Squid Game, when a Game is no longer a Play

Available on Netflix

Tenang, Ludenara gak akan membahas brutalitas dan kekerasan laah.. dan artikel ini gak ada spoilersnya kok hehe..

Ada pelajaran penting untuk para pendidik yang penasaran dengan Plaful Learning, atau Game Based Learning yang bisa kita pelajari dari serial Netflix ini, dan film-film yang semacamnya.

Pasti semua yang tertarik akan penggunaan Game Based Learnign sudah paham mengenai segala macam manfaatnya, nah sebagian besar manfaat-manfaat dari pendekatan ini datang dari 1 hal, yaitu Playfulness. Kondisi dimana kita nyaman, senang, tentram tapi juga fokus dan waspada. Kondisi ini lah yang bisa membuat kita bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah.

Nah sering kali Game Based Learning menjadi kurang efektif ketia para pemainnya sudah tidak lagi bermain, tidak senang, dan tidak lagi menikmati proses belajaranya. Dari mempelajari Squid Game dan film-film semacamnya kita bisa melihat contoh di mana sebuah games tidak lagi “dimainkan”.

Untuk mempelajari bagaimana sebuah game bisa kehilangan playfulnessnya kita bisa menggunakan sebuah mahakarya yang ditulis oleh Johan Huizinga, Homo Ludens. Karya ini sangat penting karena berhasil menemukan karakteristik dari bermain, dengan ini kita bisa membedakan aktifitas bermain dan yang bukan.

Diantara 5 karakteristik bermain Homo Ludens, ada 2 yang tidak dicapai oleh game-game dalam Squid Games. Yaitu mengenai Freedom dan Motivation.

Hal yang sangat sederhana adalah mengenai Motivation, menurut Huizinga motiviasi bermain adalah motivasi intrinsik di mana kita tidak menginginkan apa pun selain bermain itu sendiri. Saat kita melakukan aktifitas demi mendapatkan suatu hasil ini sudah tidak lagi bisa dianggap bermain yang murni, dan manfaat psikologisnya pun sudah tidak banyak.

Dalam Squid Game para peserta tidak bermain karena ingin bermain dan menikmati proses bermain itu, tapi mereka disitu karena ingin membayar hutang yang menumpuk. Motivasi mereka tidak lagi intrinsik melainkan extrinsik.

Ketika hal ini terjadi dalam proses Game Based Learning, Anak-anak tidak lagi fokus dalam setiap momen mereka bermain dan pikiran dan atensinya terletak dalam hasil apa yang mereka ingin raih dari aktifitas itu, mereka tidak lagi bisa belajar secara dalam.

Karakteristik satu lagi yang dilangar secara brutal oleh Squid Games adalah Freedom, padahal menurut Huizinga dan Play scolars lainya Freedom ini karakteristik utama yang harus ada jika sebuah aktifitas ingin diklasifikasikan sebagai bermain.

Tentu setiap games memiliki peraturan dan batasan, tidak berarti bermain game kita memiliki kebebasan tanmpa batas. Namun bermain games dan mengikuti peraturan tetap bisa dianggap Freedom jika, pemain memberi “consent” dan bisa berhenti bermain saat mereka tidak lagi ingin bermain.

Concent adalah ketika mereka dengan suka rela mengikuti peraturan dan batasan yang ada. Memang dalam adegan sebelum bermai, para peserta Squid Game menandatangani Consent Form, yang diangap sebagai mereka suka rela mengikuti peraturan Squid Game, namun ini sangat manipulatif dan tidak memenuhi sarat consent yang benar.

Yang dimaksud dengan concent adalah ketika kita sepenuhnya memahami aktifitas apa yang kita ikuti, konsekuensi dari mengikutinya, tugas dan hak kita, dan semua informasi relefan lainnya tentang aktifitas yang kita consent untuk ikuti.

Consent ini yang membedakan Anak-anak main gelut-geluttan dan bullying. Ketika satu pihak tidak setuju mengikuti aktifitas ini, tapi dipaksa untuk berpartisipasi dan hasilnya kebahagiaan di satu sisi, dan sisilainnya penderitaan.

Kita lihat dalam Squid Game ada sekolompok orang bertopeng dibalik layar yang sepenuhnya menikmati game ini, dan para partisipan mengalami stress dan penderitaan yang tinggi. Jadi sepertinya judulnya lebih akurat Squid Bullying bukan Squid Game.

Nah karena itu saat kita mau menerpakan berbagai macam Playful Learning, seperti Game Based Learning hal yang sangat penting adalah kebebasan para Siswa-siswi kita. Saat mereka memang ingin bermain tanmpa paksaan mereka akan belajar lebih baik, dan saat mereka memiliki kebebasan dalam proses belajarnya mereka akan belajar lebih baik.