Pendekatan yang bisa dianggap Playful Learning

Image by Free-Photos from Pixabay

Sebagian besar pendidik pasti sudah tahu bahwa belajar sebenar nya mengasyikan, karena manusia memang makhluk yang sangat curious. Namun jika tidak hati-hati proses pendidikan anak dengan sangat mudah bisa jatuh dalam lubang “beban hidup”. 

Karena itu banyak sekali pendidik yang mengutamakan Playful Learning, dan memang belajar yang menyenangkan ini setelah diteliti memiliki manfaat yang sangat banyak termasuk, membuat anak semangat dan termotivasi untuk belajar, meluaskan kreativitas dan imajinasi, meningkatkan engagement, dan membantu anak menyusun ilmu (Rice, 2009).

Bahkan untuk orang dewasa Playful Learning terlihat efektif, terbukti dari meningkatnya frekuensi pendekatan Playful Learning di pendidikan tingkat tinggi (Whitton, 2018). Potensi Playful Learning memang sangat luas, Ludenara pun menganggap hal ini lah yang bisa meningkatkan pendidikan Indonesia.

Banyak sekali pendekatan playful learning seperti, game based learning, traditional games, gamification, role play, simulations, quest based learning, escape rooms, narrative based learning, dan masih banyak lagi.

Nah metode-metode pembelajaran yang bisa dianggap Playful Learning ini memiliki 4 elemen utama ini:

Freedom

Yang kita inginkan adalah anak-anak senang belajar. Untuk itu kita coba masukan elemen “bermain” dalam pembelajaran sehingga menjadi Playful Learning. Lalu hal pertama yang membuat bermain sebuah proses yang dinikmati adalah elemen kebebasan yang ada dalam proses bermain.

Elemen kebebasan ini juga alasan kenapa bermain dengan sendirinya bisa menjadi proses yang sangat mendidik. Adviser Ludenara, Scot Osterweil menjabarkan kebebasan dalam bermain di 4 freedoms of play nya.

Saat bermain kita memiliki: 

Freedom to explore, atau berinteraksi dan terlibat dengan hal-hal yang memang kita ingin jelajahi.

Freedom of identity, kita bisa menempatkan diri kita sebagai apa atau siapa pun, dan belajar melihat dari perspektif itu.

Freedom of effort, saat bermain kita bebas berupaya semampu kita tanpa paksaan eksternal.

Freedom to fail, dan kita boleh bermain lagi, mencoba lagi, belajar lagi, meskipun kita gagal terus menerus.

Tentu saat membahas playful learning ini harus berada dalam konteks pendidikan. Dan pendidikan tentu tidak mungkin sebebas permainan. Maka dari itu Edukator, Maria Montessori mengeluarkan istilah “freedom with limits”. Sederhana nya anak-anak bebas bermain namun dalam struktur luas yang di supervisi oleh guru, disini Maria Montessori menganjurkan keseimbangan antara struktur yang kadang terlalu ketat, dan freedom tanpa batas.

Praktisnya dalam konteks pendekatan pembelajaran, kita coba berikan elemen kebebasan semampu kita meskipun tetap berada didalam sistem. Seperti memberi kesempatan murid untuk memilih materi pembelajaran mana yang dia playing sukai dan biarkan dia mulai dari situ. Atau juga bisa memberi kebebasan untuk belajar dari media apa yang cocok untuk dirinya. Dan yang sebaik nya kita hadirkan adalah, kebebasan untuk gagal dan gagal lagi.

Intrinsic Motivation

Memotivasi anak untuk belajar selalu menjadi hal yang diutamakan dalam pendidikan. Namun disini kita harus bedakan extrinsic motivation, dan intrinsic. Extrinsic datang dari luar, sistem pendidikan kita sudah banyak extrinsic motivation seperti nilai ujian, rangking kelas, dan bahkan ancaman tidak naik kelas. Ada motivasi extrinsic yang juga guru sering berikan, seperti pujian, rayuan, berbagai macam bentuk hadiah, dan bahkan motivasi negatif seperti hukuman.

Segala macam motivasi yang datang dari luar  ini tidak akan bisa mendorong anak untuk belajar sebaik motivasi yang datang dari diri nya.

Ketika anak itu benar-benar belajar sesuatu karena dia ingin tahu. Ketika anak melakukan sesuatu karena dia ingin melakukan itu.

Motivasi intrinsik inilah bagian yang paling besar dari Playful Learning, yang intinya adalah anak senang belajar. Makanya hal seperti game based learning bisa efektif, karena anak-anak suka bermain games. Project based learning pun akan sangat efektif jika anak dibiarkan mengeksplorasi minat mereka.

Ada 3 hal utama yang memunculkan motivasi intrinsik anak. 

Pertama ketika mereka menjalankan minat nya sendiri. Anak-anak ingin merasa kompeten dengan keterampilan dan ilmu nya, karena itu tantangan yang sesuai (mengerjakan sesuatu yang tidak terlalu sulit, atau mudah) juga memberikan motivasi intrinsik. Mereka juga ingin merasakan otonomi, dimana mereka diberikan banyak kesempatan untuk memberi keputusan akan proses pembelajaran nya sendiri (Deci & Ryan, 2010).

End in itself (lebih penting proses dibanding hasil)

Ini masih sangat terhubung dengan motivasi intrinsik. Di saat bermain, kita bermain karena kita ingin bermain. Bukan karena motivasi eksternal materialistis seperti untuk mencari uang, mendapatkan penghargaan dan lain-lain. Yang harus kita sadari dalam menerapkan Playful Learning adalah, hasil akhir hanyalah bagian kecil dari proses pembelajaran.

Playful Learning terjadi saat kita sadar setiap momen dari proses belajar memiliki arti nya sendiri. Lihat saja apa yang terjadi saat bermain, jarang ada orang yang main karena ingin cepat-cepat menyelesaikan permainan itu. Emang kerjaan!? hahaha

Hal ini lah yang menciptakan kondisi ideal untuk kita belajar. 

Saat playful kita akan jauh lebih fokus menjalani setiap momen tanpa peduli hasil nya. Kondisi psikologis berada di tempat yang optimal, kita bisa mencerna informasi dengan lebih baik dan proses kognitif kita berjalan lebih lancar. 

Ada quote dari serogan edukator yang sangat berhubungan dengan konsep ini dan mungkin bisa membantu menjelaskan nya

“Our purpose wants to occupy all the mind’s attention for itself, obstructing the full view of most of the things around us. The child, because it has no conscious object of life beyond living, can see all things around it, can hear every sound with a perfect freedom of attention, not having to exercise choice in the collection of information.” – Rabindranath Tagore

Menurutnya yang menghambat proses pembelajaran adah purpose, atau motivasi external ini.

Proses pembelajaran yang bisa dianggap Playful Learning adalah pembelajaran yang tidak terlalu peduli terhadap akhirnya apa yang mereka pelajari, apakah hasil dari project mereka sesuai dengan yang kita inginkan, apakah nilai nya akan membaik?

Namun playful learning lebih fokus terhadap seberapa berarti nya aktivitas ini buat sang anak. Seberapa banyak mereka bisa menemukan makna dengan sendiri nya. Hasil pun akan mengikuti.

Active Learning

Playful Learning masuk ke dalam teori constructivism (Fisher et al. 2011). Dimana sebuah ilmu atau keterampilan bukan lah sesuatu yang disampaikan, melainkan harus dibangun secara aktif oleh sang pelajar sendiri. 

Saat bermain, kita membentuk ilmu dan keterampilan sendiri. Dengan berinteraksi dengan lingkungan, kita membangun perspektif akan sebuah fenomena berdasarkan interpretasi pengalaman personal kita. Saat pengalaman dan informasi baru muncul, kita beradaptasi dan membangun ulang atau diatas ilmu yang sudah ada.

Hal ini juga membuat Playful Learning menjadi student-centered learning. Dimana setiap siswa-siswi memiliki peran yang lebih sentral dalam proses pembelajaran nya sendiri. Setiap anak memiliki ruang yang lebih lebar untuk mengekspresikan diri sendiri, dan hal-hal yang mereka pelajari. Hal ini yang harus diperhatikan oleh setiap pelajar, bahwa ruang “kepintaran” anak sangatlah luas dan saat melakukan aktifitas yang playful mereka memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menunjukan individualitas mereka.

Mungkin ada yang kreatif menemukan solusi baru dari tantangan di permainan, ada yang pintar mengkoordinasikan teman-teman nya untuk bekerja sama, ada yang bisa berpikir dengan cepat, mungkin ada yang mampu memberi keputusan terbaik setelah menganalisa semua opsi, dan lain seterus nya.

Elemen-elemen ini hanyalah sebuah ukuran akan apa yang harus kita coba hadirkan dalam sebuah proses pembelajaran sehingga menjadi Playful. Tentu hal ini bukan lah mutlak, dan tidak harus semua nya dihadirkan dalam satu proses, alangkah baik nya jika setiap pendidik bisa memilih mana yang paling cocok untuk siswa-siswi nya. 

Selain itu, pada dasarnya mendefinisikan bermain adalah hal yang cukup menantang dan banyak cendekiawan yang medemperdebatkan definisi bermain, apalagi jika ditambahkan dengan konteks pembelajaran. Namun elemen-elemen ini lah yang bisa ditemukan dari aktivitas bermain yang memiliki nilai edukatif berdasarkan teori dan penerapan pembelajaran (Cannon and Newble, 2000).

Sumber:

Cannon, R. & Newble, D. (2000). A handbook for teachers in universities and colleges. London: Kogan Page

Fisher, Kelly, Kathy Hirsh-Pasek, Roberta Golinkoff, Dorothy Singer, and Laura W. Berk. 2011. “Playing Around in School: Implications for Learning and Education Policy.” In The Oxford Handbook of the Development of Play, edited by Anthony D. Pellegrini, 341–62

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2010). Intrinsic motivation. The corsini encyclopedia of psychology, 1-2.

Rice, L. (2009). Playful learning. Journal for Education in the Built Environment, 4(2), 94-108.

Whitton, N. (2018). Playful learning: tools, techniques, and tactics. Research in Learning Technology, 2