Tragedy yang membangunkan kita akan bahayanya Play Deprivation

Picture by: towershooting.com

Pada tanggal 1 Agustus, 1966 Charles Whitman membawa senapan dan senjata lainnya ke dek observasi di atas menara Gedung Utama di Universitas Texas di Austin, lalu menembakan senapannya ke arah orang-orang di kampus dan jalan-jalan di sekitarnya. Selama 96 menit lamanya dia menembak dan membunuh 14 orang (termasuk anak yang belum lahir) dan melukai 31 lainnya. Satu korban terakhir meninggal pada tahun 2001 karena efek luka yang masih tersisa. Mungkin yang bisa kita anggap lebih tragis lagi terjadi di malam sebelumnya, ketika Whitman menusuk dan membunuh ibu kandung dan istrinya sendiri.

Tentunya tragedi seperti ini menjadi sebuah subjek penelitian para ekspert di saat itu, dan hingga saat ini. Tentunya setiap expert yang meneliti memiliki pandangan nya masing-masing mengenai apa penyebab tragedi ini, mengenai apa sebenarnya yang membuat Charles Whitman, seseorang yang taat peraturan hingga ikut membela negaranya ketika di marinir bisa melakukan hal tragis seperti ini. Namun ada sebuah penelitian yang bisa menjelaskan banyak hal.

Di saat itu gubernur Texas John Connally membentuk sebuah tim peneliti untuk mencari tahu semua tentang hal ini. Stuart Brown sebagai psychiatrist adalah salah satu peneliti yang ditunjuk, salah satu konklusi dari tim ini lah yang mengubah hidupnya, bahwa lebih dari faktor yang lain kurangnya unstructured play di masa kecil, adalah apa yang mengubahnya menjadi seorang pembunuh.

Brown telah mempelajari pembunuh massal lainnya di samping Whitman dan mengatakan dia telah menetapkan bahwa mereka juga tidak memiliki permainan yang sehat seperti rough and tumble play saat anak-anak. Bermain bukan satu-satunya hal yang hilang, kata Brown, tetapi itu adalah tema umum. Dia telah memeriksa sekitar 8.000 orang dan sejarah bermain mereka. Jika Whitman diizinkan bermain selama hidupnya, kata Brown, ia dapat mengembangkan fleksibilitas dan keterampilan sosial untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan tanpa beralih ke kekerasan.

Dari testimoni yang didapatkan oleh Brown bersama tim mereka tahu bahwa sang ayah sangat lah brutal, suka mendominasi dan sangat menuntut. Di masa kecil nya Whitman tidak diizinkan memiliki teman, dan anak-anak lain tidak diizinkan untuk mengunjungi rumahnya. Guru-gurunya ingat bahwa Whitman tidak tahu bagaimana bermain sebagai seorang anak. Dia akan meniru perilaku bermain anak-anak lain tetapi tampaknya tidak senang dengan mereka. Brown melihat seorang anak yang tidak pernah mengembangkan keterampilan sosial yang akan mempersiapkannya untuk mengatasi stres.

TEDGlobal March 12, 2009

Kasus ini dari penembakan di atas menara universitas, pembunuhan sang ibu kandung dan istri, hingga masa kecil yang sangat buruk memang sangat lah tragis. Mungkin ini semua akibat dari play deprivation adalah sebuah jawaban yang terlalu sederhana. Namun dengan banyak alasan seperti landasan teori dan penelitian yang telah dibahas di artikel sebelumnya, kita percaya paling tidak bermain bisa memitigasi perilaku anti sosial seperti ini.Kasus ini pula yang menginspirasi Stuart Brown untuk membangun the National Institute of Play.

 

Sumber

Taboada, M. B. (2018, September 26). How UT sniper Charles Whitman’s hatred inspired an Institute for Play. Retrieved from https://www.statesman.com/news/20160903/how-ut-sniper-charles-whitmans-hatred-inspired-an-institute-for-play

https://towershooting.com/