Kecerdasan atau kepintaran anak tentu salah satu prioritas yang ingin mereka kembangkan secara maksimal. Selain hal ini ada beberapa fungsi otak lain yang sangat penting untuk kesuksesan mereka di masa depan, seperti kreativitas, dan emotional intelligence. Mengingat pentingnya semua hal ini, kita harus membahas satu hal yaitu peran bermain dalam perkembangan otak.
Di masa muda, otak kita sangat plastic, kondisi dimana otak sangat mudah berubah, berkembang, dan terpengaruh oleh lingkungan. Di masa seperti ini lah stimulasi mental yang didapatkan dari bermain sangat lah penting. Anak-anak di panti asuhan yang diasuh tanpa banyak stimulasi menderita emotional deprivation mengakibatkan perilaku apatetik, dan perilaku yang tidak dewasa di saat seharusnya mereka sudah matang (Goldfarb, 1953).
Hubungan antara bermain dan perkembangan otak yang sehat sangatlah jelas terlihat dari penelitian mamalia, termasuk bayi manusia. Semua mamalia di masa muda nya bermain, di saat ini orang tua memberi struktur dan menginisiasikan permainan. Struktur dan interaksi ini lah yang menjadi tulang punggung perkembangan (Angier, 1992). Semakin pesat otak mereka berkembang semakin kompleks juga permain yang dimainkan, ini menguatkan hubungan antar neurons di otak (Angier, 1992).
Peran bermain dalam perkembangan otak yang sehat sangat jelas terlihat karena penelitian oleh Nash (1997) di Baylor College of Medicine dimana Nash menemukan anak-anak yang jarang bermain memiliki otak yang 20-30% lebih kecil dibanding anak-anak lain di usia yang sama. Aktifitas-aktifitas yang playful lah yang sangat krusial di masa muda ini, bukan instruksi langsung.
Mempelajari tentang proses perkembangan otak dan hubungannya dengan bermain memberikan banyak implikasi, salah satunya adalah kemampuan kita untuk membuat lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan otak anak. Ini lah hal yang di kembangakn oleh 3 peneliti perkembangan anak. Di dalam journal mereka yang berjudul Rushton, S., Juola-Rushton, A., & Larkin, E. (2010). Neuroscience, play and early childhood education: Connections, implications and assessment (2010), mereka memberi beberapa rekomendasi untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan otak, secara singkat ini lah beberapa rekomendasi mereka:
- Pengaturan meja, kursi, materi pembelajaran, pencahayaan dan komponen lainnya menarik perhatian dan minat anak. Dari perspektif neurologis, rasa kegembiraan dan kebaruan dalam ruangan membantu menghasilkan dopamin, sebuah neurotransmitter yang menciptakan perasaan bahagia. Emosi (dalam arti tertentu, neurotransmitter dan hormon) mendorong perhatian (kemampuan anak untuk tetap terangsang dan terhubung dengan materi yang disajikan), dan perhatian mendorong pembelajaran.
- Ruang yang dirancang untuk belajar secara individual, berkelompok (kecil dan besar). Stimulasi yang didapatkan dari teman sebaya sangat baik untuk meningkatkan neurotransmitter dan meningkatkan kinerja otak. Tapi selain itu mereka juga harus belajar bekerja sendiri-sendiri.
- Lingkungan pembelajaran harus berpihak kepada anak (student-centered). Anak-anak belajar paling baik di dalam lingkungan di mana mereka dapat membuat keputusan tentang pemikiran dan pembelajaran mereka sendiri
- Guru tentunya adalah faktor yang sangat besar. Saat anak-anak berinteraksi dengan pendidik yang imajinatif, bisa menerima anak-anak seutuhnya dan sanggup mendorong proses pembelajaran secara natural, anak-anak akan merasa percaya diri, dan keinginan belajar mereka akan meningkat.
- Lingkungan yang aman untuk gagal. Bagian otak yang dinamakan Amygdala sangat rentan mengeluarkan hormon-hormon stress yang menghambat cara berpikir rasional. Ini sangat mudah terjadi ketika anak-anak merasa stress dan takut akan kegagalan. Maka menciptakan lingkungan dimana mereka bisa gagal tanpa stress sangatlah dibutuhkan.
Sumber:
Frost, J. L. (1998). Neuroscience, Play, and Child Development.
Rushton, S., Juola-Rushton, A., & Larkin, E. (2010). Neuroscience, play and early childhood education: Connections, implications and assessment. Early Childhood Education Journal, 37(5), 351-361.