Penghapusan Tes Mata Pelajaran Membuat Game Based Learning Makin Penting!

Penghapusan Tes Mata Pelajaran Membuat Game Based Learning Makin Penting!

Photo by Museums Victoria on Unsplash

GANTI LAGI! Bukan SNMPTN, SBMPTN dan UMPTN itu lah headline news yang belakangan ini sering terdengar dari dunia pendidikan. Iya ujian-ujian mengenai mata pelajaran dihapus oleh Mendikbudristek.

Jika kita pelajari niat dari keputusan ini sangat baik, yang pertama mengenai inklusivitas. Saat ini anak-anak berlatar belakang sosio-ekonomik yang lebih baik memiliki keunggulan di pendidikan, khususnya dari kemampuan orang tuanya untuk memberikan bimbel.

Keunggulan ini terus berkelanjutan hingga anak-anak mereka nanti. Sedangkan di sisi lain keluarga yang tidak memiliki keunggulan ini akan terus kalah saing, hingga kesenjangan sosial dan ekonomi makin tinggi.

Alasan selanjutnya juga sangat baik, yaitu memikirkan kualitas pendidikan secara general yang sangat memperdulikan masa depan pendidikan. 

Dunia yang sangat dipermudah dengan teknologi ini tidak butuh lagi penghafal yang handal teknologi sudah memenuhi kebutuhan itu, dunia kita membutuhkan orang-orang yang bisa melakukan apa yang teknologi tidak bisa lakukan, dan salah satu yang diutamakan adalah problem solving.

Tes skolastik tidak berhubungan dengan penghafalan materi sebagaimana tes mata pelajaran. Tes skolastik berkaitan dengan kemampuan bernalar, pemecahan masalah atau problem solving, dan potensi kognitif siswa” Tutur Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar episode 22 yang ditayangkan YouTube Kemendikbud RI, Rabu (7/9/2022).

Kemampuan Game Based Learning untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa ini lah yang sering kali dibangga kan oleh para praktisi Game Based Learning. Mas Nuno, seorang Guru SMA yang amat keren, menjelaskan dengan baik proses pembelajaran kognitif yang terjadi saat siswa-siswinya bermain game di podcast Ludenara. Bisa didengarkan di sini ya!

Bahkan dalam literatur pendidikan bukti ilmiah bahwa Game Based Learning bisa meningkatkan kemampuan problem solving ini sudah sangat banyak.

Sebuah tinjauan literatur yang menganalisa 14 penelitian mengenai Game Based Learning dan problem solving untuk anak-anak usia dari 6-20 tahun menunjukan bahwa dampaknya sangat baik, bahkan literatur ini menjelaskan proses pembelajaran problem solving dalam konteks Game Based Learning dengan baik.

Berikut adalah tahapan problem solving yang telah dipelajari anak-anak dalam tinjauan tieratur tersebut (Kailani, 2019):

  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Mencari sumber permasalahan
  3. Merencanakan dan implementasi solusi dari masalah
  4. Mengevaluasi tingkat efektifitas dari implementasi tersebut

Waah keren banget ya! Anak umur 6 tahun lho sudah bisa kayak gitu kalo main games!

Hal-hal seperti ini lah yang membuat program pelatihan peningkatan kapasitas Guru agar bisa melatih anak-anak problem solving makin penting. Seperti yang sedang di laksanakan oleh PT. ASDP Ferry Persero bersama Ludenara dalam program Belajar Asik Bersama ASDP di 20 SMP Cilegon.

Serta program NBB yang juga sedang akan segera memasuki fase kedua.

Program-prgram pelatihan Game Based Learning untuk Guru ini diharapkan bisa membantu Guru memaksimalkan potensi game untuk berbagai macam proses pembelajaran.

Jadi dari penghapusan tes mata pelajaran yang sekarang diganti ujian yang mengukur kemampuan kognitif siswa, sepertinya sudah jelas bahwa Game Based Learning bisa menjadi salah satu cara yang harus dicoba!

Lalu bagaimana kita sebagai pendidik bisa mengoptimalkan proses bermain sebagai cara belajar problem solving?

Nah ini yang akan menjadi topik artikel Ludenara selanjutnya, mohon ditunggu yaa!

 

Sumber:

Kailani, S., Newton, R., & Pedersen, S. (2019). Game-Based learning and problem-solving skills: A systematic review of the literature. EdMedia+ innovate learning, 1127-1137.

Peran Game Based Learning Dalam Menyiapkan Anak-anak Untuk Dunia Kerja Masa Depan

Peran Game Based Learning Dalam Menyiapkan Anak-anak Untuk Dunia Kerja Masa Depan

Photo by Tara Winstead on Pexels

Dalam acara G20, Menteri Mendikbudristek Nadiem Makarim bersama dengan Dirjen Iwan Syahril menyuarakan empat agenda prioritas pendidikan Indonesia yang akan diangkat dalam G20 Education Working Group yaitu,

  1. Solidaritas dan Kemitraan
  2. Pendidikan Berkualitas Untuk Semua
  3. Teknologi Digital Dalam Pendidikan
  4. Masa Depan Dunia Kerja Pasca Covid-19

Melihat prioritas-prioritas pendidikan Mendikbudristek sepertinya kita bisa melihat bahwa penerapan metode Game Based Learning bisa memiliki peran yang besar dalam agenda keempat, yaitu masa depan dunia kerja pasca covid-19.

Saat kita melihat laporan dari Mckinsey mengenai The Future of Work, bahwa sekitar 30% pekerja global akan digantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030. Kita juga bisa lihat bahwa keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja 10 tahun yang akan datang akan sangat berbeda dengan yang diperlukan sekarang.

Contohnya secara menyeluruh pekerjaan-pekerjaan sekarang membutuhkan 50% dari waktu pekerja untuk pekerjaan fisik, manual, dan kemampuan kognitif dasar seperti input dan pengolahan data sederhana. Kebutuhan untuk pekerjaan-pekerjaan ini lah yang akan menurut secara derastis.

Di sisi lain pekerjaan kita akan membutuhkan banyak keterampilan sosial dan emosional seperti leadership, communication, kerja sama, dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi. Untuk sekarang keterampilan-keterampilan ini membutuhkan 33% dari waktu kita, dan Mckinsey memprediksikan 10 tahun yang akan datang angka ini bisa mencapai lebih dari 50%.

Melihat ini direktur Mckinsey Kweilin Ellingrud menuturkan pentingya kemampuan untuk beradaptasi dan lifelong learning agar pekerja bisa terus relevant dalam dunia kerja yang terus berubah.

Melihat ini kita bisa melihat tiga kemampuan utama yang menurut McKinsey sangat penting bagi masa depan, yaitu keterampilan sosial dan emosional, literasi teknologi, dan lifelong learning.

Banyak literatur ilmiah dan data yang sudah menunjukan keunggulan Game Based Learning untuk melatih ketiga hal ini.

Keterampilan Sosial dan Emosional

Pada dasarnya saat anak-anak dibiarkan bermain bersama teman-teman dan lingkungannya proses pembelajaran sosial akan terjadi dengan sendirinya. Begitu juga pembelajaran emosional, bahkan hingga tahap kemampuan memimpin yang kompleks (Hohlbein 2015). Tentu proses bermain sambil belajar mengenai leadership akan lebih efektif jika distrukturkan dengan baik dalam proses Game Based Learning.

Baca juga artikel kita yang menjabarkan ini secara lebih lengkap.

Literasi Teknologi

Kemampuan memanfaatkan teknologi digital sangat berhubungan dengan bermain video games. Bukan hanya menggunakan perangkat teknologi, saat pemain menekuni sebuah video game yang menantang mereka juga harus belajar mencari informasi online dengan baik, dan mengevaluasi kualitas informasi-informasi yang didapatkan.

Sekali lagi proses pembelajaran ini jika disajikan dengan baik melalui metode Game Based Learning terbukti efektif dalam mengembangkan kemampuan kompetensi dalam menemukan, memproses, memproduksi, dan mengkomunikasikan informasi (Reddy et al., 2021).

Lifelong Learning

Lifelong learning adalah perkembangan berkelanjutan keterampilan dan pengetahuan sepanjang hidup individu. Agar seorang individu bisa terus berkembang dengan baik, kita tau ada satu pengetahuan yang amat penting yaitu intrapersonal intelligence, atau self-knowledge. Bentuk intrapersonal intelligence ini merupakan kemampuan utama yang membantu kita untuk bisa belajar mandiri (Sellars 2006).

Kali ini bukan lah Game Based Learning yang memiliki peran untuk mengembakan bentuk intelligence ini, namun aktivitas bermain secara luas. Bagi Anak-anak proses mengenali diri terjadi dengan alami saat bermain (Chafel, 2003). Bahkan menurut kami orang dewasa pun tetap bisa banyak belajar tentang dirinya dari proses bermain. Nah artikel Ludenara sudah ada yang membahas tentang ini!

Sumber:

Chafel, J. A. (2003). Socially Constructing Concepts of Self and Other through Play [1]. International Journal of Early Years Education, 11(3), 213-222.

Hohlbein, P. J. (2015). The power of play in developing emotional intelligence impacting leadership success: A study of the leadership team in a midwest private, Liberal Arts University (Doctoral dissertation, Pepperdine University).

Reddy, P., Chaudhary, K., Sharma, B., & Chand, D. (2021). Contextualized game-based intervention for digital literacy for the Pacific Islands. Education and Information Technologies, 26(5), 5535-5562.

Sellars, M. (2006). The role of intrapersonal intelligence in self-directed learning. Issues in Educational Research, 16(1), 95-119.

Nilai-nilai Penting Dalam Permainan Tradisional

Nilai-nilai Penting Dalam Permainan Tradisional

Di jaman yang serba digital ini makin banyak literatur yang menjelaskan pentingnya video game dalam menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi dunia masa depan, khususnya dalam segi meningkatkan digital literacy (Steinkuehler, 2010).

Jadi tidak heran juga kalo kita lihat sekarang anak-anak makin asik main video game dirumah, yaa karena memang jamanya. Sedangkan di daerah perkotaan sepertinya makin jarang anak-anak main permainan tradisional, ya kecuali acara-acara khusus seperti 17an!

Lalu apakah permainan-permainan ini menjadi tidak relevan seiring berkembangnya jaman, harus kah kita ajak anak-anak kita untuk lebih giat bermain permainan tradisional, atau biarkan saja bermain video game demi dunia masa depan yang makin digital itu?

Nah untungnya masih ada juga literatur ilmiah yang menganalisis permainan tradisional secara baik, dan sepertinya masih banyak lho nilai-nilai dari permainan-permainan ini yang penting untuk anak-anak kita pelajari!

Permainan tradisional memang sebenarnya tidak sekedar dimainkan oleh nenek moyang kita demi senang-senang aja, ternyata memang permainan ini digunakan sebagai media pembelajaran, dengan nilai-nilai yang dianggap penting bagi setiap budaya yang memainkan permainan tersebut.

Berdasarkan definisinya sendiri permainan tradisional adalah permainan yang memiliki nilai-nilai budaya dan memiliki fungsi sebagai cara pemain melatih keterampilan yang akan penting dalam hidup mereka dalam sebuah masyarakat (Tesalonika & Munawar, 2016).

Secara general permainan tradisional juga sudah banyak dibahas dalam literatur ilmiah, walaupun literatur-literatur ini sudah termasuk jadul ya.

Contohnya, Misbach (2006) menemukan bahwa permainan tradisional berperan dalam perkembangan anak dalam 8 aspek.

  1. Motorik – Motorik halus dan kasar, pertahanan tubuh, fleksibilitas, dll
  2. Kognitif – Kreativitas, problem solving, cara berstrategi, imajinasi, dll
  3. Emotional – Empati, kontrol emosi, kontrol perilaku, dll
  4. Bahasa – Cara berbahasa, dan berkomunikasi non verbal
  5. Sosial – Cara bekerja sama, membanung hubungan baik, resolusi konflik dll
  6. Spiritual – Memahami hubungan diri dengan Tuhan
  7. Ecological – Memahami cara bijak penggunaan elemen alam sekitarnya
  8. Karakter – Nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat sekitar, khususnya perilaku baik dan buruk

Secara spesifik, dalam literatur karya Hidayati (2020) menganalisa 40 permainan tradisional dari sisi peraturan dan cara memainkanya untuk menemukan nilai-nilai yang bisa dipelajari dari permainan-permainan tradisional.

Berikut adalah beberapa contoh permainan yang dibahas

Gobak Sodor 

Saat memainkan Gobak Sodor pemain melatih ketangkasan, kewaspadaan, kecepatan dan kooperasi. Secara nilai moral permainan ini juga mengajarkan sikap sportif, kejujuran, menghormati orang lain, kerja sama tim, tanggung jawab, menghormati perbedaan orang karena permainan ini adalah permainan tim.

Balap Bakiak

 

Permainan ini membutuhkan tingkat kekompakan yang tinggi karena setiap pemain terikat dengan yang lain seakan-akan menjadi satu pemain. Permainan ini mengajarkan nilai egaliter yang kuat, karena tidak seperti permainan tim lain dimana kemampuan setiap individu masih terlihat, dalam permainan ini tidak ada satu orang dalam kelompok yang paling “jago” namun setiap pemain harus menyamai pemain lainnya dan tidak egois agar bisa mencapai satu tujuan.

Balap Karung

Saat balapan karung pemain pasti akan melatih motoriknya seperti keseimbangan dan kelincahan. Selain itu permainan ini menunjukkan bahwa limitasi (tidak bisa melangkah karena harus pake karung) bukan lah halangan untuk mencapai suatu tujuan. Sebenarnya permainan ini memberikan banyak peluang untuk curang dengan cara menjatuhkan orang lain, dari situ pemain juga belajar sportivitas.

 

Sumber:

Hidayati, N. N. (2020). Indonesian traditional games: a way to implant character education on children and preserve Indonesian local wisdom. Istawa: Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 81-101.

Misbach, Ifa H. (2006). Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang Karakter Dan Identitas Bangsa. Research Report. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Steinkuehler, Constance. (2010). Video Games and Digital Literacies. Journal of Adolescent & Adult Literacy – J ADOLESC ADULT LITERACY. 54. 61-63. 10.1598/JAAL.54.1.7.

Belajar Belum Tentu Bermain, Tapi Bermain Pasti Belajar

Belajar Belum Tentu Bermain, Tapi Bermain Pasti Belajar

Photo by mentatdgt

Kita sebagai orang tua ataupun guru pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-anak kita. Bentuk yang paling jelas dari keinginan ini adalah kepedulian kita dengan pendidikan, kita ingin anak-anak pintar dan sukses, itu jelas!

Dari pemikiran itu kita ingin mereka belajar sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya, karena itu mungkin masih banyak dari kita yang ingin mengurangi waktu mereka bermain. Nah pemikiran ini lah yang sebenarnya sudah tidak update, dan tidak berdasarkan sains perkembangan dan pendidikan anak.

Memang sebelum banyaknya penelitian mengenai bermain, spekulasi yang sering dianut adalah bermain sebagai istirahat atau refreshing dimana proses belajar juga berhenti. Namun setelah banyak bukit yang kita dapatkan dari berbagai macam penelitian, pemikiran ini harus diupdate.

Pertama ini bisa terlihat dari jauh sebelum proses pendidikan formal itu pun terjadi. Dari sejak lahir kita sudah mulai belajar bahasa, serta memanipulasi object disekitarnya dari bermain bersama orang tua dan keluarganya, di masa balita banyak sekali keterampilan psychomotor, dan socio-emotional yang berkembang, dan mereka latih saat bermain. Dan saat mereka bisa bermain game, atau permainan-permainan yang memiliki struktur berupa peran, peraturan, dan tujuan keterampilan intelektual berkembang dengan pesat (Elkind, 2008).

Jadi kita bisa lihat bahwa melalui bermain, anak-anak menciptakan pengalaman belajar yang baru, dan pengalaman ini memberi mereka kemampuan untuk mendapatkan keterampilan sosial, emosional dan intelektual yang tidak bisa mereka dapatkan dari cara lain. 

Contohnya mungkin mereka diajari, kalo main sama teman harus saling berbagi, mungkin mereka paham mungkin tidak. Tapi saat bermain proses belajari ini terjadi dengan sendirinya mereka sering kali egois dan tidak berbagi mainannya, dari sini mereka bertengkar dan mendapatkan pengalaman buruk. Lalu lama kelamaan mereka sadar jika berbagai mainannya, dan main bareng, pengalaman bermain menjadi jauh lebih menyenangkan, dan mereka akan berbagi dengan senang hati.

Proses bermain ini juga ternyata menyiapkan mereka untuk mempelajari hal yang lebih kompleks kedepannya. Sebuah penelitian neurosains menemukan anak-anak umur 4 dan 5 tahun membentuk konsep-konsep dasar matematika seperti pengenalan pola (pattern recognition), eksplorasi bentuk spasial, perbandingan, dan penilaian numerik dan hitungan, dari bermain (Seo & Ginsburg, 2004).

Observasi mengenai anak-anak paud juga menemukan bahwa saat bermain mereka menunjukan tingkat berbahasa yang lebih tinggi dari saat mereka tidak bermain, hal menjadi pondasi literasi yang baik (Christine et al., 2006).

Nah dari beberapa penelitian ini kita bisa melihat bahwa saat bermain banyak sekali yang terjadi, dan banyak hal yang mereka pelajari. Setelah kita memahami bahwa bermain lah aktifitas yang sangat alami bagi anak untuk belajar, lalu bagaimana dengan kemampuan akademis. Untuk itu kita harus menggunakan games untuk mengarahkan proses bermain sebagai eksplorasi topik-topik akademis, ini lah Game Based Learning.

Artikel ini adalah tambahan materi untuk Modul Nusantara Bermain Bermakna, jika ingin mempelajarinya lebih lanjut silahkan tekan link ini.

Sumber:

Christie J, Roskos K. Standards, science and the role of play in early literacy education. In: Singer DG, Golinkoff RM, Hirsh-Pasek K, eds. Play=Learning: How Play Motivates and Enhances Children’s Cognitive and Social-Emotional Growth. New York, NY: Oxford University Press. 2006:

Elkind, D. (2008). The Power of Play: Learning What Comes Naturally. American Journal of Play, 1(1), 1-6.

Seo, K. H., & Ginsburg, H. P. (2004). What is developmentally appropriate in early childhood mathematics education? Lessons from new research. Engaging young children in mathematics: Standards for early childhood mathematics education, 91-104.

Pentingnya Bermain Dari Usia Dini Untuk Kesuksesan Masa Depan

Pentingnya Bermain Dari Usia Dini Untuk Kesuksesan Masa Depan

Photo by Canva

Dalam tingkat individu pendidikan adalah sarana di mana setiap anak yang terlibat berkesempatan untuk meraih potensinya dan mencapai kesuksesan, di tingkat masyarakat yang luas, pendidikan memberikan kesempatan bagi setiap bangsa untuk terus berkembang.

Namun banyak sekali tantangan sistem pendidikan kita belum bisa lampaui, seperti menyiapkan anak-anak kita untuk masa depan yang dinamis, di mana dibutuhkan keterampilan dan ilmu terus berubah.

Menurut kami di Ludenara salah satu tantangan yang paling penting adalah bagaimana kita bisa membuat anak-anak senang sekolah, senang belajar. Yang banyak terjadi malah sebaliknya, kita sering dengar cerita anak-anak stres saat belajar, apalagi saat pandemi.

Jika kita bisa membuat anak-anak senang belajar, mereka akan terus terdorong untuk belajar dengan sendirinya. Ini lah satu-satunya cara kita bisa menyiapkan mereka untuk masa depan di mana mereka harus terus belajar untuk mengikuti zaman, atau bahkan membentuknya, yaitu terusmenerus belajar.

Menurut kami cara paling sederhana, dan mudah agar anak-anak kita bisa memiliki hubungan yang sehat dengan belajar adalah Playful Learning dan berbagai macam bentuknya. Kerennya, Playful Learning bukan hanya membuat anak-anak senang belajar, tetapi ternyata ini adalah cara yang sangat baik untuk anak-anak bisa memahami sebuah konsep pembelajaran secara mendalam dengan mudah, serta membentuk keterampilan-keterampilan penting lainnya.

Di tahun 2017, LEGO Foundation mengumpulkan sekelompok peneliti untuk mengumpulkan dan mengulas semua bukti-bukti manfaat dari Playful Learning, secara bagaimana, di artikel ini kita akan bahas beberapa makna yang penting dari penelitian ini.

Bermain di Usia Dini

Untuk bayi, interaksi positif seperti bermain sama pentingnya dengan nutrisi yang sehat dan lingkungan yang tidak berpolusi demi perkembangan yang optimal (CDC at Harvard University, 2016).

Ini karena dari sejak lahir, otak bayi akan berkembang dengan pesat saat kesehariannya kaya dengan interaksi dan stimulasi dari keluarganya, ya ini saat kita bermain sederhana dengan bayi, seperti ciluk-ba, membuat suara-suara lucu, muka-muka yang aneh, dan segala macam “permainan” dengan bayi. Permainan seperti ini bukan hanya membantu tumbuhnya otak, tetapi juga menjadi dasar dari perkembangan sosial-emosional yang baik.

Menghubungkan Bermain Dengan Pembelajaran

Dari umur 3-5 tahun, anak-anak membutuhkan bermain untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi, secara bahasa, dan juga secara non-verbal, dan secara menyeluruh keterampilan sosial mereka terbentuk dari bermain bersama teman dan keluarga. 

Di sisi lain keterampilan kognitif mereka juga terbentuk dengan pesat dalam konteks bermain. Melalui bermain dan eksplorasi mereka belajar memahami lingkungan sekitarnya, serta mengembangkan imajinasi, dan kreativitas (Kaul et al., 2014).

Saat memasuki pendidikan formal, sering kita fokus menghadirkan konten pembelajaran untuk mereka pahami. Namun konten hanya bermanfaat saat mereka bisa mengaplikasikannya sera membangun ilmu baru diatasnya. 

Karena itu anak-anak membutuhkan pemahaman konseptual yang dalam sehingga mereka dapat menghubungkan konsep dengan keterampilan, mengaplikasi pengetahuan mereka dalam situasi yang berbeda-beda dan merancang ide baru. Playful Learning akan meningkatkan keterlibatan anak-anak hingga mereka bisa memahami sebuah konsep dengan dalam (Zosh et al., 2017).

Bermain dan Lifelong Learning

Hal yang sangat menantang bagi sistem pendidikan adalah beradaptasi dengan cepat setiap adanya perubahan, dan seperti yang kita bisa lihat perubahan terjadi makin banyak.

Mungkin sebuah sistem akan kesulitan beradaptasi secepat itu, namun untuk setiap anak tantangannya lebih ringan, jika setiap anak itu memiliki semangat belajar yang baik dan bisa terus belajar hal baru agar tetap relevan di zaman yang terus berubah.

Peneliti Golinkoff dan Hirsh-Pasek (2016) menyampaikan bahwa untuk menjadi lifelong learner, anak-anak harus bahagia, sehat, berpikir, memiliki empati, dan kemampuan sosial untuk berkolaborasi, berkreasi, memiliki kompetensi yang tinggi, dan bertanggung jawab. Untuk mengembangkan semua hal ini, bermain lah sarana yang paling utama.

Nah setelah memahami pentingnya bermain dan belajar yang menyenangkan demi pendidikan anak, kita mungkin ingin menanyakan, bermain seperti apa yang baik? Nah untuk itu kita akan bahas di artikel selanjutnya, mohon ditunggu ya, terima kasih!

Sumber:

Center on the Developing Child at Harvard University (2011). Building the Brain’s “Air Traffic Control” System: How Early Experiences Shape the Development of Executive Function: Working Paper No. 11.

Kaul, V., Bhattacharjea, S., Chaudhary, A. B., Ramanujan, P., Banerji, M., & Nanda, M., The India Early Childhood Education Impact Study, UNICEF, New Delhi, 2017; Rao, Nirmala, et al. “Effectiveness of early childhood interventions in promoting cognitive development in developing countries: A systematic review and meta-analysis.” HK J Paediatr (new series) 22.1 (2017): 14-25; Jung, Haeil, and Amer Hasan. The Impact of Early Childhood Education on Early Achievement Gaps: Evidence from the Indonesia early childhood education and development (ECED) project. The World Bank, 2014.

Zosh, J. M., Hopkins, E. J., Jensen, H., Liu, C., Neale, D., Hirsh-Pasek, K., Solis, S. L., & Whitebread, D. (2017). Learning through play: a review of the evidence (white paper). The LEGO Foundation, DK.

Pentingnya Game Based Learning untuk pendidikan STEM

Pentingnya Game Based Learning untuk pendidikan STEM

 

Photo by felixioncool on Pixabay

Science, technology, engineering, dan math atau STEM telah menjadi alasan utama di balik perkembangan kesejahteraan manusia sepanjang sejarah.

Salah satu bukti kebenaran ini adalah data harapan hidup sepanjang sejarah manusia. Di mana sebelum adanya obat-obatan modern seperti antibiotik, pengetahuan mengenai sanitasi, dan teknologi untuk memproduksi pangan dengan masal, harapan hidup manusia hanya di angka 30-35 tahun dan angka itu naik secara drastis setelah adanya inovasi-inovasi tersebut (Riley, 2005).

Makanya tidak bahwa ada dampak positif yang signifikan dari tingkat pencapaian pendidikan STEM terhadap pertumbuhan ekonomi, di setiap negara yang diteliti (Croak, 2018). Menurut kami karena ini Indonesia memiliki kesempatan yang sangat besar untuk meningkatkan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat kita dengan meningkatkan kualitas pendidikan STEM.

Sayangnya jurusan-jurusan STEM di Indonesia kurang diminati lho, menurut data dari Kompas di tahun 2021 jumlah mahasiswa saintek hanya 32,1%. Sebenarnya tidak mengagetkan karena jika melihat data dari Zenius, Fisika, Matematika, dan Kimia merupakan pelajaran-pelajaran yang paling dibenci oleh siswa-siswi SMA.

Menurut Ludenara sangat penting bagi kita untuk menghadirkan pembelajaran STEM yang menyenangkan sedini mungkin. Jika anak-anak dari usia dini sudah paham bahwa sebenarnya belajar STEM itu menyenangkan, kemungkinan mereka akan terus mempelajari STEM hingga perguruan tinggi akan meningkat.

Lalu bagaimana caranya? Jelas game menjadi sangat potensial untuk menghadirkan pembelajaran STEM yang menyenangkan, dan hal ini pun sudah diteliti dan buktinya sepertinya juga sudah jelas.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 101 siswa-siswi SD-SMP dengan guru matematika, fisika, dan biologi, menemukan bahwa menggunakan flash game sederhana yang secara gratis tersedia di internet memiliki dampak yang sangat baik (Vu & Feinstein – 2017). 

Setiap guru mengekspresikan bahwa siswa-siswinya jauh lebih terlibat dan termotivasi dalam proses pembelajaran saat menggunakan games. Ini lah yang kita inginkan ya, siswa-siswi yang sangat termotivasi untuk belajar STEM.

Bukan hanya motivasi dan keterlibatan siswa-siswi, menggunakan game-game ini. Dalam penelitian ini mereka mengadakan pre-tes yang menilai pemahaman mereka mengenai materi pelajaran sebelum bermain, dan tentu post-tes untuk mencari tau apakah ada peningkatan pemahaman setelah bermain. Kerenya hasil post tes secara rata-rata meningkat setelah proses bermain.

Nah jika ada teman-teman yang ingin mencoba menggunakan game untuk pembelajaran STEM berikut adalah situs-situs yang digunakan oleh guru-guru dalam penelitian ini.

Matematika – www.mrnussbaum.com

Biologi – www.crazymonkeygames.com

Fisika – https://www.fileguru.com/Electric-Field-Of-Dreams/info

Sumber: 

Croak, M. (2018). The effects of STEM education on economic growth.

James C. Riley (2005)  Estimates of Regional and Global Life Expectancy, 1800–2001. Issue Population and Development Review. Population and Development Review. Volume 31, Issue 3, pages 537–543, September 2005., Zijdeman, Richard; Ribeira da Silva, Filipa, 2015, “Life Expectancy at Birth (Total)”, http://hdl.handle.net/10622/LKYT53, IISH Dataverse, V1, and UN Population Division (2019)

Vu, P., & Feinstein, S. (2017). An exploratory multiple case study about using game-based learning in STEM classrooms. International Journal of Research in Education and Science, 3(2), 582-588.

Cara Medesain Game Sederhana Bersama Sang Anak

Cara Medesain Game Sederhana Bersama Sang Anak

Photo by Maria Georgieva from Pexels

Menurut survei World Economic Forum, Analytical Thinking dan Inovasi merupakan keterampilan yang dianggap paling penting pada masa depan. Sayangnya keterampilan ini sangat kompleks, dan seperti yang dibahas di artikel Ludenara sebelumnya, sepertinya Game Based Learning sederhana tidak cukup untuk mengajarkan keterampilan ini.

Untungnya ada cara yang mudah untuk orang tua atau guru bisa menghadirkan situasi di mana anak-anak harus melatih analytical thinking dan inovasi tetapi dengan cara yang menyenangkan. Yaitu mendesain game!

Berikut adalah cara mendesain game papan/kartu sederhana, bahan dasarnya kita bisa menggunakan kertas, atau cardboard, dengan pensil atau krayon berwarna dengan melakukanya bersama anak, pasti  aktifitas ini akan menjadi pengalaman bersama yang bermakna.

Pertama kita pahami dahulu game, game adalah sebuah medium yang menghadirkan

  • Roles – peran apa saja yang ada dalam game yang bisa dimainkan oleh pemain
  • Rules – keputusan, jalur, cara, strategi apa saja yang harus dipilih sesuai dengan perannya
  • Results – konsekuensi dari segala keputusan, jalur, cara dan strategi

Sekarang kita pahami elemen-elemen game, setiap game memiliki 4 elemen utama ini

  • Story – sebuah narasi yang menceritakan dunia game secara menyeluruh
  • Gameplay – mekanik-mekanik game atau cara main apa saja yang hadir
  • Technology – untuk board game berarti hanya papan, bidak, dan kartu
  • Objective – tujuan akhir dari game itu sendiri

Nah setelah memahami elemen game ini, untuk belajar mendesain game hal yang paling mudah untuk dilakukan adalah memainkan sebanyak-banyaknya game dan pelajari setiap elemennya. Lalu kita coba ambil contoh 1 game yang kita pahami dan kita coba modifikasi,

Contohnya kita bisa modifikasi Ular Tangga, menjadi game yang memberi makna edukasi lebih banyak. Storynya kita bisa ubah menjadi petualangan mendaki gunung, lalu Gameplaynya kita buah, bukan melempar dadu, tetapi kita harus melempar 2 dadu lalu mengambil kartu yang akan memutuskan apakah kita harus mengurangi atau menambah kedua dadu itu. Setelah dijumlah atau dikurangi baru pemain bisa melangkah. Lalu setiap bertemu ular, pemain bisa melempar dadu dan jika jumlahnya sesuai dengan panjang ular, mereka tidak merosot kembali.

Tampa memodifikasi teknologi dan objective pun kita sudah menghadirkan game yang “baru” sebuah petualangan mendaki gunung penuh rintangan.

Nah setelah sudah terbiasa memodifikasi game, kita bisa coba melakukan game desain sprint, yang terdiri dari 3 fase

  1. Research –  kita memutuskan dasar-dasar game seperti targetnya apa, tujuannya apa dan ada batasan apa saja
  2. Concepting – secara detail kita rincikan gameplay dan mekanik apa saja yang ingin kita hadirkan, cerita gamenya apa, dan kita dokumentasikan dengan baik
  3. Prototyping – kita coba buat gamenya dengan pensil di atas kertas lalu coba mainkan, disini kita dengan mudah bisa mengganti mekanik, gameplay, peraturan, atau cerita hingga menemukan yang paling sesuai

Nah dengan proses ini anak-anak kita tanpa sadar akan melatih dan menerapkan keterampilan analytical thinking dan inovasi sederhana, selain itu pasti juga banyak proses pembelajaran yang bermakna akan terjadi saat mereka mendesain game, selamat mencoba, dan have fun!

Anak-anak Kita Harus Tau Cara Belajar Dari Game

Anak-anak Kita Harus Tau Cara Belajar Dari Game

Anak-anak Kita Harus Tahu Cara Belajar Dari Game
Photo by Liliana Drew from Pexels

Pendidikan harus bisa menyiapkan anak-anak untuk masa depan namun kita juga makin sadar betapa sulitnya memprediksi masa depan, lalu bagaimana bisa kita siapkan anak-anak untuk masa depan yang kita sendiri sebagai pendidik tidak tahu masa depan seperti apa. World Economic Forum (WEF) menemukan bahwa active learning dan learning strategies merupakan keterampilan yang sangat penting untuk masa depan, dan sepertinya game bisa memberi jalan untuk mempelajari ini.

Mungkin karena ini dalam laporan WEF Future of Jobs mereka menemukan bahwa banyak sekali perusahaan yang mementingkan keterampilan self-management yaitu active learning dan learning strategies. 

Karena dengan banyaknya disrupsi dan perubahan di dunia pekerjaan hal yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk mempelajari keterampilan atau ilmu baru dengan cepat dan efektif. Dalam laporan yang sama mereka menjelaskan bahwa di tahun 2025 40% karyawan butuh pelatihan ulang setiap 6 bulan untuk tetap bisa berkontribusi dalam perusahaannya.

Kondisi yang terus berubah ini memaksa kita juga untuk mengubah pemikiran kita tentang proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Dr Richard Claydon co-founder EQLab proses pembelajaran tidak lagi bisa bergantung kepada satu expert yang bisa menurunkan ilmunya kepada pelajar.

Namun seorang pendidik harus bisa menciptakan lingkungan di mana pembelajaran bisa terjadi dengan baik dan juga ikut serta dalam proses pembelajaran itu sendiri sebagai peserta, ini lah active learning dan learning strategies.

Ludenara tidak hanya sepakat dengan pemikiran ini, tetapi cara ini pun yang kita coba bantu guru untuk terapkan dengan menggunakan metode Game Based Learning.

Cara Game Based Learning Mendorong Proses Active Learning

Game Based Learning dengan efektif mendorong proses active learning, di mana informasi atau pembelajaran tidak dituangkan kepada pelajar, namun dalam proses bermain pelajar akan melatih keterampilan mereka, sertia mendapatkan ilmu dari eksplorasi dan pengalaman bermain mereka.

Guru sendiri tidak lagi harus menjadi yang expert dalam bidangnya dan harus bisa mengajarkan semua fenomena yang siswa-siswi harus pelajari. Tetapi guru memfasilitasi proses bermain agar siswa-siswi bisa secara aktif menemukan ilmu-ilmu pengetahuan dari pengalaman ini. Guru pun akan ikut belajar dari pengalaman ini lalu mendiskusikan dengan siswa-siswinya kesimpulan-kesimpulan yang mungkin siswa-siswi tidak sadar bahwa mereka mempelajari hal-hal itu.

Dengan melihat bermain game sebagai proses belajar seperti ini pembelajaran bukan lagi satu pihak, di mana guru menurunkan ilmunya kepada siswa-siswi, dan mereka hanya belajar secara pasif. Pembelajaran bisa menjadi tempat di mana guru dan siswa sama-sama mempelajari banyak hal, sekali lagi hal inilah mengapa active learning dan learning strategies sangat diperlukan.

Saatnya Mendorong Siswa-siswi Untuk Belajar Dari Game

Mempelajari bahwa pada masa depan semakin banyak kebutuhan untuk ini, sepertinya sekarang setiap siswa-siswi bisa mulai belajar menjadi fasilitator Game Based Learning, di mana mereka bisa belajar bersama teman-temannya secara aktif. Ini akan membantu siswa-siswi menjalin hubungan yang lebih positif terhadap proses belajar, mereka akan paham bahwa belajar adalah proses yang menyenangkan, dan termotivasi untuk terus belajar dan bisa mengikuti bahkan mungkin membentuk masa depan yang terus berubah ini.

Untuk informasi lebih lanjut cara menerapkan Game Based Learning di rumah maupun sekolah bisa pelajari di artikel Ludenara.org berjudul “Cara Membuat Semua Game Menjadi Edukatif!”. Nah mungkin sekarang saat mempelajari artikel ini kita juga bisa dorong anak-anak kita untuk menjadi fasilitatornya agar merea bisa membentuk kemampuan belajar yang efektif dan baik, yang sekali lagi akan sangat dibutuhkan pada masa depan.

Sumber:

World Economic Forum. (2020, October). Future of Jobs 202

Game Based Learning Makin Penting Untuk Masa Depan Anak-anak Kita

Game Based Learning Makin Penting Untuk Masa Depan Anak-anak Kita

Photo by Alex Green on Pexels

Setiap pihak yang bergelut di bidang pendidikan pasti setuju bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah menyiapkan anak-anak kita untuk masa depan. Dalam menyiapkan masa depan ini sepertinya cara yang baik adalah melihat keterampilan-keterampilan apa saja yang dibutuhkan pada masa depan.

Untuk itu kita bisa melihat laporan World Economic Forum (WEF) “The Future Of Jobs” di mana dalam laporan ini WEF meneilti tren dan perkembangan dalam seluruh industri dan melihat pekerjaan, dan skill apa yang makin dibutuhkan di masa depan.

Hal penting pertama bagi kita yang bergerak di bidang pendidikan adalah melihat banyak nya perubahan drastis yang diakibatkan oleh dua hal utama yaitu, perkembangan teknologi dan pandemi Covid-19. Karena ini banyak pekerjaan yang tidak akan ada lagi di masa depan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjaan secara lebih efektif dan efisien dengan robot dan AI.

Kedua hal ini bukan hanya melenyapkan pekerjaan, tetapi juga melahirkan pekerjaan-pekerjaan baru bagi manusia yang sifatnya kolaborasi dengan AI dan teknologi lainnya. Karena itu juga bukan hanya pekerjaan berubah tetapi keterampilan yang dibutuhkan untuk tetap relevan di masa depan juga terus berubah, bahkan menurut WEF sekitar 40% karyawan butuh melakukan pelatihan ulang setiap 6 bulan.

Berikut adalah keterampilan-keterampilan yang akan makin penting di masa mendatang

Kita bisa lihat bahwa setiap keterampilan yang ada di daftar ini cukup kompleks, belum tentu pihak-pihak yang bergerak di bidang pendidikan memahami cara mengajarkannya. Padahal kemungkinan, bahkan pasti, dalam beberapa dekade ke depan daftar ini akan berubah lagi. Lalu bagaimana kita bisa mengajarkannya kepada anak-anak kita?

Mungkin jawabanya bukan mengajarkan, tetapi belajar dan berlatih bersama. Disinilah Game Based Learning bisa menyediakan tempat yang pantas buat ini. Dalam dunia game pengajar tidak lagi harus menjadi yang maha tahu dan menggurui muridnya, tetapi bisa bersama-sama eksplore dunia game dan mempelajarinya bersama.

Dalam laporan lainnya WEF juga pernah membuat prediksi yang lebih luas dan jangkauan masa depan yang lebih jauh yaitu laporan New Vision for Education.

Sumber: New Vision for Education, World Economic Forum

Menariknya dalam laopran WEF ini mereka memberi beberapa rekomendasi untuk dunia pendidikan. Agar pendidik bisa melatih 21st century skills ini rekomendasi pertamanya adalah dorong Play Based Learning. Play Based Learning ini memang cakupannya luas, tetapi salah satunya adalah menggunakan games, dan Game Based Learning ini memang telah banyak diteliti dan terbukti hasilnya bisa melatih soft skills (Sousa & Rocha, 2017).

Ada banyak alasan mengapa Game Based Learning sangat baik untuk melatih keterampilan-keterampilan ini. Mungkin hal paling sederhana yang setiap pendidik harus paham adalah proses Experiential Learning. 

Bahwa dalam dunia game anak-anak kita merasakan langsung dampak dari setiap keputusan mereka, dengan cepat mereka harus menganalisa situasi, dan melihat mana aja faktor yang penting untuk diberi perhatian, lalu bereksperimentasi mencoba hal-hal baru untuk menyelesaikan masalah yang didepan mereka.

Proses pembelajaran seperti ini lah yang pasti akan terus relevan, dalam pekerjaan apa pun, dalam situasi apa pun, kita harus bisa menghasilkan inovasi untuk menyelesaikan tantangan-tantang di depan kita.

Dalam artikel-artikel Ludenara selanjutnya kita coba lihat beberapa keterampilan ini secara lebih detail dan cara-cara sederhana yang mungkin bisa mendorong proses pembelajaran keterampilan-keterampilan ini, ditunggu ya!

 

  Sumber:

World Economic Forum. (2016, March). New Vision for Education.

World Economic Forum. (2020, October). Future of Jobs 202.

Sousa, M. J., & Rocha, Á. (2017, April). Game based learning contexts for soft skills development. In World Conference on Information Systems and Technologies (pp. 931-940). Springer, Cham.

Manfaat Gamifikasi Untuk Pendidikan Menurut Experience Economy

Manfaat Gamifikasi Untuk Pendidikan Menurut Experience Economy

Photo by Iqwan Alif from Pexels

Orang tua dan guru pasti sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya, dalam artian kita pasti ingin proses pembelajaran itu efektif, bermanfaat, dan bermakna. Nah untuk menghadirkan proses pembelajaran yang seperti ini, pasti kita belajar dari pengalaman pendidik lain, dan jelas penelitian atau teori-teori pendidikan dan psikologi.

Mempelajari hal-hal ini jelas sangat penting, dari sini lah kita mengetahui pentingnya motivasi, keterlibatan, relevansi dan hal-hal lain yang penting untuk proses pembelajaran berkualitas. Tetapiselain mempelajari pendidikan dari kacamata ilmu pendidikan dan psikologi ilmu sosial lain juga bisa memberi wawasan yang menarik lho, contohnya ekonomi!

Ilmu ekonomi telah memberi banyak wawasan mengenai perilaku manusia dan interaksinya dengan hal-hal yang menurut kita memiliki nilai ekonomi, seperti barang, jasa dan komoditas. Nah dalam ilmu ekonomi ada Experience Economy bisa memberi wawasan mengenai pendidikan seperti apa yang akan dinilai bermakna dan memuaskan bagi “konsumennya” yaitu siswa-siswi.

Menurut Experience Economy, kebahagiaan dan kepuasan kita tidak bisa dijelaskan hanya dengan memiliki barang, komoditas atau menerima jasa, namun pengalaman memiliki bobot yang besar dalam kebahagiaan kita. Karena itu pula pengalaman memiliki nilai yang lebih premium dibandingkan sekedar barang, komdotas, ataupun jasa.

Penelitian pun sudah mensuport pemahaman ini (Carter and Gilovich, 2010). Mereka menemukan bahwa konsumen yang memilih membelanjakan uangnya untuk barang mendapatkan kepuasan yang lebih rendah dengan yang memilih pengalaman. Mereka juga menemukan bahwa kepuasan dengan barang menurun seiring berjalannya waktu, tapi kepuasan atas pengalaman justru meningkat.

Pemahaman ini bisa kita aplikasikan dalam dunia pendidikan (Kim et al., 2018).

Dengan mudah kita bisa menyamakan tingkat kepuasan konsumen bisa berarti pendidikan tingkat kualitas pendidikan dari cara pandang siswa-siswi. Saat siswa-siswi puas dengan pendidikannya berarti mereka merasa yang dipelajari itu bermanfaat, bermakna, dan mereka juga mendapatkan pemahaman materi pembelajaran, dari mendapatkan hal-hal ini kepuasan belajar muncul.

Sekarang kita bisa mencari tingkat kepuasan belajar yang tinggi. Dalam pendidikan kita bisa melihat buku, video, dan alat batu pembelajaran lain sebagai barang, dan mengajar sebagai jasa. Nah pembelajaran yang dimodifikasi lah yang bisa dianggap sebagai pengalaman karena beberapa dampak gamifikasi:

  • Active engagement: Elemen-elemen game seperti cerita, dinamika dan interaksi yang membuat siswa-siswi terlibat secara aktif dan menikmati proses pembelajaran.
  • Learning effect: Menggunakan gamifikasi untuk pembelajaran membantu siswa-siswi memperkuat ingatan mereka mengenai apa yang dipelajari
  • Personal experience: Saat siswa-siswi menyelesaikan misi, berhasil melewati tantangan, mereka akan merasakan pengalaman belajar yang lebih personal.

Sumber:

Carter, T. J., & Gilovich, T. (2010). The relative relativity of material and experiential purchases. Journal of Personality and Social Psychology, 98(1), 146–159. doi:10.1037/a0017145

Kim, S., Song, K., Lockee, B., & Burton, J. (2018). Gamification in Learning and Education: Enjoy Learning Like Gaming (Advances in Game-Based Learning) (Softcover reprint of the original 1st ed. 2018 ed.). Springer.