Setiap orang pasti setuju kita harus menyiapkan anak kita untuk masa depan. Tapi sebelum kita tahu harus mengajari dan melatih mereka apa tentu kita harus mencoba melihat masa depan mereka meskipun sulit.
Saat kita berkontemplasi akan dunia mereka nanti seperti nya sangat banyak yang harus disiapkan. Khusus nya jika kita lihat pesat nya perkembangan teknologi.
Yang mungkin menggantikan kita tidak tahu sepenuhnya konsekuensi negatif dari teknologi ini, seperti sekarang dengan algoritma yang kuat YouTube, Instagram, Tick Tock dan kawan-kawa sangat pandai dalam memancing emosi kita hingga perhatian kita sepenuh nya ada dalam cengkraman media itu.
Bukan hanya memanipulasi individu. 15 tahun yang lalu saja Facebook belum ada, dan sekarang platform ini bisa digunakan untuk memanipulasi masyarakat secara luas dan mengacaukan proses demokrasi negara-negara seluruh dunia.
Seperti apa masa depan anak-anak kita nanti? Bagaimana mereka bisa menggunakan teknologi-teknologi ini tanpa merusak mental dan hubungan sosial mereka?
Tentu salah satu jawaban yang sudah dibahas di artikel kita sebelum nya anak-anak kita butuh intrapersonal intelligence. Selain itu ada bagian dari intrapersonal intelligence ini yang sangat dibutuhkan, yaitu Emotional Intelligence. Kemampuan memanage emosi kita.
Ada satu perspektif yang sangat menarik dari Yuval N. Harari, ada quote yang menarik dari interview mengenai masa depan.
“We will have these huge changes by 2025—but then we’ll have even bigger changes in 2035, and even bigger changes in 2045, and people who have to repeatedly re-adjust to these things.”
Menurut nya karena dunia yang akan terus berubah, investasi paling penting bagi setiap individu adalah emotional intelligence dan keseimbangan mental karena tantangan-tantangan yang paling sulit untuk dihadapi adalah tantangan psikologis.
Bukan hanya dari berhubungan dengan algoritma yang memanipulasi emosi kita, tapi juga karena lapangan kerja kita yang akan terus berubah dan membutuhkan pekerja-pekerja yang sanggup beradaptasi dengan cepat. Jika kita tidak memiliki keseimbangan emosi tentu sangat sulit untuk menghadapi perubahan.
Sebenarnya tidak perlu kita mendengarkan expert. Dari mengintrospeksi diri kita sendiri pasti kita memahami bahwa dari hari ke hari keseimbangan emosi sangat lah penting. Ini ditambah dengan permainan emosi kita oleh algoritma tentu semakin penting.
Sayangnya masih banyak generasi muda yang tidak memiliki emotional balance sehingga banyak yang kecanduan gadget dan ada juga yang jatuh depresi.
Namun jika kita perhatikan, tidak semua anak mengalami ini. Beberapa diantara mereka yang sangat pandai mengontrol pikiran dan emosi sanggup menggunakan teknologi-teknologi tanpa mengalami.
Ada buku yang sangat jelas menunjukan fenomena ini. Penulis buku The Coddling of The American Mind, Greg Lukianoff dan Jonathan Haidt menujukan dampak negatif yang terjadi ketika anak-anak tidak diberikan free play yang cukup. Anak-anak ini memiliki mental yang rapuh, mereka sangat tidak sanggup menghadapi masalah dan sering kali mengandalkan orang tua untuk menyelesaikan masalah mereka.
Ini lah mengapa kita harus mendorong anank-anak kita untuk bermain offline! Mereka yang bersosialisasi dengan baik, memiliki waktu bermain dan mengeksplor emosi, pikiran, dan mental mereka dari menang, kalah dan semua yang dialami dalam permainan tentu menjadi individu yang lebih tangguh.
Anak-anak yang bermain bersama teman-temannya selalu berkomunikasi, mengekspresikan diri dan saling mengenal. Saat bermain mereka juga harus memperhatikan orang lain, sehingga egosentrisme anak-anak berkurang dengan sehat.
Apa lagi saat menang dan kalah. Dari bermain yang ada menang kalah nya mereka mau tidak mau belajar memanage emosi-emosi negatif saat kalah, dan tentu juga mengontrol emosi positif saat menang agar tidak terlihat sombong.
Kenyataan nya Emotional Intelligence dan aktivitas bermain berkembang secara bersamaan. Semakin manusia berkembang semakin kompleks permainan yang dimainkan, semakin berkembang juga Emotional Intelligence kita (Hohlbein, 2015).
Tentu proses bermain ini bisa ditambahkan dengan proses introspeksi hingga kecerdasan emosi dan intrapersonal ini akan semakin mendalam. Yuval N. Harari pun merekomendasikan hal ini untuk orang dewasa.
Saat di interview ini Harari ditanyakan, karena masa depan membutuhkan flexibilats mental yang tinggi apa yang harus kita lakukan agar bisa mendapatkan ini?
Menurut nya kita harus melakukan aktifitas-aktifitas yang kita sukai, namun jangan hanya gunakan aktifitas ini sebagai hobi sampingan. Tapi gunakan aktifitas ini untuk mengenali diri kita sendiri lebih dalam.
Karena menurut Harari
“The better you know yourself, the more protected you are from all these algorithms trying to manipulate you.”
Sumber:Hohlbein, Patricia J., “The power of play in developing emotional intelligence impacting leadership success: a study of the leadership team in a Midwest private, liberal arts university” (2015). Theses and Dissertations. 595. https://digitalcommons.pepperdine.edu/etd/595