Mengajarkan Analytical Thinking Dan Inovasi Dengan Cara Yang Seru.

Photo by Pixabay

Dalam laporan “Future of Jobs” World Economic Forum meletakan analytical thinking dan inovasi di posisi keterampilan nomor 1 paling penting pada masa mendantang! Artikel ini akan membahas salah satu cara melatih keterampilan analytical thinking dan inovasi.

Ini dia keterampilan nomor 1 yang paling dibutuhkan pada masa mendatang menurut World Economic Forum (WEF), Analytical Thinking and Innovation. Mungkin sepertinya kedua hal ini adalah 2 keterampilan yang berbeda, dan memang iya, tetapi menurut survei yang dilakukan WEF setiap perusahaan di berbagai macam industri menganggap gabungan antara dua keterampilan ini lah yang menjadi kebutuhan mereka pada masa mendatang.

Analytical thinking skill adalah kemampuan mengidentifikasi tantangan dan  solusi dalam situasi yang ambigu di mana parameter dan hasil nya dinginkan belum jelas (Robbins, 2011).  Dari definisi ini kita bisa melihat mengapa keterampilan ini sangat diperlukan pada masa mendatang, apalagi kita melihat bahwa banyak sekali distrupsi yang mengakibatkan perubahan-perubahan drastis.

Dalam situasi yang selalu berubah ini memiliki kemampuan analytical thinking berarti mampu melihat tantangan utama yang harus dilampaui dan solusinya. Ini lah perbedaan dari problem solving sederhana di mana tantangan sudah jelas teridentifikasi, dan ruang lingkup pekerjaan atau parameter sudah jelas.

Memahami ini kita juga mengerti bahwa proses Game Based Learning sederhana sangat efektif melatih problem solving, karena tantangan dan peraturan permainan sudah jelas, namun sangat kurang untuk melatih analytical thinking. tetapi jangan khawatir, kita tetap bisa merancang proses pembelajaran Analytical thinking, inovasi, sekaligus materi pembelajaran apa pun, dan agar menyenangkan kita tetap hubungkan dengan games!

Untuk merancang proses pembelajaran ini kita coba rincikan dahulu proses kognitif yang terjadi saat analytical thinking, dari melihat analytical thinking sebagai proses kita juga menjadi paham bahwa inovasi adalah hasil alami dari proses analytical thinking yang baik.

  • Merancang sebuah pertanyaan yang akan mengarahkan proses analytical thinking ini. 

Langkah pertama ini sangat penting karena menanyakan hal yang salah berarti menyesatkan segala proses setelahnya. Di sini kita harus menanyakan tantangan apa yang paling utama dalam situasi ini, lalu juga memenangkan hasil akhir apa yang kita inginkan.

  • Identifikasi komponen-komponen.

Membedah sebuah situasi dan melihat setiap komponennya dan mengidentifikasi permasalahan di setiap komponen

  • Seleksi data-data yang relevan.

Berbeda dengan mengerjakan soal, atau memainkan game di mana semua data yang relevan sudah jelas, dalam dunia sebenarnya kita tidak diberikan tantangan namun sebuah situasi. Karena itu analytical thinking juga meliputi kemampuan membedakan data yang relevan dan tidak.

  • Merumuskan hipotesis

Membuat penjelasan akan situasi yang dihadapi dan menggunakan logika untuk mencari solusinya

  • Ujicoba dan pengambilan keputusan

Bagian akhir dari analytical thinking juga memilih solusi apa yang paling baik dari semua potensi solusi yang sudah diformulasikan dan mencobanya, disinilah letak potensi untuk  inovasi.

 

Jika melihat analytical thinking ini sebagai proses prinsip pembelajaran yang harus kita pahami adalah, siswa-siswi mempelajari apa yang siswa-siswi lakukan (Robbins, 2011), dengan “lakukan” sebagai kata kunci kita bisa merancang sebuah proses yang mendorong mereka untuk melakukan analytical thinking, dan agar membuat belajarnya seru kita hubungkan dengan games!

Proses untuk melatih analytical thinking dan inovasi adalah game desain! Iya dengan mengajak siswa-siswi kita untuk mendesain game, game papan sederhana pun bisa mendorong proses analytical thinking dan inovasi untuk terjadi, jadi tidak perlu merancang game digital yang juga membutuhkan coding.

Sekarang kita coba melihat proses analytical thinking dan inovasi yang terjadi dengan mengambil contoh. Misalnya dalam pelajaran fisika dah siswa-siswi diajak untuk mendesain game mengenai topik-topik fisika yang sudah dipelajari.

Dari sini pun mereka sudah mendapatkan situasi yang cukup luas dan harus merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan sangat berpengaruh dalam proses desainnya. Dari mulai topik apa yang mereka inginkan, hingga bagaimana topik itu bisa dibentuk menjadi game.

Seperti topik energi terbarukan, tahap ini mereka masih tahap merancang pertanyaan, seperti hal apa dalam energy terbarukan yang mereka ingin masukan dalam game, mungkin mereka ingin mengeksplorasi manfaat energi terbarukan dan membuatnya menjadi.

Lalu saat merancang game mereka harus mengidentifikasi komponen-komponen dari game itu sendiri, seperti mekanik, narasi, dan objectif, serta komponen-komponen dari topik energy terbarukan itu sendiri. Setelah ini mereka harus mengumpulkan semua data-data yang menurut mereka penting untuk dieksplorasi dalam game.

Setelah semua komponen dan data dikumpulkan mereka akan memikirkan bagaimana berpikir bagaimana semua ini akan menjadi game, dan bagaimana mereka bisa menunjukkan manfaat dari energi terbarukan, ini bisa menjadi hipotesis yang sederhana “pemain akan paham manfaat energi terbarukan jika dibandingkan dengan energi tak terbarukan.”

Mungkin mereka akan merancang game di mana pemain harus menyediakan energi untuk sebuah kota yang membutuhkan banyak energi, pemain akan mendapatkan sumberdaya dan harus memilih antara menyediakan energi terbarukan atau yang biasa. 

Game nya pun akan memberi konsekuensi yang akurat terhadap keputusan ini, seperti energi terbarukan membutuhkan investasi sumberdaya yang lebih mahal di awal tetapi akan terus memberi manfaat, sementara energi tak terbarukan sangat murah di awalnya tetapi akan memberi konsekuensi seperti polusi dan pemanasan global.

Setelah itu mereka akan membuat prototipe sederhana dengan kertas dan pensil atau dalam komputer dan di cetak, lalu menguji coba gamenya bersama teman-temannya hingga mendapatkan konfirmasi dari hipotesis mereka, apakah benar pemain menjadi paham manfaat energi terbarukan setelah dibandingkan.

Nah seperti itu lah mungkin cara kita bisa mengajarkan keterampilan yang menempati posisi nomor 1 paling penting pada masa mendatang, semoga bermanfaat ya!

Sumber:

Robbins, J. K. (2011). Problem solving, reasoning, and analytical thinking in a classroom environment. The Behavior Analyst Today, 12(1), 41.