Melihat kondisi pandemi seperti ini kesehatan mental kita juga menjadi hal yang sangat harus diperhatikan. Apa lagi jika kita memahami bahwa tingkat kesehatan mental juga mempengaruhi daya tahan tubuh.
Namun di lingkungan kita sekarang semakin banyak hal yang bisa menambahkan kecemasan, dan emosi negatif lain nya, apalagi sekarang kita tidak bisa menghibur diri dengan bepergian. Terlalu lama berdiam di rumah juga bisa membuat beberapa orang malah stress.
Hal-hal ini lah yang membuat WHO meluncurkan kampanye Play Apart Together. Dimana WHO bersama developer-developer games mengadvokasikan bermain Video Games sebagai cara agar kita bisa menjaga kesehatan mental kita.
Tapi mungkin hal ini sedikit kontroversial, banyak Orang tua yang khawatir akan dampak video games, hal ini sangat wajar karena memang banyak penelitian yang mengaitkan kesehatan mental yang buruk kepada video games.
Dampak negatif akibat terlalu sering main games (lebih dari 10 jam per minggu) termasuk simptom somatik, kecemasan, insomnia, gangguan sosial, dan secara general memang kesehatan mental kurang baik (Allahverdipour et al. 2010). Memang kecanduan Video Games memiliki simptom nya sangat mirip dengan simptom kecanduan hal lain hilang nya kendali akan diri, withdrawal, tidak bisa berhenti memikirkan games, dan konflik interpersonal dan intrapersonal (Grüsser et al., 2007; Gentile, 2009).
Memang mengerikan ya, lalu bagaimana games bisa memberikan kesehatan mental seperti yang di advokasikan oleh WHO? Dari penelitian yang sama kita bisa melihat bahwa kunci nya adalah moderasi, tidak terlalu sering tapi juga tidak terlalu jarang main games memberikan manfaat mental yang terbaik.
Allahverdiour et al. (2010) membandingkan kondisi mental 4 kelompok anak muda yaitu non-gamers (yang tidak pernah main games), low (1-6 jam seminggu), moderate (7-10 jam seminggu) dan excessive (lebih dari 10 jam). Di penelitian ini kita tahu bahwa kelompok yang memiliki kondisi mental terburuk adalah non-gamers dan excessive. Menarik ya ternyata tidak main games sama sekali juga tidak baik.
Penelitian lain juga mendapatkan konklusi yang sama mengenai gamers moderat. Kelompok moderate lah yang mendapatkan manfaat paling banyak dari Video Games yang berupa positive mental well-being seperti kestabilan emosi, relaksasi, dan mengurangi stress (Snodgrass et al., 2011). Kutner and Olson (2008), co-directors di Harvard Medical School Center for Mental Health and Media, menemukan bahwa Anak muda laki-laki yang tidak main games dalam 1 minggu memiliki resiko gangguan emosional yang tinggi. Anak laki-laki menggunakan Video Games untuk regulasi emosi, membantu mereka relaks, melupakan masalah sejenak, dan mengurangi rasa kesepian.
Ini lah yang kita butuhkan khusus nya saat pandemi ini.
Memang main Video Games sangat bermanfaat jika dilakukan dengan moderasi. Seperti mood depresi terlihat jauh lebih rendah di gamer moderat dibandingkan Anak-anak muda yang tidak pernah main games (Durkin and Barber, 2002). Ini mengkonfirmasi bahwa beriman juga merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan seperti kebutuhan lain juga bisa di “salah gunakan” seperti makan kebanyakan yang membuat obesitas atau minum air kebanyakan yang bisa merusak otak.
Namun mungkin dalam konteks pademi main video games selama 10 jam dalam 1 minggu bisa termasuk sedikit karena banyak nya waktu yang dihabiskan di rumah. Jika masih banyak waktu luang apa yang harus dilakukan?
Sebagian besar penelitian ini melihat Anak-anak ,muda yang main games sendirian. Jika mereka sudah main 1-2 jam dalam 1 hari dan masih banyak waktu luang memang butuh Orang tua atau anggota keluarga yang lain untuk melakukan aktivitas lain atau main bersama.
Main bersama ini juga tidak perlu sekedar bermain, kita bersama bisa mengimplementasikan Game Based Learning bersama keluarga agar aktivitas bermain menjadi belajar. Selain itu kita juga bisa gunakan alternatif lain seperti main board games atau social games lain yang bisa dimainkan di rumah.
Terima kasih sudah membaca part 2 ini, jika belum baca part 1 kita membahas tentang kaitan kekerasan dan video games. Semoga 2 artikel tentang kesehatan mental ini bermanfaat, dan kita doakan semua sehat selalu dan pandem ini cepat berlalu, selamat bermain!
Sumber:
Allahverdipour H., Bazargan M., Farhadinasab A., Moeini B. (2010). Correlates of video games playing among adolescent in an Islamic country. BMC Public Health 10:286 10.1186/1471-2458-10-286
Durkin K., Barber B. (2002). Not so doomed: computer game play and positive adolescent development. J. Appl. Dev. Psychol. 23 373–392 10.1016/S0193-3973(02)00124-7
Gentile D. A. (2009). Pathological videogame use among youth 8 to 18: a national study. Psychol. Sci. 20 594–602 10.1111/j.1467-9280.2009.02340.x
Grüsser S. M., Thalemann R., Griffiths M. D. (2007). Excessive computer game playing: evidence for addiction and aggression? Cyberpsychol. Behav. 10 290–292 10.1089/cpb.2006.9956
Jones, Christian M. “Gaming well: links between videogames and flourishing mental health.” vol. 5, 2014, p. 1. frontiers in Psychology , https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3978245/. Accessed 27 02 2021.
Kutner L., Olson C. K. (2008). Grand Theft Childhood: The Surprising Truth About Violent Video Games and What Parents Can Do. New York: Simon & Schuster
Snodgrass J., Lacy M., Dengah F., Fagan J., Most D. (2011b). Magical flight and monstrous stress: technologies of absorption and mental wellness in Azeroth. Cul. Med. Psychiatry 35 26–62 10.1007/s11013-010-9197-4