Sekarang setiap orang pasti setuju, bahwa kualitas edukasi Indonesia amat sangat harus tingkatkan. Ini salah satu alasan kenapa organisasi Ludenara dibentuk. Organisasi ini ingin melihatkan sisi bermain yang kadang terlewat sama masyarakat luas, bahwa bermain sangat penting untuk perkembangan anak secara holistic, dari tubuh, otak, mental, dan faktor-faktor lain nya yang bisa membantu setiap anak meraih potensi terbaik mereka.
Lalu bagaimana bermain, atau game based learning bisa meningkatkan kualitas edukasi Indonesia? Untuk ini ada lima landasan utama,bagaimana efektifitas dari setiap sesi pembelajaran bisa meningkat melalui game based learning.
Hal pertama yang penting untuk belajar dengan efektif adalah tingkat motivasi murid untuk belajar, karena motivasi adalah aspek kunci dari pembelajaran yang efektif (Garris et al.,2002) Sederhana nya belajar harus gembira dulu. Untuk meningkatkan aspek ini gim sangat lah cocok, fitur-fitur dari gim mendorong motivasi intrinsik, dan meningkatkan ketertarikan siswa kepada topik pembelajaran (Druckman, 95).
Bukti ilmiah telah mendemonstrasikan bahwa gim menambahkan motivasi untuk belajar topik-topik akademis dan non-akademis seperti matematika (Kebritch et al., 2010), sains (Toprac, 2011), bahasa (Hainey et al., 2011), sejarah (Squire, 2004), software engineering (Papastergiou, 2009) melatih mahasiswa kedokteran (Roubidoux et al., 2002), meningkatkan kesadaran akan isu sensitif (Klopfer, 2008), atau makanan sehat (Serrano 2004). Motivasi ini juga berkelanjutan, sehingga siswa-siswi mau mengerjakan soal-soal lebih banyak (Lee et al., 2004) dan lebih semangat untuk mendalami topik itu.
Landasan kedua adalah pengembangan siswa-siswi terlepas dari materi akademis. Game based learning memiliki banyak manfaat dalam mengasah keterampilan yang mereka butuhkan untuk masa depan (antara lain adalah: kreativitas, kolaborasi,berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berempati, kegigihan, inisiatif dan lain-lain). World Economic Forum merincikan keterampilan-keterampilan ini sebagai 21st Century Skills, di dalam laporan ini World Economic Forum juga merekomendasikan game based learning sebagai cara paling baik untuk mengembangkan dan mengajarkan keterampilan-keterampilan ini.
Ketiga mengenai kesuksesan akademis siswa-siswi. Bila kita memang sangat peduli akan kesuksesan akademis anak, kita harus melihat dua faktor, yaitu kemampuan komunikasi mereka, dan juga kemampuan untuk meregulasi diri sendiri secara emosi, dan proses berpikir. Karena jika digabungkan faktor-faktor ini adalah indikator terbaik untuk memprediksi kesuksesan akademis dan kesejahteraan emosi (Whitebeard, 2011). Dan yang paling krusial untuk mengembangkan dua hal ini adalah bermain (Vygotsky, 1987).
Landasan keempat mencangkupi salah satu tujuan edukasi yang sangat penting, yaitu membentuk karakter yang moral. Menggunakan games mengajarkan karakter moral yang dasar yaitu Anak-anak belajar mengikuti peraturan. Tapi tidak sebatas itu aktifitas bermain sendiri merupakan cara Anak-anak membentuk karakter yang moral secara natural.
Menurut father of developmental psychology, Jean Piaget karakter moral anak pada dasarnya terbentuk saat mereka bermain. Ketika bermain anak-anak belajar benar dan salah (moral dan immoral), dari melakukan sesuatu immoral mereka melihat reaksi negatif dari teman-teman nya, sebaliknya melakukan ketika melakukan hal moral mereka mendapatkan feedback positif seperti di ajak main lagi. Selain itu mereka belajar mengikuti peraturan, menyadari mengapa peraturan itu terbentuk, dan konsekuensi dari melanggar peraturan. Level
setelah itu adalah saat mereka bisa membentuk peraturan-peraturan sendiri saat bermain untuk memastikan setiap anak bisa bermain dengan adil. Hal ini tidak hanya berlandasan teori. Cambridge Journal of Education mempublish penelitian, yang menunjukan bahwa bermain mengembangkan empati dan perilaku prososial. Hal ini sangat penting jika kita melihat bahwa menurut teori kognitif sosial kita belajar lebih efektif jika bersama kelompok yang kondusif.
Selain sangat baik untuk siswa-siswi, berlatih menggunakan game based learning meningkatkan kompetensi guru ini lah landasan ke-lima. Penelitian dari Finnish Institute for Educational Research menemukan empat kompetensi Guru yang terlatih saat menggunakan pendekatan game based learning yaitu; pedagogis, teknologi, kolaboratif dan kreatif. Hasilnya berlaku untuk mengembangkan pendidikan guru, karena kompetensi guru dalam penggunaan game based learning akan terintegrasi dengan pengetahuan profesional, dan portofolio keterampilan guru.
Sumber:
Felicia, P. (2011). What evidence is there that digital games can contribute to increasing students ‘ motivation to learn ?
Schunk, D. H. (2020). Learning theories: an educational perspective. Hoboken, NJ: Pearson.
Waite, S., & Rees, S. (2013). Practising empathy: enacting alternative perspectives through imaginative play. Cambridge Journal of Education, 44(1), 1–18. doi: 10.1080/0305764x.2013.811218
Nousiainen, T., Kangas, M., Rikala, J., & Vesisenaho, M. (2018). Teacher competencies in game-based pedagogy. Teaching and Teacher Education, 74, 85–97. doi: 10.1016/j.tate.2018.04.012
Freitas, S. D., Dunwell, I., & Rebolledo-Mendez, G. (n.d.). Learning as Immersive Experience. Teaching and Learning in 3D Immersive Worlds, 5. doi: 10.4018/978-1-60960-517-9.ch002
Druckman, D. (1995). The educational effectiveness of interactive games. In D. Crookall, & K. Arai (Eds.), Simulation and gaming across disciplines and cultures: ISAGA at a watershed (pp. 178-187). New York: SAGE Publications.
World Economic Forum. (2015). New vision for education: unlocking the potential of technology. Geneva, Switzerland.