Penghapusan Tes Mata Pelajaran Membuat Game Based Learning Makin Penting!

Photo by Museums Victoria on Unsplash

GANTI LAGI! Bukan SNMPTN, SBMPTN dan UMPTN itu lah headline news yang belakangan ini sering terdengar dari dunia pendidikan. Iya ujian-ujian mengenai mata pelajaran dihapus oleh Mendikbudristek.

Jika kita pelajari niat dari keputusan ini sangat baik, yang pertama mengenai inklusivitas. Saat ini anak-anak berlatar belakang sosio-ekonomik yang lebih baik memiliki keunggulan di pendidikan, khususnya dari kemampuan orang tuanya untuk memberikan bimbel.

Keunggulan ini terus berkelanjutan hingga anak-anak mereka nanti. Sedangkan di sisi lain keluarga yang tidak memiliki keunggulan ini akan terus kalah saing, hingga kesenjangan sosial dan ekonomi makin tinggi.

Alasan selanjutnya juga sangat baik, yaitu memikirkan kualitas pendidikan secara general yang sangat memperdulikan masa depan pendidikan. 

Dunia yang sangat dipermudah dengan teknologi ini tidak butuh lagi penghafal yang handal teknologi sudah memenuhi kebutuhan itu, dunia kita membutuhkan orang-orang yang bisa melakukan apa yang teknologi tidak bisa lakukan, dan salah satu yang diutamakan adalah problem solving.

Tes skolastik tidak berhubungan dengan penghafalan materi sebagaimana tes mata pelajaran. Tes skolastik berkaitan dengan kemampuan bernalar, pemecahan masalah atau problem solving, dan potensi kognitif siswa” Tutur Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar episode 22 yang ditayangkan YouTube Kemendikbud RI, Rabu (7/9/2022).

Kemampuan Game Based Learning untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa ini lah yang sering kali dibangga kan oleh para praktisi Game Based Learning. Mas Nuno, seorang Guru SMA yang amat keren, menjelaskan dengan baik proses pembelajaran kognitif yang terjadi saat siswa-siswinya bermain game di podcast Ludenara. Bisa didengarkan di sini ya!

Bahkan dalam literatur pendidikan bukti ilmiah bahwa Game Based Learning bisa meningkatkan kemampuan problem solving ini sudah sangat banyak.

Sebuah tinjauan literatur yang menganalisa 14 penelitian mengenai Game Based Learning dan problem solving untuk anak-anak usia dari 6-20 tahun menunjukan bahwa dampaknya sangat baik, bahkan literatur ini menjelaskan proses pembelajaran problem solving dalam konteks Game Based Learning dengan baik.

Berikut adalah tahapan problem solving yang telah dipelajari anak-anak dalam tinjauan tieratur tersebut (Kailani, 2019):

  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Mencari sumber permasalahan
  3. Merencanakan dan implementasi solusi dari masalah
  4. Mengevaluasi tingkat efektifitas dari implementasi tersebut

Waah keren banget ya! Anak umur 6 tahun lho sudah bisa kayak gitu kalo main games!

Hal-hal seperti ini lah yang membuat program pelatihan peningkatan kapasitas Guru agar bisa melatih anak-anak problem solving makin penting. Seperti yang sedang di laksanakan oleh PT. ASDP Ferry Persero bersama Ludenara dalam program Belajar Asik Bersama ASDP di 20 SMP Cilegon.

Serta program NBB yang juga sedang akan segera memasuki fase kedua.

Program-prgram pelatihan Game Based Learning untuk Guru ini diharapkan bisa membantu Guru memaksimalkan potensi game untuk berbagai macam proses pembelajaran.

Jadi dari penghapusan tes mata pelajaran yang sekarang diganti ujian yang mengukur kemampuan kognitif siswa, sepertinya sudah jelas bahwa Game Based Learning bisa menjadi salah satu cara yang harus dicoba!

Lalu bagaimana kita sebagai pendidik bisa mengoptimalkan proses bermain sebagai cara belajar problem solving?

Nah ini yang akan menjadi topik artikel Ludenara selanjutnya, mohon ditunggu yaa!

 

Sumber:

Kailani, S., Newton, R., & Pedersen, S. (2019). Game-Based learning and problem-solving skills: A systematic review of the literature. EdMedia+ innovate learning, 1127-1137.