Pro dan Kontra Kurikulum Merdeka Belajar: Pembaruan yang Bikin Semangat atau Bikin Pusing?

Photo by Canva

Kurikulum Merdeka Belajar sudah jadi topik hangat di dunia pendidikan Indonesia! Ada yang bilang ini langkah maju buat pendidikan kita, tapi nggak sedikit juga yang merasa tantangannya berat banget.

Yuk, kita bahas seru-seruan soal apa aja sih kelebihan dan kekurangan kurikulum yang katanya bikin siswa lebih mandiri ini! Oh ya, jangan khawatir, ini bukan cuma pendapat doang, tapi hasil dari kajian akademis, lho!

Kelebihan Kurikulum Merdeka Belajar

  • Peningkatan Lingkungan Belajar

Salah satu hal keren dari kurikulum Merdeka Belajar adalah suasana kelas jadi lebih hidup! Berkat metode pembelajaran berbasis proyek dan penggunaan teknologi digital, siswa jadi lebih aktif.

Udah banyak penelitian yang nunjukin kalau metode ini nggak cuma ningkatin prestasi akademis, tapi juga ngasah keterampilan penting seperti komunikasi dan kerja sama [1] [2]. Jadi, belajar nggak cuma buat nilai, tapi juga buat kehidupan nyata!

  • Siswa Lebih Terlibat

Siapa bilang siswa cuma duduk diam di kelas? Dengan Merdeka Belajar, siswa diajak buat ambil peran lebih besar dalam proses belajarnya. Artinya, mereka bisa lebih mandiri dan aktif terlibat dalam kegiatan belajar.

Banyak sekolah yang fokus ke pembelajaran berbasis proyek melaporkan kalau tingkat motivasi dan partisipasi siswa meningkat [1] [3]. Siswa lebih semangat belajar, dan suasana kelas pun makin asyik.

  • Siap Hadapi Dunia Kerja

Kurikulum Merdeka Belajar juga punya misi jangka panjang: bikin siswa siap menghadapi dunia kerja yang serba cepat dan berubah. Dengan fokus ke keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, siswa nggak cuma jago hafalan, tapi juga siap menghadapi tantangan dunia nyata [1] [4]. Jadi, bukan cuma soal lulus ujian, tapi juga siap bersaing di pasar kerja yang makin kompetitif.

Tantangan yang Harus Diatasi

  • Kesenjangan Digital

Nah, ini dia masalah yang sering muncul: nggak semua sekolah punya akses teknologi yang memadai. Di kota besar, mungkin penggunaan teknologi dalam pembelajaran udah jadi hal biasa.

Tapi di daerah-daerah terpencil, banyak sekolah yang masih kesulitan [1] [3]. Kesenjangan ini bikin implementasi Merdeka Belajar nggak bisa berjalan optimal di seluruh Indonesia.

  • Kesiapan Guru yang Beragam

Guru adalah ujung tombak dari kesuksesan kurikulum ini. Tapi faktanya, nggak semua guru siap menggunakan teknologi dan metode baru ini. Beberapa guru butuh lebih banyak pelatihan dan dukungan biar bisa menerapkan Merdeka Belajar dengan efektif [1] [5].

Jadi, program pelatihan berkelanjutan sangat diperlukan biar semua guru bisa menyusul dan nggak tertinggal sama perkembangan kurikulum.

  • Masalah Penilaian

Siswa banyak yang bingung dengan sistem penilaian di kurikulum baru ini. Kurikulum yang mengutamakan kemandirian siswa ternyata butuh metode penilaian yang juga lebih jelas dan mendukung perkembangan mereka [1] [5].

Nah, masih banyak ruang buat perbaikan di aspek ini. Kalau penilaian lebih jelas, siswa bisa lebih paham di mana mereka perlu memperbaiki diri.

Sumber:

[1] Haq, H. (2024). Evaluation of the Implementation of the Merdeka Belajar Curriculum in Secondary Schools in the Digital Era. International Journal of Post Axial: Futuristic Teaching and Learning, 215-228.

[2] Nadeak, B. (2023). Evaluation of merdeka belajar program of the kampus merdeka. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia). 9 (2), 615-623.

[3] Susanti, N., Salam, R., Setyowati, R. D. E., Simbolon, B. R., Sukomardojo, T., Alhamda, S., … & Prasetyo, D. (2023). The Evaluation of “Merdeka Belajar-Kampus Merdeka” Program: A Breakthrough or a Wrong Way. Al-Ishlah: Jurnal Pendidikan, 15(1), 882-892.

[4] Salma, P., Fitriani, R., & Azizah, S. N. (2023). An analysis of the effectiveness of merdeka curriculum implementation in primary schools. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 11(2).

[5] Milwan, M., Suharno, S., & Prasetyo, D. (2024). Evaluation the Merdeka Belajar Kampus Merdeka Programme in Indonesia:: Sustainability and Challenges. International Journal of Multidisciplinary Sciences, 2(3), 234-246.