Bermain pada dasarnya memang sebuah aktivitas yang wajib dilakukan oleh semua orang. Pertama sudah jelas manfaat bermain sangat lah banyak, khusus nya bagi Anak-anak. Untuk Anak-anak bermain adalah proses yang mengembangkan mereka sepenuh nya secara sosial, fisik, cognitive, mental dan bahkan beberapa edukator seperti Friedrich Froebel, spiritual.
Untuk orang dewasa pun bermain tetaplah sebuah kebutuhan, yang jika kita kurang bermain terjadilah play deprivation dan akibat nya gawat! Memang bermain adalah kebutuhan yang harus dipenuhi dengan cukup.
Karena semua manfaat ini, khusus nya kemampuan bermain mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk masa depan. Banyak edukator yang mencoba membuat proses pembelajaran seperti bermain, inilah Playful Learning.
Namun dalam konteks pendidikan formal di sekolah menerapkan Playful Learning bukan lah hal yang mudah, dan berikut adalah beberapa tantangan yang dirasakan teman-teman Guru.
Struktur
Memang sistem pendidikan kita tidak dirancang agar kita bisa bebas bermain. Sistem pendidikan memiliki struktur yang ketat seperti kurikulum, jadwal pelajaran, dan ekspektasi pencapaian yang seragam untuk setiap anak.
Sementara bermain pada dasarnya adalah aktivitas yang lebih tidak beraturan. Hal utama yang membuat aktivitas bermain adalah rasa kemauan untuk bermain. Kemauan ini mungkin juga yang membuat bermain memang bermanfaat. Karena kita dengan suka rela melakukan aktivitas itu tentu kita akan mendapatkan lebih banyak manfaat.
Bermain sangat terkait dengan kebebasan, karena sebuah aktivitas hanya bisa dinamakan bermain jika semua yang berpartisipasi sukarela bermain dan memiliki kebebasan untuk tidak mau ikut bermain. Bermain juga merupakan aktivitas yang kita pilih untuk melakukan sendiri tanpa paksaan dari otoritas.
Sementara struktur sekolah tidak bisa menunggu agar semua nya mau belajar, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk belajar apa. Mau tidak mau setiap orang berpartisipasi melakukan aktivitas yang sama karena memang dibutuhkan oleh sistem pendidikan kita agar efisiensi tercapai.
Bermain dan kegagalan
Bermain adalah aktivitas yang mendorong kita untuk mengambil resiko dan tingkat kegagalan dalam bermain sangat tinggi. Seperti game yang sangat sederhana saja petak umpet, tidak ada 1 anak yang selalu berhasil sembunyi atau selalu berhasil menemukan teman-teman nya.
Sementara sistem pendidikan tidak memberikan banyak ruang untuk kegagalan. Salah berarti nilai yang berkurang, dan nilai jelek konsekuensi nya juga berat.
Hal ini lebih nyata lagi bagi Guru yang memiliki tanggung jawab banyak. Playful Learning membutuhkan banyak eksperimentasi, memilih games apa, merancang permainan baru, mencoba teknik pendekatan, mengeksplorasi topik pembelajaran yang menarik, dan lain-lain.
Eksperimentasi seperti ini membutuhkan banyak ruang untuk kegagalan, dan mencoba lagi dan lagi. Sementara sistem pendidikan kita membutuhkan hasil yang lebih pasti, mereka harus lulus, dengan nilai yang baik.
Bermain berpihak kepada setiap Anak
Jika kita kembali lagi pada definisi bermain, aktivitas yang bisa dianggap bermain adalah aktivitas yang kita pilih untuk lakukan secara sukarela. Karena ini aktivitas bermain sangat berpihak kepada setiap individu, dalam arti Playful Learning setiap Anak memiliki kendali lebih besar terhadap proses pembelajaran mereka.
Playful Learning berarti setiap Anak mempelajari ilmu yang menarik mereka, melakukan aktivitas yang berarti bagi mereka, mengerjakan project untuk kepuasan diri mereka, belajar bersama siapa yang mereka inginkan, dan belajar sesuai dengan kapan mereka merasa ingin belajar.
Budaya
Memang konsep pembelajaran yang menyenangkan, atau Playful Learning bukan lah suatu hal yang sudah diterima secara menyeluruh oleh Guru-guru maupun Orang tua. Masih banyak Orang tua dan Guru yang masih menganggap belajar itu membaca buku, mengerjakan PR, mendengarkan Guru mengajar, dan cara-cara belajar konvensional lainnya.
Sekali nya ada Guru-guru yang mengajar dengan cara asik belajar masih banyak yang menganggap aneh, remeh, dan merasa malah itu bukan belajar. Tentu dengan tidak ada nya support dari Guru lain dan Orang tua murid, mengimplementasi Playful Learning menjadi lebih menantang.
Untuk melihat tantangan ini tidak perlu melihat sistem secara luas, tapi kita bisa langsung lihat setiap ruang kelas secara fisik, Setiap Anak duduk menghadap Guru. Seorang Guru memiliki kendali penuh akan apa yang dipelajari, aktivitas apa yang mereka akan lakukan, dan setiap Anak harus duduk dan memberi fokus mereka kepada Guru.
Untuk melihat tantangan ini tidak perlu melihat sistem secara luas, tapi kita bisa langsung lihat setiap ruang kelas secara fisik, Setiap Anak duduk menghadap Guru. Seorang Guru memiliki kendali penuh akan apa yang dipelajari, aktivitas apa yang mereka akan lakukan, dan setiap Anak harus duduk dan memberi fokus mereka kepada Guru.
Nah apakah teman-teman Guru ada yang merasakan tantangan lain? Ayo cerita kan ke Ludenara ya!
Lalu bagaimana kita bisa melewati tantangan ini? Apakah harus merubah sistem? Apa kita harus bikin sekolah sendiri?
Mungkin yang lebih penting, apakah Guru-guru yang harus bekerja dalam sistem yang baku bisa mengimplementasi Playful Learning?
Menjawab tantangan-tantangan ini memang masih merupakan PR bagi Ludenara. Tapi meski PR ini belum beres, tetap sudah ada hasil nya meskipun sedikit. Sering kali kita membahas tantangan-tantangan ini bersama teman-teman guru kita, dan bersama mereka kita pun bisa memberi beberapa saran untuk tantangan-tantangan ini. Nah hal ini lah yang akan kita coba rangkum di artikel berikutnya, mohon ditunggu ya!