Cara mendorong interaksi murid untuk proses belajar yang bermakna

Pembelajaran tidak akan bisa terjadi tanpa interaksi, mau itu interaksi antar murid,interaksi antar murid dengan materi atau guru, ke-tiga macam interaksi ini dibutuhkan. Di artikel Ludenara sebelumnya kita membahas tentang interaksi antara murid, dan bagaimana kita harus menyediakan tipe interaksi ini lebih banyak lagi karena pentingnya untuk prestasi pendidikan mereka.

Salah satu alasan mengapa interaksi ini bisa sangat bermanfaat adalah unsur playfulness yang sering kali muncul ketika interaksi natar murid terjadi. Playfulness ini jika terjadi di ke-dua macam interaksi yang lain juga bisa meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang terjadi.

Nah, selain playfulness ini ada beberapa macam hal yang bisa kita rancang agar interaksi lebih baik dan memberikan hasil pembelajaran yang lebih bermanfaat.

Memberi struktur interaksi dengan Goals

Ada 3 macam goals yang bisa dirancang dalam proses pembelajaran; kompetitif, kooperatif, individual.

Setiap macam gol akan ada di sebuah kelas yang ideal, dimana murid bisa belajar bekerjasama, berkompetisi dengan senang hati, dan memiliki tujuan pembelajaran sendiri yang tidak berhubungan dengan teman-teman nya. Setiap macam gol akan memberikan pola interaksi yang berbeda, dan memberikan hasil yang berbeda juga.

Dari melihat meta analisis yang membandingkan hasil pembelajaran antar ke-3 macam goals ini ternyata memang terlihat bahwa kooperatif memberikan hasil yang lebih baik, dari segi usaha setiap murid, produktivitas dan prestasi akademik (Johnson, et al,. 1981). 

Gol-gol kooperatif mendorong komunikasi efektif, pertukaran informasi dan ide, menambahkan tingkat kepercayaan antar murid, mengurangi rasa takut akan kegagalan, mendorong murid untuk saling belajar di antar mereka. Secara keseluruhan hubungan antar murid lebih positif, mereka leibh peduli dan saling menolong.

Mengelola konflik

Dalam proses pembelajaran pasti akan ada ide dan opini siswa-siswi yang saling bentrok. Konflik ini bisa menjadi kekuatan konstruktif atau destruktif tergantung bagaimana konflik ini dikelola. Ketika konflik antar murid dikelola dengan baik ini bisa menjadi pengalaman pembelajaran yang baik untuk mereka. 

Dalam penelitian mengenai interaksi antar murid Johnson juga menemukan beberapa kondisi-kondisi yang dibutuhkan agar konflik  bisa menjadi konstruktif;

  1. Konflik lebih mudah menjadi konstruktif saat terjadi di dalam konteks kooperatif. Saat mereka bekerja sama kedua pihak yang bentrok memiliki tujuan yang sama, selain itu informasi akan lebih akurat dan utuh dan komunikasi akan lebih akurat. Iklim lingkungan belajar seperti ini memungkinkan konflik menjadi sangat konstruktif.
  2. Segala informasi mengenai tema perdebatan harus jelas dan mudah di akses. Dengan kejelasan informasi semakin banyak kesempatan agar diskusi bisa menghasilkan konklusi-konklusi yang bisa disetujui bersama. Jika informasi tidak tersedia tentu banyak potensi konflik yang sia-sia.
  3. Kemampuan melihat perspektif yang berbeda-beda. Konflik akan teresolusi saat setiap pihak mendapatkan hasil, konklusi, perspektif, atau ide yang tersintesis dari tesis, dan antitesis. Untuk mempercepat proses ini setiap pihak bisa diminta untuk melakukan “steelmanning” dimana setiap pihak menyimpulkan perspektif, atau ide seakurat, dan sebagus mungkin. Dengan itu diskusi akan cepat berprogres. 

 

Jika kita ingin menerapkan semua ini dengan mudah, maka kita usulkan Game-based learning. Karena dengan game-based learning goals pembelajaran telah terstruktur dalam setiap game. Dengan menggunakan game-game kooperatif kita juga tetap bisa mendorong interaksi kompetitif yang sehat dengan cara mengadukan setiap kelompok murid. Game-based learning juga memudahkan kita untuk mengelola konflik karena setiap game telah memberikan struktur agar bisa menampung konflik.

Nah Ludenara punya banyak informasi, dan materi gratis Game-based learning di link ini http://ludenara.org/belajarasik/

Silahkan diakses kapan saja, dan dimana saja pasti banyak yang bisa di pelajari di sini.

Sumber:

Johnson, D. W. (1981). Student-student interaction: The neglected variable in education. Educational researcher, 10(1), 5-10.in