#ngobrolgame: Game Tahunan Bernama ‘Mudik’ yang Makin Asyik

“Mas katanya sampeyan game designer, kenapa gak bikin game tentang mudik? khan seru!” Tanya seorang kerabat yang kebetulan mampir ke rumah lebaran kemarin.

“Bukan ndak mau, tapi lha wong mudik emang pada dasarnya sebuah game kok! Bedanya, tahun ini game designer-nya agak mikir. Makanya lumayan bisa kita nikmati!” jawab saya sambil nyemil rendang dan opor tanpa nasi – tapi pakai ketupat pastinya.

“Mudik kok game? Gimana ceritanya?” Tanyanya lagi entah memang penasaran atau cuma cari alasan agar bisa duduk lebih lama menikmati hidangan lebaran.

“Gini lo kangmas, kita bisa melihat fenomena mudik sebagai sebuah game. Dalam konteks game, maka pemerintah berperan sebagai game designer dan kita (masyarakat) berperan sebagai pemain. Setiap game setidaknya memiliki 2 komponen utama: objektif dan gameplay. Objektif dari tiap pemain umumnya adalah tiba di tujuan dengan selamat dalam waktu tempuh yang wajar. Gameplay dari game ‘mudik’ ini adalah berbagai kombinasi pilihan yang dimiliki oleh pemain, diantaranya: pilihan rute, pilihan moda transportasi, dan pilihan waktu perjalanan,” jawab saya.
Pemudik melintasi tol fungsional Salatiga-Solo. (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

“Setiap pilihan (yang kita miliki) adalah konsekuensi dari berbagai ‘(game) mechanics’ yang telah disiapkan. Pengembangan infrastruktur, peraturan cuti bersama, berbagai operasi/pengaturan lalu lintas, adalah beberapa contoh ‘mechanics’ yang disiapkan sehingga kita memiliki berbagai pilihan tersebut di atas. Karena mudik memiliki objektif dan gameplay, mudik pada dasarnya bisa kita lihat sebagai sebuah game!” Lanjut saya jawab panjang lebar sekalian menunggu waktu yang tepat untuk mengambil porsi makanan utama – setelah cemilan pembuka opor dan rendang tidak lagi bersisa.

“Kalo emang mudik ini sebuah game, terus siapa yang menang?” Tanyanya lagi sambil mendahului saya mengambil sepotong rendang terakhir yang ada di meja.

“Gak semua game itu soal menang kalah. Seorang game designer yang baik akan fokus mendesain sebuah game yang memberikan kesempatan bagi setiap pemain untuk bisa mencapai objektifnya seoptimal mungkin, dengan memperhatikan berbagai batasan yang ada tentunya. Secara umum mudik tahun ini kita diberi pilihan rute yang lebih menarik, pilihan moda transportasi yang lebih baik, dan pilihan waktu yang lebih banyak. Bukan cuma itu, berbagai pengaturan lalu lintas, fasilitas pendukung juga disiapkan untuk memastikan game ‘mudik’ kita menyenangkan. Hasilnya data kecelakaan menurun drastis dan waktu tempuh rata-rata juga jauh lebih baik. Ini sebuah tanda bahwa pemerintah sebagai game designer ‘mudik’ tahun ini sepertinya telah jauh lebih paham bagaimana mendesain game dengan baik. Kita tidak menutup mata, kecelakaan masih terjadi. Budaya tertib lalu lintas kita yang masih rendah, kendaraan yang tidak layak jalan, dan waktu istirahat pengemudi yang kurang menjadi beberapa faktor penyebabnya. Di tahun mendatang, kita bisa menerapkan konsep game (gamification) untuk memotivasi tiap pemudik agar lebih memperhatikan berbagai hal tersebut. Saya optimis bahwa dengan menerapkan konsep game (gamification) yang tepat kita bisa menekan jumlah kecelakaan secara lebih signifikan,” jawab saya sambil menyesali diri karena kurang cepat mengambil potongan rendang terakhir.

“Iya, bener mas. Mudik sekarang lebih menyenangkan. Tapi kok masih aja ada yang sebar-sebar hoaks jalan miring 50 derajat dan nyinyir macem-macem ya mas?” Tanyanya lagi.

Setelah menghela napas mengiklaskan potongan rendang yang tidak berhasil saya dapatkan, saya coba menjawab: “Ketika mendesain sebuah game, kita harus memahami berbagai tipe pemain yang mungkin terlibat. Prof. Richard Bartle* — seorang game researcher dari Essex University Inggris — membagi pemain ke dalam 4 type utama:

1. Explorer, pemain yang suka mengeksplorasi. Sambil mudik biasanya suka cari spot-spot yang instagramable.

2.
Achiever, pemain yang suka jadi yang paling depan, paling banyak bawa oleh-oleh, paling keren. Contohnya mereka yang tiap mudik bawa motor baru, mobil baru, pacar atau bahkan istri baru.

3.
Socializer, yang tiap mudik sukanya rame-rame, sambil mampir-mampir silaturahmi. Gak penting sampai-nya cepet atau lama, selama di jalan punya banyak temen ngobrol dan cerita mereka happy.

4.
Killer atau Disruptor, type pemain yang sukanya cuma menggangu yang lain. Tipe ini yang kemungkinan besar berpartisipasi menyebar hoaks dan nyinyir macem-macem selama mudik kemarin. Mudik didesain untuk semua tipe pemain tersebut. Jadi jangan heran klo memang ada yang sebar-sebar hoaks dan nyinyir segala hal.”

Ilustrasi arus mudik di stasiun KA

Ilustrasi arus mudik di stasiun KA (Foto: Hafidz Mubarak A./ANTARA)

“Oooo gitu ya! Ternyata pemahaman tentang game (design) itu bisa diimplementasikan konteks mudik juga ya! Keren mas! Kalau soal pilkada dan pilpres bagaimana mas?” Tanyanya lagi tampak serius penasaran.

“Ya bisa banget, bahkan kalo mau kita bisa implementasikan game untuk memotivasi swing voters lebih efektif! Tapi itu nanti aja kita obrolin lagi!” Jawab saya mengakhiri obrolan setelah melihat Bibi me-refill mangkuk rendang di meja.

***

* Richard Bartle adalah seorang profesor, computer scientist, dan game researcher dari Essex University Inggris. Pada tahun 1978 ia bersama rekannya mengembangkan sebuah sebuah (online) text-based multi-player role-playing game yang kemudian dikenal dengan nama MUD (Multi-User Dungeon). MUD kemudian menginspirasi pengembangan berbagai bentuk online role playing game yang kita kenal saat ini. Penelitiannya terkait berbagai tipe pemain MUD dikenal sebagat Bartle Taxonomi dan menjadi salah satu rujukan utama untuk memahami tipe-tipe pemain.

Gambar Ilustrasi: Alexandra (via Pixabay) didistribusikan di bawah lisensi Creative Commons. Visual Bartle Taxonomy: Wikipedia.org

Eko Nugroho (Founder Ludenara)
Sumber: Kumparan

[pt_view id=”2fc6e77ov3″]