang buruk.

Sepertinya tidak ada tempat lain di luar bermain games dimana kita bisa gagal sesukanya tanpa malu!. Games menyediakan tempat dimana kegagalan bukan lah sesuatu yang di takuti tapi adalah sebuah norma nya, dimana setiap pemain akan gagal sebelum lanjut ke tantangan berikutnya. 

Ini juga kenapa teori-teori yang mendukung Game Based Learning telah menaruh kegagalan dalam tahta yang tinggi. Teori 4 Freedoms of Play dari MIT menjelaskan kenapa anak-anak harus dibebaskan untuk melakukan kesalahan, teori Magic Circle oleh New York University juga menjelaskan keunggulan games sebagai teknologi pendidikan untuk membuat tempat yang aman untuk gagal.

Definisi Bernard Suit juga sangat penting untuk di lihat, khusus nya di bagian voluntary. Di mana aktifitas game itu di lakukan saat orang tidak di paksa. Tanmpa paksaan in juga yang membuat pemain terus termotivasi untuk bermain dan tidak ragu akan kegagalan.

Terakhir adalah topik yang sangat di bangga kan oleh para advokat bermain dan Game Based Learning. Yaitu adalah keunggulan games sebagai alat memotivasi anak untuk belajar. Seperti peran games untuk membangun motivasi intrinsik pelajar (Dondlinger, 2007), membangun ketertarikan pada topik pelajaran, dimana ketertarikan ini lah yang akan mendorong anak untuk terus mempelajari topik itu (Miller et al. 2011), dan membangun orientasi tujuan belajar yang membangun motivasi adaptif (Midgley, Kaplan, & Middleton, 2001). Pembahasan mengenai teori motivasi dan games juga ada di artikel Ludenara ini

Baca juga part 2 nya ya! Kita akan tentang problem solving dan games!

Sumber:

Helena Petersen, Manfred Holodynski. (2020) Bewitched to Be Happy? The Impact of Pretend Play on Emotion Regulation of Expression in 3- to 6-Year-Olds. The Journal of Genetic Psychology 181:2-3, pages 111-126.

Feiyan Chen, Marilyn Fleer. (2016) A cultural-historical reading of how play is used in families as a tool for supporting children’s emotional development in everyday life. European Early Childhood Education Research Journal 24:2, pages 305-319.

Whitebread, D., 2012. The Importance Of Play. [online] University of Cambridge. Available at: <http://www.importanceofplay.eu/IMG/pdf/dr_david_whitebread_-_the_importance_of_play.pdf>.