Merdeka Belajar: Apakah Reformasi Ini Sudah Membuahkan Hasil yang Signifikan?

Photo by Canva

Dalam beberapa tahun terakhir, Merdeka Belajar telah menjadi topik hangat di dunia pendidikan Indonesia. Dengan memberikan lebih banyak kebebasan kepada guru dan sekolah, serta menekankan pada keterampilan dasar seperti literasi dan numerasi, Merdeka Belajar bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun, pertanyaannya adalah: Apakah reformasi ini benar-benar memberikan hasil yang signifikan?

Laporan terbaru dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memberikan pandangan mendalam mengenai hasil reformasi ini. Laporan ini menyoroti berbagai tantangan dan capaian yang dihadapi Indonesia dalam mengimplementasikan Merdeka Belajar serta dampaknya terhadap hasil belajar siswa.

Tantangan Besar di Hasil Pembelajaran: Bagaimana Hasil PISA?

Laporan OECD juga menyoroti hasil tes internasional PISA (Programme for International Student Assessment) 2022, yang memberikan gambaran jelas tentang tantangan yang masih dihadapi Indonesia. Lebih dari 75% siswa Indonesia gagal mencapai tingkat kemahiran minimum dalam matematika dan membaca. Walaupun ini merupakan tantangan yang signifikan, ada sinyal positif di bidang sains, di mana performa siswa Indonesia sedikit meningkat.

Reformasi Merdeka Belajar menekankan pentingnya keterampilan dasar seperti literasi dan numerasi. Kurikulum Merdeka, yang diperkenalkan dalam kerangka reformasi ini, mengurangi konten pembelajaran hingga 30-40%, memungkinkan siswa memahami lebih mendalam materi yang dipelajari tanpa harus terbebani dengan materi yang terlalu luas. Ini merupakan langkah yang diharapkan dapat memperbaiki performa siswa dalam jangka panjang.

Membangun Lingkungan Belajar yang Lebih Bahagia

Salah satu hal yang patut diapresiasi dari Merdeka Belajar adalah fokus pada kesejahteraan psikologis siswa. Dalam laporan PISA 2022 yang disusun oleh OECD, 86% siswa Indonesia melaporkan bahwa mereka merasa “merasa diterima” di sekolah, jauh di atas rata-rata OECD yang hanya 75%. Selain itu, lebih dari 70% siswa mengatakan bahwa mereka merasa termotivasi untuk belajar, bahkan selama pandemi COVID-19.

Kebijakan ini menekankan bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga harus menjadi tempat yang menyenangkan. Dengan adanya fokus pada gotong royong dan pendekatan project-based learning, Merdeka Belajar berupaya untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan bagi siswa.

Guru di Pusat Perubahan: Pemberdayaan yang Berkelanjutan

Laporan OECD juga menyoroti pentingnya peran guru dalam reformasi ini. Merdeka Belajar memberikan lebih banyak otonomi kepada guru, memungkinkan mereka untuk menyesuaikan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu, platform digital seperti Merdeka Mengajar menyediakan sumber daya untuk mendukung pengembangan profesional guru, mulai dari perencanaan pelajaran hingga pelatihan berbasis komunitas.

Pemberdayaan guru ini tidak hanya penting untuk meningkatkan kualitas pengajaran di kelas, tetapi juga menjadi pilar utama dalam mendorong keberhasilan reformasi ini secara keseluruhan. Dengan lebih dari 88% sekolah telah mengadopsi kurikulum baru dalam beberapa tingkatan kelas, kecepatan adopsi ini menunjukkan adanya keinginan yang kuat dari guru dan sekolah untuk melakukan perubahan.

Tantangan yang Masih Ada: Ketidaksetaraan dalam Hasil Belajar

Meskipun reformasi ini telah menunjukkan beberapa hasil positif, laporan OECD mengakui bahwa ketidaksetaraan dalam hasil belajar di seluruh wilayah Indonesia tetap menjadi tantangan besar. Siswa di daerah pedesaan dan kurang mampu sering kali masih tertinggal dalam hal performa akademik. Namun, satu hal yang cukup menggembirakan adalah adanya “siswa tangguh” di Indonesia, yaitu siswa dari latar belakang kurang mampu yang berhasil mencapai hasil belajar di atas rata-rata.

Penilaian Baru yang Lebih Holistik

Sistem penilaian nasional juga mengalami perubahan besar. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) menggantikan Ujian Nasional, dengan fokus pada literasi, numerasi, serta survei karakter yang mengukur keterampilan sosial-emosional siswa. Penilaian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemajuan siswa, serta membantu guru untuk menyesuaikan metode pengajaran mereka agar lebih efektif.

Sumber:

Transforming education in Indonesia | OECD