Maria Montessori dan Ki Hajar Dewantara: Jejak Inspirasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional yang meletakkan fondasi sistem pendidikan berbasis kebudayaan dan kemerdekaan belajar. Namun, tahukah Anda bahwa pemikiran revolusionernya turut dipengaruhi oleh seorang tokoh pendidikan dari Italia, Dr. Maria Montessori? Artikel ini menelusuri bagaimana metode Montessori menginspirasi Ki Hajar Dewantara dan relevansinya bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia.

Maria Montessori: Pelopor Pendidikan Berpusat pada Anak

Maria Montessori (1870–1952) adalah seorang dokter dan pendidik Italia yang mengembangkan metode pembelajaran inovatif bagi anak-anak, terutama mereka yang berkebutuhan khusus. Melalui Casa dei Bambini (Rumah Anak) yang didirikannya di Roma pada 1907, Montessori menekankan prinsip:

  • Kebebasan memilih aktivitas dalam lingkungan terstruktur.

  • Pembelajaran praktik kehidupan sehari-hari (seperti merawat diri dan lingkungan).

  • Peran guru sebagai fasilitator, bukan pengendali.

Montessori percaya bahwa anak-anak memiliki “pikiran menyerap” (absorbent mind) yang mampu belajar secara mandiri melalui interaksi dengan alat-alat edukatif dan alam.

Ki Hajar Dewantara: Adaptasi Pemikiran Montessori dalam Konteks Indonesia

Selama pengasingannya di Belanda (1913–1919), Ki Hajar Dewantara mempelajari metode Montessori dan Froebel. Ia kemudian mengadaptasi gagasan-gagasan tersebut dengan kearifan lokal Indonesia saat mendirikan Taman Indria (1922), sekolah PAUD pertama berbasis budaya Jawa. Beberapa kesamaan prinsip keduanya:

  1. Pembelajaran Mandiri: Montessori menekankan kebebasan anak memilih materi, sementara Ki Hajar menggunakan sistem among (tut wuri handayani) yang memberi ruang bagi anak untuk bereksplorasi.

  2. Pendidikan Holistik: Montessori fokus pada keterampilan hidup, sedangkan Ki Hajar mengintegrasikan aspek cipta, rasa, karsa (kognitif, emosional, dan volisi) melalui seni dan budaya.

  3. Lingkungan Belajar: Keduanya menekankan pentingnya alam dan alat peraga nyata.

Namun, Ki Hajar Dewantara menambahkan dimensi tri sentra pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) yang tidak ditemukan dalam konsep Montessori.

Warisan yang Masih Relevan

Hingga kini, jejak pemikiran kedua tokoh tetap hidup:

  • Sekolah Montessori di Indonesia (contoh: Yogyakarta Montessori Middle School) menerapkan kebebasan belajar berbasis minat anak.

  • Taman Siswa dan PAUD berbasis budaya Nusantara mengadopsi semangat merdeka belajar ala Ki Hajar Dewantara.

Kesimpulan

Maria Montessori dan Ki Hajar Dewantara sama-sama meyakini bahwa pendidikan harus menghormati kodrat anak sebagai subjek aktif. Perbedaan latar budaya tidak menghalangi Ki Hajar untuk menyaring nilai universal dari metode Montessori, lalu mengolahnya menjadi sistem pendidikan yang khas Indonesia. Kolaborasi pemikiran ini menjadi bukti bahwa inovasi pendidikan lahir dari dialog antarperadaban.

Tertarik mendalami pendidikan alternatif?
Kunjungi program Ludenara di [tautan website] untuk pelatihan guru dan pengembangan kurikulum PAUD berbasis metode Montessori dan Ki Hajar Dewantara!


Referensi:

  • Jurnal PAUDIA (2020). “Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori tentang PAUD”.

  • Setyowahyudi, R. (2020). Analisis Komparatif Pemikiran Pendidikan Anak Usia Dini.