Bermain bisa membangun Indonesia menjadi negara yang lebih hebat dari Amerika!

Hal apa yang paling penting untuk memastikan Indonesia akan lebih baik di masa depan, dan terus berkembang?

Mungkin banyak nya faktor yang harus dipedulikan untuk menjawab pertanyaan ini terlalu banyak sehingga impossible untuk dijawab. 

Namun, bagaimana kalau jawaban ini ber… ma… in…? Lebih tepatnya lagi, lebih banyaknya keluarga yang memiliki kualitas bermain yang baik!

Apakah ini jawaban terlalu, idealis? Tidak masuk akal? Bahkan gila?

Untuk memastikan argumentasi ini tidak abal-abal, ini akan menjadi argumentasi statistika. Lebih tepat nya lagi, kita bisa lihat negara yang sangat maju Amerika, memiliki banyak masalah yang kita punya solusi nya!

Sekarang kita mulai dari individu, sederhananya semakin banyak individu-individu di masa depan yang bermanfaat bagi bangsa, semakin baik bangsa itu jadinya.

 

Kutipan di topik ini yang sangat dahsyat dan selalu teringat adalah dari Bung Karno

Lalu bagaimana kita bisa memastikan seorang individu, akan tumbuh menjadi seseorang yang berkontribusi positif kepada negara?

Disinilah argumentasi menjadi statistik semata.

Hal yang memberikan kemungkinan tertinggi untuk seorang anak tumbuh menjadi individu yang produktif adalah; keluarga yang stabil.

Berikut adalah penelitian-penelitian yang membandingkan keluarga yang stabil dan yang tidak. Setiap penelitian memiliki definisi keluarga fragile yang sedikit berbeda.

Tapi kurang lebih keluarga fragile adalah keluarga yang pernah mengalami perceraian, atau salah satu dari orangtua tidak ada atau sering tidak ada.

 

Pertama adalah edukasi.

Princeton University meneliti 20 kota besar di A.S. Mereka menemukan bahwa dari 5,000 keluarga. Anak-anak yang tinggal bersama keluarga tidak stabil 2 kali lebih mungkin untuk tidak tamat pendidikan SMA nya.

Di penelitian yang melihat tingkat prestasi anak di sekolah, mereka melihat bahwa anak yang dari keluarga stabil memiliki nilai yang jauh lebih tinggi secara rata-rata.

Dari segi kesehatan mental lebih menggawatkanlagi.

Michigan State University menemukan 75% anak remaja yang melakukan pembunuhan datang dari rumah tanpa ayah.

Data dari The Centers for Disease Control menunjukan bahwa 85% anak yang memiliki gangguan perilaku juga tidak memiliki seorang ayah di rumahnya.

Mereka yang tanpa ayah di rumah 2 kali lebih mungkin untuk mencabut nyawanya sendiri, dan 10 kali lebih mungkin untuk menjadi pecandu narkoba, dan alkohol menurut U.S. Department of Health and Human Services.

 

Lalu bagaimana dengan ekonomi? Tentu ini hal yang sangat sering digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah bangsa.

Data dari U.S. Census Bureau menemukan 7% dari anak miskin memiliki keluarga yang utuh, sementara 40% tidak memiliki ayah dan 22% tidak memiliki ibu.

Untuk ekonomi jangka panjangnya National Longitudinal Survey of Youth menunjukan bahwa di umur 40 individu yang berasal dari keluarga yang stabil memiliki pendapatan yang lebih tinggi, dengan 14 persentil perbedaan

Sekarang dari sini kita lihat bahwa secara statistik, memang jauh lebih mungkin anak mencapai kesuksesan jika memiliki keluarga yang stabil. Sungguh ini yang kekurangan di Indonesia, menurut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa Indonesia dikenal sebagai fatherless country dimana kita menduduki peringkat 3 tertinggi untuk negara yang memiliki jumlah rumah tangga tanpa ayah.

Lalu apa peran bermain dalam membuat keluarga yang kokoh, kondusif, dan bahagia?

 

Untuk ini ada riset yang datang dari negeri kita sendiri.

Penelitian Dari Universitas indonesia mengajak lebih dari 300 orang tua dari Jakarta, Surabaya, Makasar, dan Medan untuk bermain bersama anak nya di playground yang tersedia di kota mereka masing-masing.

Selama 2 minggu mereka menghabiskan 1,5-2 jam sehari bermain dengan anak mereka dengan umur 1-5 tahun.

Data mereka akan persepsi kebahagiaan dan kepuasan berkeluarga di ambil sebelum dan sesudah intervensi.

 

Dan hasilnya bukan hanya kebahagiaan secara individu naik tapi juga hubungan antara orang tua dan anak, frekuensi mereka menikmati menghabiskan waktu bersama anak juga naik.

Secara menyeluruh mereka menikmati hubungan mereka dengan anak semakin positif, mereka lebih sering menunjukkan afeksi, merasa koneksi lebih kuat dan merasa mereka bisa menjadi tim yang solid.

Dari data ini kita bisa melihat bahwa hanya dengan bermain 2 jam setiap hari bersama keluarga dampaknya sangat signifikan.

Nah sekarang kesimpulan bahwa, yang terbaik untuk Indonesia di masa depan adalah keluarga yang rutin bermain bukanlah sebuah khayalan tanpa pondasi.

Ayo semua kita bermain untuk Indonesia!

Sumber:

Bardosono, Saptawati & Sekartini, Rini & Chandra, Dian & Wibowo, Yulianti & Basrowi, Ray. (2017). Bonding Development between Parents and Children through Playing Together to Improve Family Happiness. World Nutrition Journal. 1. 41. 10.25220/WNJ.V01i1.0009.

Robert Lerman, “The Impact of the Changing US Family Structure on Child Poverty and Income Inequality,” Economica 63, no. 250 (1996): 119–139; Adam Thomas and Isabel Sawhill, “For Love and Money? The Impact of Family Str