Perusahaan-perusahaan kapitalis tidak pernah pelit dalam investasi dan penelitian mengenai sumber daya manusia. Tidak mengherankan jika kita berada di dalam dunia yang sangat kompetitif tentu kita membutuhkan tenaga ahli yang bisa memberikan keunggulan kompetitif, sehingga mendapatkan customer yang lebih banyak.
Pengetahuan mereka mengenai “what does it take to succeed” tentu sangat penting untuk para pendidik perhatikan. Di sini kita juga bisa lihat bahwa bermain memiliki peran yang penting dalam mengembangkan Emotional Intelligence. Dan menambahkan logika mengapa bermain adalah aktivitas yang sangat penting dalam pendidikan anak.
Satu hal yang sangat menarik adalah mengenai Emotional Intelligence “satu-satunya prediktor terbesar dari kinerja dan pendorong terkuat dari kepemimpinan dan keunggulan pribadi” (Bradberry & Greaves, 2009). Hubungan antara Emotional Intelligence dengan pendapatan juga tinggi lho, secara rata-rata orang dewasa yang memiliki Emotional Intelligence yang tinggi memiliki pendapatan $29,000 lebih banyak per tahun di banding kan dengan orang-orang yang Emotional Intelligence nya lebih rendah (Forbes).
Wah ternyata penting banget ya! Jadi penasaran nih sebenarnya Emotional Intelligence itu apa, dan kok bisa satu hal ini menjadi faktor yang sangat besar dalam kesuksesan di dunia kerja?
Dalam buku The emotionally intelligent workplace, Emotional Intelligence didefinisikan sebagai, Serangkaian pengetahuan dan kemampuan emosional dan sosial yang mempengaruhi kemampuan kita untuk menghadapi tuntutan lingkungan, susunan ini mencangkup
- Kemampuan untuk mengetahui, memahami dan mengekspresikan diri sendiri (Self-awareness)
- Kemampuan untuk mengetahui, memahami dan berhubungan dengan orang lain (Social-awareness)
- Kemampuan untuk mengatur emosi yang kuat dan mengontrol impuls diri sendiri (Self-management)
- Kemampuan untuk beradaptasi dan memecahkan permasalahan personal (Relationship management)
Lalu apa peran bermain dalam perkembangan Emotional Intelligence?
Emotional Intelligence dan aktivitas bermain berkembang secara bersamaan, karena skill yang dibutuhkan(Hohlbein, 2015). Sederhananya, semakin manusia berkembang semakin kompleks permainan yang dimainkan, semakin berkembang juga Emotional Intelligence kita.
Dari masa kecil, anak-anak yang bermain bersama teman-temannya selalu berkomunikasi, mengekspresikan diri dan saling mengenal. Saat bermain mereka juga harus memperhatikan orang lain, sehingga egosentrisme anak-anak berkurang dengan sehat, bermain meningkatkan kemampuan sosial, tanggung jawab, menghormati teman dan lawan bermain.
Mereka belajar sikap sportif seperti menerima kekalahan dan belajar dari itu, serta menang secara hormat. Belajar banyak peraturan sosial yang tidak tertulis saat mereka melakukan hal yang anti sosial seperti curang, atau membohongi di dunia permainan pun mereka akan dapat reaksi negatif, dan sebaliknya juga saat mereka melakukan hal yang prososial.
Yang lebih menarik lagi, keterampilan-keterampilan yang kita butuhkan untuk unggul di jangka panjang di sebuah permainan yang berkelanjutan sangat paralel dengan keterampilan-keterampilan Emotional Intelligence
Self Awareness
Dalam permainan tentu kita harus memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Dengan ini kita bisa mengoptimalkan kekuatan kita untuk mencapai keunggulan dan mencoba menghindari hal-hal yang mungkin bukan kemahiran kita. Ini juga tahap awal teamwork, dimana tim yang baik perlu anggota yang saling menyadari kekuatan dan kelemahan sehingga bisa saling melengkapi.
Self Management
Dikarenakan banyak sekali permainan yang sangat sosial mau itu kompetitif atau kooperatif. Pemain yang baik tentu harus bisa mengendalikan, bahkan memanipulasi emosi sendiri untuk mendapatkan keunggulan dalam berkompetisi, dan menjadi anggota tim yang baik. Kita juga harus memiliki sikap sportif agar terus di ajak bermain bersama.
Social Awareness
Dalam permainan kita harus sensitif terhadap kondisi emosional lawan dan tim kita. Kita harus bisa merangkul tim agar lebih efektif, dan bisa merubah kompetisi menjadi sebuah hal yang sangat produktif untuk setiap kompetitor.
Relationship Management
Pemain yang baik juga merupakan anggota masyarakat yang baik. Pemain belajar menjalin hubungan yang baik dengan pemain lain. Belajar bisa menjadi pendengar yang baik dan sanggup memahami orang lain, dan belajar berbicara sehingga ide-ide kita bisa didengar dengan baik.
Sumber:
Astuti, Yuni & Prajana, Andika & Damrah, & Erianti, & Pitnawati,. (2019). DEVELOPING SOCIAL EMOTIONAL INTELLIGENCE THROUGH PLAYING ACTIVITIES FOR EARLY CHILDHOOD. Humanities & Social Sciences Reviews. 7. 946-950. 10.18510/hssr.2019.75123.
Bradberry, T., & Greaves, J. (2009). Emotional intelligence 2.0. San Diego, CA: TalentSmart
Cherniss, C., & Goleman, D. (2001). The emotionally intelligent workplace. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Carroll, K. (2009). The red rubber ball at work: Elevate your game through the hidden power of play. New York, NY: McGraw-Hill.
Hohlbein, Patricia J., “The power of play in developing emotional intelligence impacting leadership success: a study of the leadership team in a Midwest private, liberal arts university” (2015). Theses and Dissertations. 595. https://digitalcommons.pepperdine.edu/etd/595
Goleman, D., & Boyatzis, R. (2008). Social intelligence and the biology of leadership. Harvard Business Review, 86(9), 74-81. Retrieved from http://www.hbr.org