eSports? Sports beneran gak sih?

eSports? Sports beneran gak sih?

Photo by: blog.scienceandmediamuseum.org.uk

Di tahun 2019 MLBB (Mobile Legend Bang Bang) mengadakan M1 World Championship,  yang diikuti belasan negara termasuk, Rusia, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Brazil, dan negara-negara lain yang sering tampil dan berprestasi di ajang kompetisi di dunia.

Terus, saat ditandingkan dengan negara-negara ini, prestasi Indonesia seperti apa? Indonesia MENANG, JUARA SATU!

M1 World Championship

Indonesia berhasil mendominasi kompetisi ini secara total, bahkan dua tim yang bertanding di babak final berasal dari Indonesia lho! Yaitu RRQ vs EVOS, dan setelah pertandingan yang amat sangat seru, EVOS pun menjadi juara.

Bukan hanya ini saja, masih banyak lagi prestasi eSport Indonesia di ajang kompetisi internasional yang cukup membangakan. 

Namun, apakah semua prestasi ini bisa benar-benar diinginkan?

Apa kah kita bisa membangakan RRQ dan EVOS seperti kita membangga akan atlet-atlet bulu tangkis kita yang mendunia “The Minions” dan “The Daddies”?

Apakah eSports, benar-benar Spots?

Untuk menjawab ini kita bisa mulai dulu dari memahami sports itu sendiri dalam konteks profesionalisme dan kompetisi. Dan jangan lupa sports di sini bukan di artikan sebagai “olahraga” yang semata-mata kita mengolah raga kita, namun sebuah bidang yang mengkompetisikan skills.

Contoh nya board games yang dikompetisikan secara profesional seperti Catur dan Go aja di anggap sebagai sports.

Menurut Michael G. Wagner, sports adalah:

“Sports” adalah bidang aktivitas budaya di mana orang secara sukarela terlibat dan berkompetisi dengan orang lain dengan niat sadar untuk mengembangkan dan melatih kemampuan-kemampuan yang dianggap penting secara budaya dan membandingkan diri mereka dengan orang lain dalam kemampuan-kemampuan ini sesuai dengan aturan yang berlaku umum dan tanpa dengan sengaja merugikan siapapun.

Dari definisi ini kita bisa menjawab kenapa mayoritas sports kompetitif adalah olahraga yang fisik. 

Karena memang sepanjang sejarah manusia, kemampuan-kemampuan yang kita hargai sebagai budaya adalah kemampuan-kemampuan fisik. Sepanjang sejarah, hingga revolusi industri pun, kemampuan fisik lah yang bisa meningkatkan kemungkinan kita bertahan hidup, mencari, dan memproses sumberdaya untuk kesejahteraan kita.

eSport, merupakan perkembangan yang layak saat kita sebagai budaya berevolusi dari industrial menjadi budaya yang melebur dengan information technology. Di saat ini, kita sebagai budaya sangat menghargai kemampuan-kemampuan intelektual, dan juga teknikal yang berkaitan dengan teknologi.

Dan kemampuan-kemampuan seperti Critical Thinking, Collaboration, Problem Solving, Cognitive Agility lah yang di kompetisi kan di dalam games-games ini. 

Selain itu ada beberapa hal lagi yang sangat penting agar kompetisi bermain game ini bisa dianggap sports beneran

“Secara sukarela terlibat dan berkompetisi dengan orang lain dengan niat sadar untuk mengembangkan dan melatih kemampuan-kemampuan” kompetisi yang baik adalah yang dilakukan secara sukarela, dan juga dengan niat untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan yang kita hargai ini.

Niat disini sangat penting, karena jika kita bermain eSport hanya untuk menang, mendapat hadiah, dan menghasilkan uang hal ini akan mengakibatkan banyak kondisi psikologis yang buruk. Jika menang tidak akan ada hadiah yang bisa benar-benar memuaskan hasrat materi, dan jika kalah makan emosi-emosi negatif akan menjadi terlalu kuat.

Selain itu, terlalu ingin menang dan mengharapkan materi bisa merusak niatan baik untuk meningkatkan skills, sehingga fokus para peserta tidak ada di situ lagi.

Kedual hal terakhir berkaitan dengan mengikuti aturan, dan tidak boleh merugikan siapapun.

Hal inilah yang harus diingat dalam merancang kompetisis eSport yang baik. Bahwa kita harus bisa merancang peraturan-peraturan yang cukup baik untuk kelancaran kompetisi, serta sebisa mungkin tidak merugikan siapapun.

Nah dengan semua penjelasan ini, seperti kita bisa bangga dengan RRQ, EVOS, dan tim-tim eSport Indonesia lain nya yang telah membawa nama harum negara kita di ajang kompetisi Internasional.

Sumber:

Wagner, M. G. (2006, June). On the Scientific Relevance of eSports. In International conference on internet computing (pp. 437-442).

Wuah Banyak Banget Board Games Gratis Print and Play!

Wuah Banyak Banget Board Games Gratis Print and Play!

Kita semua pasti sudah tahu bahwa bermain sangat penting!

Dengan ada nya pandemi ini kita belum bisa bermain di luar seperti dulu, sementara main games di dalam rumah ok, cuma keseringan main video games juga ada dampak buruk nya!

Nah maka nya main board games aja! Udah jelas banyak banget manfaat nya apa lagi buat quality time bersama keluarga di rumah!

 

Di website ini banyak sekali board games hasil karya anak bangsa kita lho! Hehehe

https://www.bermaindirumah.com/

Game-game terpopuler nya juga banyak yang bertema Covid-19, jadi bisa main sambil belajar protokol kesehatan nih!

 

Board game lokal juga ada lagi dari KPK! Dengan board games ini anak-anak bisa belajar sikap-sikap anti korupsi seperti kejujuran, tanggung jawab, adil, dan lain lain!

https://aclc.kpk.go.id/materi/sikap-antikorupsi/boardgame

 

Terus jangan lupa ya, Ludenara juga punya board games print and play!

http://ludenara.org/belajar-main/

 

Selain board games lokal, tentu di luar negeri juga semakin banyak publisher board games yang mengeluarkan versi print and play nya!

 

https://print-and-play.asmodee.fun/

Di website ini banyak games yang bagus dan cocok untuk anak-anak

Yang paling populer nya Settlers of Catan versi adventure buat anak-anak lho!

 

Terakir, kalo buat teman-teman yang sudah familiar dengan dunia board games, dan tau board games mana aja yang bagus ini ada list 200+ board games print and play!

Yah memang ini buat yang udah sangat kenal dengan board games, kalo nggak bingung banget mau milih yang mana!

https://tabletopbellhop.com/tabletop-gaming-deals/free-covid-board-games/

 

Niat baik dan buruk untuk bertanding eSport

Niat baik dan buruk untuk bertanding eSport

Photo by Fredrick Tendong on Unsplash

 

Business Insider memprediksikan bahwa di tahun 2022 industri eSport akan memiliki pemasukan sebesar 1.8 Triliun Dollar US. Dengan pertumbuhan di sekitar 12-13% per tahun semenjak 2017, seperti nya eSport akan semakin merajalela.

“Aku mau jadi pemain pro eSport!” Tentu di masa depan, ini lah yang orang tua harus hadapi. Untungnya seperti yang kita bahas di artikel sebelumnya, eSport bisa menjadi tempat yang sangat baik untuk pengembangan diri.

Dengan syarat sang anak mendapatkan support yang baik dan benar dari orang tua, maupun guru atau coach. Salah satu hal yang harus kita ketahui untuk menjadi support yang baik adalah mempelajari kondisi psikologi di balik eSport, dan itu yang akan kita bahas.

Aspek psikologis paling utama yang harus kita perhatikan adalah motivasi, atau apa yang diinginkan dari karir eSport. 

Motivasi yang baik bisa mendorong anak untuk menjadi diri nya yang terbaik, karena memang dunia eSport mendorong self improvement di bidang intelektual skills, social skills, dan emotional skills yang diolah, dan diperlukan untuk berkompetisi dengan baik.

Sementara motivasi yang destruktif malah bisa membuat berkecimpung di bidang eSports menjadi hal yang sangat merusak bagi anak. Dengan motivasi yang salah bisa banyak emosi negatif yang tidak terkontrol dan merusak mental mereka, atau membawa anak kepada hubungan sosial yang kurang baik.

Pasti yang pertama dipikirkan mayoritas orang adalah pendapatan, dan tidak ada salah nya. Namun yang perlu diketahui bahwa niat ini bisa menghasilkan banyak kerugian.

Pertama tentu jika kalah tentu ini akan menghasilkan banyak emosi negatif, jika sang anak sudah memiliki emotional intelligence yang baik, tentu ini tidak terlalu bermasalah. Namun jika tidak, emosi-emosi negatif ini akan menghasilkan banyak dampak mental yang buruk yang bisa jadi berkepanjangan, apa lagi di anak-anak muda.

Jika menang pun, perlu diketahui bahwa kita tidak akan puas. Jika motivasi utama adalah materi, seberapa banyak nya uang tidak akan memuaskan. Khusus nya kemenangan-kemenangan di awal, hal ini malah bisa menghalangi anak untuk melihat aspek eSport yang luas dimana sang anak itu bisa memulai perjalanan self improvement yang sangat berarti.

Motivasi yang bersifat terlalu mengharapkan imbalan materi lainnya, maupun pengakuan sosial seperti peer pressure juga memiliki sifat yang sama, yaitu bisa menghambat self improvement ini.

Escapism, juga merupakan motivasi yang bersifat sama. Escapism ini adalah ketika sang anak bermain games atau mengikuti eSport karena ingin lari dari kenyataan. Mungkin di games dan eSport mereka bisa melupakan masalah dan tanggung jawab dunia nyata dan mengalihkan perhatian mereka.

Nah mungkin sebaiknya kita merayu anak kita, atau diri kita sendiri untuk memilih motivasi yang lebih konstruktif, agar perjalanan self improvement ini bisa terjadi di industri eSport. 

Sebelum kita bahas motivasi yang baik, alangkah baiknya jika kita pelajari apa hal-hal apa yang bisa membuat seseorang sukses di bidang eSport.

Karena dengan mengetahui ini, kita bukan hanya bisa memahami kenapa motivasi yang baik itu penting, tapi kita juga bisa menjadi coach yang lebih baik untuk anak kita yang serius ingin berkecimpung di bidang eSports (Himmelstein et al. 2017).

  1. Memiliki ilmu yang dalam tentang game yang dipertandingkan
  2. Berpikir secara strategis dan membuat keputusan dengan pintar dan cepat
  3. Termotivasi untuk terus berkembang
  4. Bisa memisahkan dunia personal dengan performa saat bertanding
  5. Tetap fokus
  6. Menghadapi bullying
  7. Memiliki growth mindset
  8. Beradaptasi dengan cepat
  9. Berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik
  10. Melakukan pemanasan mental dan fisik sebelum bertanding. 

Dari sini kita bisa melihat motivasi-motivasi yang baik seperti apa.

Pertama yang mungkin paling baik adalah, motivasi untuk meningkatkan keterampilan diri. Game-game eSport membutuhkan keterampilan-keterampilan seperti cognitive agility, critical thinking, collaboration, problem solving dan banyak lain-lain. Seperti nya jika anak memiliki keinginan “Aku pengen jadi pemain eSport paling hebat!” akan sangat baik.

Dengan motivasi ini, sang anak tidak akan terbanjiri emosi negatif saat kalah, bahkan sang anak akan termotivasi untuk berlatih lebih giat lagi, agar bisa mengalahkan lawan nya.

Motivasi karena “challenge” atau “competition” juga bisa menghasilkan hal yang sama seperti motivasi yang pertama. Jika sang anak memang suka berkompetisi dan merasa tertantang dengan eSport mereka dengan giat nya akan berlatih untuk meningkatkan keterampilan mereka agar bisa bertanding di tingkat yang tinggi.

Interaksi sosial juga bisa menjadi motivasi yang baik. Ketika sang anak suka bekerja sama, bermain bersama, mereka akan belajar menjadi tim player yang baik.

Dengan motivasi ini sang anak akan belajar sosial skills yang banyak. Mereka senang saat bekerja sama, berlatih bersama, mendiskusikan strategi bersama, dan juga berkomunikasi dengan cepat di tengah pertandingan yang sengit.

Tentu sebagai orang tau kita juga harus membedakan antara motivasi sosial yang baik, dan peer pressure dimana anak merasa terpaksa ikut tim eSport karena temannya.

Nah tentu teman-teman di sini juga bisa berdiskusi dengan anak-anak akan motivasi apa yang bisa mendorong mereka untuk menjadi orang yang lebih baik melalui kompetisi-kompetisi eSport.

 

Sumber:

Himmelstein, D., Liu, Y., & Shapiro, J. L. (2017). An exploration of mental skills among competitive League of Legend players. International Journal of Gaming and Computer-Mediated Simulations, 9(2), 1-21.

Bányai, F., Griffiths, M. D., Király, O., & Demetrovics, Z. (2019). The psychology of esports: A systematic literature review. Journal of gambling studies, 35(2), 351-365.

Jomblo? Mungkin kamu terlalu serius..

Jomblo? Mungkin kamu terlalu serius..

Photo by Atlas Green on Unsplash

Mungkin artikel ini sedikit berbeda dari artikel Ludenara biasanya. Kecuali kalau kita memikirkan pendidikan sebagai jalan menuju kehidupan yang terbaik, termasuk love life kita.

Saat kita bertanya, kenapa bermain itu ada, banyak sekali penelitian ilmiah yang menemukan bahwa bermain adalah kebutuhan setiap makhluk hidup untuk tumbuh, berkembang, dan belajar. Iya semua makhluk hidup, bahkan ada yang menemukan bukti bahwa serangga pun memiliki playfulness nya sendiri.

Ya kecuali tanaman lah, sepengetahuan kita mereka gak main deh….

Namun penjelasan ini tidak menjawab pertanyaan mengapa hewan, atau orang dewasa yang sudah tumbuh dengan maksimal masih bermain dan memiliki sifat playfulness yang kuat.

Ada teori yang datang dari sebuah hipotesis yang menarik. Bahwa orang dewasa memiliki sifat playful karena itu sangat disenangi oleh lawan jenis, bahkan sifat playful ini mengindikasikan bahwa orang dewasa itu layak menjadi pasangan jangka panjang.

Nah, setelah di uji coba secara ilmiah, hipotesis ini konsisten dengan hasil penelitian!

Untuk menguji hipotesis ini, para peneliti memodifikasi survey yang berjudul “The Marital Preferences Survey”.  Yang memberi peringkat terhadap kepribadian apa yang mereka inginkan dari calon pasangan hidup.

Berikut adalah ciri kepribadian yang di ranking oleh peserta:

Kind and understanding, exciting personality, intelligent, physically attractive, healthy, easygoing, creative, wants children, college graduate, good earning capacity, good heredity, good housekeeper, dan religious.

Lalu peneliti menambahkan fun loving, sense of humor, dan playful.

Mereka pun mensurvey 254 mahasiswa dengan rata-rata umur 20 tahun. 

Dan ternyata di antara semua kepribadian ini, sense of humor menduduki peringkat 2, fun loving, 3 dan playful 5. Jika penasaran, yang peringkat 1 adalah kind and understanding, dan yang menduduki peringkat 5 ada dua, yang satu nya adalah exciting personality.

Jadi memang iya mayoritas orang lebih memilih pasangan yang kind and understanding dibanding apapun, tapi jika kita melihat kepribadian-kepribadian peringkat 2-5 itu semua berhubungan dengan playfulness.

Naah jaid untuk para jomblo-jomblo di sana, jika kalian merasa kalian sudah baik hati dan bisa memahami orang lain, mungkin yang kurang adalah playfulness.

Nah jadi jangan lupa, go play, make jokes, take life playfully and have fun!

Sumber:

Chick, G., Yarnal, C., & Purrington, A. (2012). Play and mate preference: testing the signal theory of adult playfulness. American Journal of Play4(4), 407-440.

Ko bisa ya bermain manfaat nya bisa banyak?

Ko bisa ya bermain manfaat nya bisa banyak?

Photo by Terry Vlisidis on Unsplash

Seperti yang kita bisa lihat dari tokoh-tokoh pendidikan yang mempengaruhi filosofi Bapak Pendidikan Nasional kita, bermain dan playfulness berada di tempat yang sangat sentral dalam filosofi pendidikan yang baik. Dan kalau intelektual-intellectual ini menunjukkan ke arah playful learning ini, pasti konsep ini akan memberi kita banyak pencerahan mengenai pendidikan jika kita dalami lagi.

Pendidikan sendiri kita semua bisa seuju tujuan utamanya adalah untuk memastikan kesuksesan murid di masa depan, hingga dia bisa menjadi berguna untuk masyarakat. Nah di sini yang rada repot mendefinisikan kesuksesan, pasti setiap orang punya bayangan nya sendiri tentang kesuksesan. Tapi di sini lah keren nya bermain muncul!

Sekarang coba perhatikan hal-hal yang bisa memaksimalkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, kita bisa melihat bahwa setiap hal ini memiliki hubungan yang erat dengan bermain. Ini lah yang juga sering dimaksud dengan holistic education

Berikut adalah beberapa hal yang berhubungan erat dengan bermain dan sudah dibahas di artikel-artikel sebelum nya;

Cognitive skills – Critical Thinking, Problem Solving, Decision Making, Planning/Organizing, Creativity

Social SkillsLeadership, Cooperation, Communication, Conflict Resolution

Emotional Intelligence and intrapersonal intelligence – Stress Management, Self Motivating, Self Awareness, Self Management,

Character – Self Esteem, Compassion, Empathy, Morality

Motoric skills development and Physical health

Memenuhi kebutuhan manusia

21st century skills

Bahkan banyak advokat bermain yang juga menekankan aspek spiritual dari bermain, seperti Friedrich Froebel. Tapi itu terlalu dalam, dan kalo kita bahas sekarang artikel ini lama-lama jadi buku. Dan demi pembaca, artikel Ludenara lebih enak kalo gak terlalu berat.

Nah bagaimana pun kita membayangkan kesuksesan buat anak dan murid kita, pasti mencantumkan beberapa hal ini, dan gak salah juga kalo kita ingin anak kita memiliki semua kehebatan di atas itu, naah makanya main yang bener, haha…

Sekarang ada pertanyaan yang sangat menarik, bahwa kenapa bisa suatu aktivitas bisa sangat penting untuk kesejahteraan manusia. Untuk menjawab pertanyaan ini kita terlebih dulu harus membahas sebenarnya, what the actual heck is play?

Memang kita pasti sudah paham apa sih main itu, orang dari bayi juga udah main ko, pas anak-anak apa lagi maiiiiin terus kerjaannya, remaja, dewasa pasti kita masih suka main!

Terus kenapa kita harus nanya lagi? Ternyata mempelajari “play” sendiri bisa memberikan wawasan tentang sifat manusia, struktur sosial, dan mengetahui bermain seperti apa yang baik, dan yang tidak.

Ternyata play sangat sulit untuk didefinisikan, hal ini banyak sekali diperdebatkan dari perspektif psychology, teori pendidikan, filsafat, hingga para pelajar perilaku hewan. Sampai-sampai buku yang paling terkenal tentang ini berjudul The Ambiguity of Play, dimana filsafat modern Brian Sutton-Smith mempelajari ratusan teori dan penelitian tentang bermain,

Hah ratusan? yaah…. kalo di bahas kayaknya berat banget nih. Jadi supaya tidak terlalu berat, kita ambil satu cara pandang saja yaitu edukasi, dan menanyakan bermain itu seperti apa sehingga bisa sangat mendidik, dan mengembangkan anak-anak sepenuhnya, lalu perspektif lain akan dibahas di artikel yang berbeda.

 

Freedom

Hal yang memungkinkan setiap orang menemukan bakan dan pasion nya adalah freedom. Lebih tepat nya lagi freedom to explore. Pada saat bermain kita mengeksplorasi apa pun sesuai hal yang kita anggap menarik, dan setelah melakukan eksplorasi yang cukup setiap orang pun pasti bisa menemukan bakat nya.

Setelah itu seperti yang bisa dipelajari dari filosofi pendidikan Maria Montessori dan juga Rabindranath Tagore, kebebasan sangat lah penting untuk menciptakan pendidikan yang efektif. Ini mengapa mereka mengutamakan bermain. Kenyataannya bermain memiliki sifat kebebasan yang tinggi. Setiap partisipan harus ingin bermain tanpa paksaan, di saat mereka di paksa untuk bermain, aktivitas ini sudah keluar dari definisi bermain dan semua manfaat bermain pun hilang.

Di saat bermain setiap orang merasakan kebebasan di tingkat yang lebih tinggi dari kesehariannya. Di sini manusia bisa mengekspresikan dirinya dengan lebih bebas lagi, tidak terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan dan lebih spontan, ini menjadi pupuk untuk kreatifitas manusia.

Sifat kebebasan ini juga mempromosikan pendidikan yang egaliter, dimana bukan hanya murid yang belajar dari guru, tapi guru juga berkesempatan untuk belajar dari murid-murid nya. Suatu hal yang sangat ditekankan oleh Tagore. 

 

Intrinsically Motivating

Aktivitas yang seru, asik dan semua sinonim menggembirakan lain nya. Ini pasti sifat bermain yang paling kita kenal. Bahwa ada di dalam sifat manusia yang mendalam dimana kita terdorong untuk mencari aktivitas yang menyenangkan.

Di sinilah banyak manfaat playful learning bisa di lihat. Bahwa dengan merancang aktivitas pembelajaran yang serasa bermain anak-anak akan termotivasi dan semangat untuk belajar lag idan lagi. Ini juga manfaat utama yang telah banyak terdata di dunia akademis yang mempelajari manfaat bermain untuk pendidikan.

 

An End In Itself

Di saat bermain, kita bermain karena kita ingin bermain. Bukan karena motivasi eksternal materialistis seperti untuk mencari uang, mendapatkan penghargaan dan lain-lain.

Hal ini lah yang menciptakan kondisi terbaik untuk kita belajar. Mungkin ini memasuki ranah “spiritual” tapi tanpa motivasi external, keikhlasan terjadi dengan sendirinya. Di saat kita playful kita akan jauh lebih fokus, kondisi psikologis berada di tempat yang optimal, kita bisa mencerna informasi dengan lebih baik dan proses kognitif kita berjalan lancar. Ada quote dari Tagore yang sangat berhubungan dengan konsep ini dan bisa membantu menjelaskan nya

“Our purpose wants to occupy all the mind’s attention for itself, obstructing the full view of most of the things around us. The child, because it has no conscious object of life beyond living, can see all things around it, can hear every sound with a perfect freedom of attention, not having to exercise choice in the collection of information.” – Rabindranath Tagore

Menurutnya yang menghambat proses pembelajaran adah purpose, atau motivasi external ini.

 

Simulation

Banyak  Play Theorist yang mengutamakan aspek imajinatif, dan world building dari aktivitas bermain. Dimana kita memencet tombol pause di kehidupan dan tengelam dalam dunia baru yang kita ciptakan bersama saat bermain. Di sini bermain sangat therapeutic, dimana untuk sejenak kita bisa meninggalkan semua kekhawatiran dan permasalahan di dunia nyata.

Untuk pendidikan ini menyediakan tempat yang aman untuk berbuat salah, kita bisa menciptakan masalah-masalah dunia nyata dan bereksperimen dengan berbagai macam cara menanganinya. Kita bisa berimajinasi tentang segala situasi yang bisa kita mainkan bersama untuk mempelajari bagaimana kita bisa berinteraksi dengan situasi itu.

Naah mungkin untuk sementara informasi ini cukup untuk kita sebagai pendidik menelaah aktivitas bermain seperti apa yang baik untuk pendidikan, dan yang kurang baik. Dengan informasi ini, kita bisa bereksperimen dengan berbagai macam permainan, dan dampaknya kepada pendidikan.

Dan seperti yang tadi di bahas, bermain in juga telah di pandang dengan berbagai macam kacamata ilmiah dan filosofis, tapi sebelum ini kami ingin mengucapkan terima kasih atas waktu yang diberikan untuk membaca artikel yang niat nya tadi gak kan berat tapi jadi berat juga….

 

 

Sumber:

Henricks, T.S. (2008). The Nature of Play An Overview.

Sang Lifelong Playful Learner dan intrapersonal intelligencenya.

Sang Lifelong Playful Learner dan intrapersonal intelligencenya.

Aziz Acharki on Unsplash

Sebagai pengajar pasti kita ingin murid kita tidak hanya bisa belajar saat bersama kita, tapi juga terus belajar secara efektif dengan sendiri nya. Kalau murid-murid dan anak-anak kita bisa gini, mereka pasti akan terus berkembang menjadi orang yang lebih baik dari hari ke hari, sepanjang umurnya.

Nah pasti bukan cuma guru, tapi juga orang tua pengen anak nya bisa kaya gini. 

Kita ingin mereka menjadi lifelong playful learner, dimana mereka bisa:

  • Mendesain “curriculum” sendiri yang di sesuai kan dengan kekuatan, limitasi, dan minat mereka. 
  • Memutuskan tujuan dari pembelajaran mereka
  • Membuat rencana agar tujuan-tujuan itu bisa tercapai
  • Menemukan cara belajar yang paling sesuai
  • Meregulasi perilaku, emosi, dan kognisi diri
  • Mengevaluasi hasil pembelajaran sendiri

Di sini lah Intrapersonal Intelligence memiliki peran yang sangat besar, karena ini satu bentuk intelligence yang memungkinkan mereka untuk memiliki semua kemampuan di atas. Untuk memastikan anak-anak kita menjadi “lifelong learner” yang baik, meningkatkan intrapersonal intelligence mereka lah awal yang sangat baik.

Istilah intrapersonal intelligence pertama di tuliskan di tahun 90-an oleh Howard Gardner dalam teorinya multiple intelligence. Namun konsep ini sangat tua, filsafat-filsafat Barat seperti Socrates yang sering menyarankan masyarakat Athens untuk “know thyself” sebagai fondasi hidup yang baik, atau Immanuel Kant mengajak kita untuk menggunakan rasionalitas untuk mendapatkan “self-knowledge”. 

Depiction of Laozi in E. T. C. Werner’s Myths and Legends of China

Self-knowledge ini juga merupakan hal yang sangat penting di filsafat Timur. Seperti Lao Tzu yang mengatakan “Knowing others is wisdom, knowing yourself is enlightenment.” 

Adi Shankara filsuf India juga mengatakan hal yang serupa “Absolute perfection is the consummation of Self-knowledge.”

Yaaah begitulah… memang self-knowledge ini penting banget, dan bahkan bisa jadi ini intelligence yang terpenting yang bisa kita miliki. 

Bagaimana kita bisa menjadi diri kita yang terbaik, jika kita tidak tahu diri kita sendiri?

Dan bagaimana kita bisa mendapatkan, atau bahkan mengetahui kehidupan seperti apa yang kita inginkan, jika kita tidak tahu siapa yang menghidupinya?

Intrapersonal intelligence adalah kemampuan kita untuk memahami, mengenali, dan mengetahui semua tentang diri kita sendiri. Intelligence ini meliputi memahami kekuatan dan kelemahan, menyadari mood, emosi, niat, motivasi, dan keinginan diri sendiri, dan kapasitas untuk self-discipline, self-understanding dan self-esteem (Gardner & Hatch, 1989).

Intrapersonal intelligence membantu kita untuk membuat penilaian dan perbedaan antara pemikiran kita sendiri, kita juga bisa membnatun mental model yang akurat tentang diri kita sendiri dan mengandalkan model itu untuk membuat keputusan yang terbaik di dalam kehidupan kita. Intelligence ini juga memudahkan kita untuk mengontrol memotivasi diri kita, serta mengontrol emosi, perilaku, dan bentuk ekspresi diri.

Selain itu intrapersonal intelligence ini juga membantu kita untuk mengoptimalkan The 4 Freedoms of Play, kondisi-kondisi dimana pembelajaran terjadi dengan maksimal. 

Freedom to explore mendorong kan kita untuk belajar apa yang kita inginkan, dan cara belajar apa yang kita inginkan. Intrapersonal intelligence akan mempercepat proses ini. 

Freedom to fail membolehkan kita untuk gagal dan terus gagal, lalu belajar dari kegagalan itu. Memiliki kemampuan introspeksi akan memungkinkan kita untuk menggali lebih dalam tentang apa yang bisa kita pelajari dari kegagalan.

Freedom of effort menyarankan kita untuk bebas menggunakan usaha senyaman nya kita. Dengan intrapersonal intelligence kita memahami saat-saat kita bisa belajar dan bermain dengan effort yang minimal untuk hasil yang optimal, kita juga memahami kapan energy kita bisa digunakan dengan optimal untuk belajar.

Freedom of identity, Intrapersonal intelligence memudahkan kita untuk mengoptimalkan 3 freedom sebelumnya, namun yang ini terbalik. Dimana freedom of identity, saat kita bebas bermain dengan identitas kita, di saat itulah kita belajar banyak tentang diri kita sendiri.

Dari sini kita bisa melihat hubungan “play” dan intrapersonal intelligence sangat lah erat, dan banyak sekali cara meningkatkan intrapersonal intelligence dengan menggunakan Game Based Learning.

Hal ini lah yang akan di bahas di artikel kita berikutnya.

Thanks for reading! semoga bermanfaat…

Sumber:

Gardner, H. (1983). Frames of mind. New York: Basic Books.

Sellars, M. (2006). The role of intrapersonal intelligence in self-directed learning. Issues in Educational Research, 16(1), 95-119.

Educating teachers on Disaster Preparedness and Mitigation during Covid-19 Pandemic. 

Educating teachers on Disaster Preparedness and Mitigation during Covid-19 Pandemic. 

FOR IMMEDIATE RELEASE: 16/07/2020

 

Collaboration program by BAZNAS and Ludenara

 

July 16, 2020: Though Indonesia is prone to natural disaster, since the pandemic educating the public on natural disaster mitigation has taken a back seat. However the natural disaster itself has not calmed down, from the start of the year up to 29th of Jun the BNPB has recorded 1,549 natural disasters which has taken 192 lives, and many more injured, signaling an ever present need for this type of education. Due to this BAZNAS and Ludenarais initiating an online educational teacher’s workshop on disaster preparedness mitigation. This is an effort to enable teachers to conduct an online interactive learning session on disaster preparedness mitigation for their students, during a pandemic.

Learning from the success of our previous collaboration program, we are going to use SIAGA! Learning kit to educate teachers on disaster preparedness and mitigation. The pilot program will be conducted on 18th of July, we are targeting around 30-50 participants. As of now total there would be 51 attendees (20 from Lombok, 28 from Central Sulawesi, and 3 from BAZNAS Adab Workshop), the workshop would be conducted first on 18th of July at 08:00-11:00 and another one on 25 of July at 08:00-11:00. 

This pilot would be the basis of a continuous program in which we would continue to improve by a dialectic method with the BAZNAS and Ludenara team of removing what’s not working, and finding new ways to continuously improve the program. We hope this public service program would educate the public on the importance of preparedness, team work, and training to reduce the number of casualties of natural disasters.

These are the organizations that are involve:

Ludenara focuses on implementation of game based learning (GBL) to increase the quality of education in Indonesia. Ludenara has conducted training and learning sessions for teachers around Indonesia. Until March 2020 we have more than 1,400 alumni all over Indonesia. Currently Ludenara board advisory consists of high level figures from national and international institutions. We have an international network and collaborators in several countries including USA (MIT education Arcade) and Singapore (Institute of Mental Health).

Badan Ambil Zakat Nasional (BAZNAS) is an non-structural government organization that is responsible for managing zakat as according to the Zakat Management Law No. 23/2011. Within BAZAS there are a number of Program Institutes, each are incharge of helping a specific public need. There are two institutes that handle education, these are; Lembaga Beasiswa BAZNAS (LBB), they are incharge of providing scholarships and Sekolah Cendekia BAZNAS a boarding school designed to take in impoverished students in need for education. The SIAGA Boardgame is a collaboration of the two. BAZNAS is also concerned in developing the best education, and an access to worthy education in order for children to achieve their dreams.

 

Pendidikan Guru untuk Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana selama Pandemi Covid-19.

Program kolaborasi oleh BAZNAS dan Ludenara

 

Juli 16, 2020: Meskipun Indonesia rawan bencana alam, sejak pandemi ini pendidikan mengenai mitigasi bencana alam tidaklah menjadi prioritas banyak pihak. Namun bencana alam itu sendiri belum mereda, dari awal tahun hingga 29 Juni BNPB telah mencatat 1.549 bencana alam yang telah merenggut 192 nyawa, dan banyak lagi yang terluka, menandakan kebutuhan yang selalu ada untuk pendidikan mitigasi bencana. Karena ini BAZNAS dan Ludenara menginisiasi workshop guru online tentang mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Ini adalah upaya agar memungkinkan para guru untuk melakukan sesi pembelajaran interaktif online tentang mitigasi dan kesiapsiagaan bencana untuk siswa-siswi mereka, selama pandemi.

Belajar dari keberhasilan program kolaborasi kami sebelumnya, kami akan menggunakan SIAGA!, learning kit untuk mendidik guru akan mitigasi bencana. Program pilot akan dilakukan pada tanggal 18 Juli, kami menargetkan sekitar 30-50 peserta. Hingga saat ini total peserta berjumlah 51 guru (20 dari Lombok, 28 dari Sulawesi Tengah, dan 3 dari binaan Workshop Adab BAZNAS), workshop pertama akan dilakukan pada tanggal 18 Juli pukul 8:00-11:00 dan sekali lagi pada tanggal 25 Juli di jam yang sama. 

Program pilot ini akan menjadi pondasi awal dari program berkelanjutan di mana kami akan terus meningkatkan dengan metode dialektik dengan tim BAZNAS and Ludenara untuk menghilangkan apa yang tidak berfungsi, dan menemukan cara baru untuk terus meningkatkan kualitas program ini. Kami berharap program layanan publik ini akan mendidik masyarakat tentang pentingnya kesiapsiagaan, kerja tim, dan pelatihan dalam mengurangi jumlah korban bencana alam.

 

Berikut adalah organisasi-organisasi yang terlibat:

Ludenara fokus kepada implementasi game based learning (GBL) untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Ludenara sudah menyelenggarakan berbagai macam pelatihan dan sesi belajar bersama yang dihadiri oleh guru-guru Indonesia. Hingga Maret 2020 Ludenara sudah memiliki lebih dari 1,400 alumni dari seluruh Indonesia. Ludenara sudah berkolaborasi dengan organisasi mancanegara dan memiliki network international termasuk di AS (MIT education Arcade) dan Singapore (Institute of Mental Health)

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah Lembaga Pemerintah non-struktural yang bertanggung jawab untuk mengelola zakat sesuai dengan Undang-Undang Manajemen Zakat No 23/2011. BAZNAS memiliki beberapa Lembaga Program yang bertugas untuk membantu kebutuhan masyarakat dengan berbagai bidangnya masing-masing. 

Pendidikan misalnya, yang didalamnya ada Lembaga Beasiswa BAZNAS (LBB) dan Sekolah Cendekia BAZNAS. Untuk Boardgame SIAGA ini merupakan Boardgame kedua dari bagian pendidikan. BAZNAS juga concern dalam memberikan pelayanan pendidikan terbaik dan akses pendidikan yang layak  bagi adik-adik yang akan mencapai cita-citanya

 

Socratic Questioning untuk Game Based Learning. Teknik merangkai pertanyaan paling manjur

Socratic Questioning untuk Game Based Learning. Teknik merangkai pertanyaan paling manjur

Photo by Evan Dennis on Unsplash

Pertanyaan bisa digunakan sebagai alat yang sangat canggih untuk mendorong pembelajaran siswa-siswi. Di artikel sebelumnya kita telah membahas berbagai metode untuk merangkai pertanyaan yang baik, namun ada satu cara yang sangat banyak potensinya jika di dalam dan bisa dibilang teknik bertanya yang paling brilian, yaitu Socratic Questioning. Metode ini memang sudah sering digunakan dalam konteks mengajar. Menurut Plato metode ini pembelajar didorong untuk menganalisa, memeriksa pola pikir, kepercayaan, ilmu, dan ide-ide mereka (mental models), sehingga mereka bisa melihat sendiri kekurangan, kejanggalan, atau kontradiksi di mental models yang mereka miliki dan bisa membuat ulang mental model yang lebih akurat.

Socratic Questioning ini memiliki berbagai kegunaan seperti; mengeksplorasi ide-ide kompleks, menemukan kebenaran, menemukan masalah-masalah yang tertutup, untuk menganalisa asumsi, dan konsep, membedakan apa yang kita ketahui dari apa yang tidak kita ketahui, untuk mengikuti konsekuensi logis dari pemikiran atau untuk mengendalikan diskusi.

Karena utilitas nya yang sangat luas ini, Socratic Questioning sangat cocok untuk diterapkan di Game Based Learning, dan bisa membuat sesi diskusi lebih dalam lagi.

Untuk memberi memahami lebih lanjut , dan memberi contoh dalam konteks Game Based Learning, kita akan menggunakan 2 board game yang sering di gunakan di Ludenara, SIAGA! dan Aquatico.  

SIAGA! Adalah game yang dimainkan secara kolaboratif untuk mengajarkan mitigasi bencana alam, dengan gotong royong, persiapan (mempelajari informasi yang akurat, dan persiapan bahan pokok), dan pelatihan sebagai poin pembelajaran utama dalam mengurangi korban bencana.

Photo by Boardgame.id

Aquatico bisa dimainkan secara kompetitif atau kolaboratif, dimana pemain harus menjaga kelestarian ekosistem perairan dari polusi agar mereka bisa mengumpulkan hewan-hewan sebanyak-banyaknya. Game ini bisa mengajarkan tentang bahayanya polusi laut, interkoneksi yang kuat antara ekosistem, pentingnya planning, komunikasi, teamwork, problem solving, dalam mengatasi polusi.

Berikut adalah 5 tipe Socratic Questions

Klarifikasi

Tipe pertanyaan ini berguna untuk menggali lebih dalam apa yang siswa-siswi sudah pelajari, membuktikan konsep, dan mempertahankan argumentasi mereka. Untuk Game Based Learning, pertanyaan-pertanyaan klarifikasi bisa diajukan langsung setelah pertanyaan, “apa yang tadi di pelajari saat bermain?”

Di game SIAGA! Kita menggunakan ini agar siswa-siswi paham dengan betul pentingnya persiapan, gotong royong, dan pelatihan dalam mengurangi korban. 

 

Mengapa hal ini penting?

Persiapan, pelatihan, dan gotong royong seperti apa yang baik?

Apa hubungannya antara ke-3 hal ini?

 

Aquatico memberi empasis kepada polusi air, dan akibatnya. Pertanyaan tipe ini bisa menunjukkan mereka hal ini dan spekulasi dan berencana untuk menanggulangi nya.

 

Apa akibat dari polusi?

Bagaimana polusi di satu ekosistem bisa merusak ekosistem lain?

Ekosistem yang mana yang paling rawan?

Ekosistem yang mana yang paling butuh dilindungi?

Rational, akal, dan bukti

Saat murid menjawab, memberi argumentasi, asumsi, atau landasan untuk jawaban itu, ini pertanyaan yang baik untuk menguatkan lagi pembelajaran mereka dan memastikan yang di pelajari benar.

 

Untuk game SIAGA! Kita bisa menggunakan ini untuk menunjukan hubungan antara ke-3 hal ini dengan realita memitigasi bencana alam di lapangan.

 

Bagaimana ketiga hal ini bisa mengurangi korban?

Di antara 3 hal ini mana yang paling penting untuk warga?

Di antara 3 hal ini mana yang paling penting untuk petugas tanggap bencana, dan volunteer?

 

Saat berdiskusi tentang polusi, pertanyaan ini bisa mengajak siswa-siswi mengeksplorasi potensi solusi dari pencemaran ekosistem air.

 

Bagaimana cara mengurangi polusi?

Bagaimana cara mengolah polusi yang baik?

Seberapa pentingnya kerjasama dan perencanaan dalam menjaga ekosistem air?

Siapa saja yang berperan dalam menejaga ekosistem air?

Implikasi dan konsekuensi

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat baik untuk memprediksi konsekuensi dan hasil dari argumentasi siswa-siswi. Ini juga bisa kita gunakan untuk membuat rencana di masa depan, dan membuat action plan.

 

Di game SIAGA! Kita bisa gunakan ini untuk mengeksplorasi segala macam hasil dari persiapan, gotong royong, dan pelatihan, dan konsekuensi jika tidak dilakukan.

 

Apa yang terjadi jika para korban bencana tidak saling mengerti?

Bisakah kita pulih kembali tanpa gotong royong?

Apa yang terjadi jika warga tidak siap akan adanya bencana?

Apa yang terjadi jika warga mendapatkan informasi yang salah?

Persiapan atau pelatihan apa lagi yang kita butuhkan?

 

Aquatico bisa menunjukkan worst case scenario jika kita tidak menjaga ekosistem perairan, dan mempelajari lebih dalam lagi mengenai hubungan antar manusia dan alam.

 

Apa yang akan terjadi jika polusi di biarkan?

Apa yang akan terjadi jika ekosistem di Indonesia rusak?

Apa yang akan terjadi kepada warga yang tinggal di dearah itu?

Apa yang akan terjadi kepada hewan-hewan yang tinggal di situ?

Bisakah kita bertahan hidup tanpa ekosistem?

Bagaimana ini bisa berdampak kepada pemanasan global?

Seperti apa hubungan baik antara manusia dan alam?

Asumsi

Tipe pertanyaan ini bisa digunakan untuk berspekulasi, atau menganalisa lagi semua ilmu dan mental model yang mereka pelajari agar memastikan semua yang mereka pelajari benar, dan merepresentasikan realita di kehidupan nyata. Karena ini pertanyaan di kedua games pada dasarnya sangat sama.

Apakah mungkin ada sumber permasalahan lain?

Apakah benar solusi-solusi itu bisa memecahkan masalah?

Apakah solusi ini permanen?

Seberapa pastinya kamu solusi-solusi ini akan selalu bekerja?

Jika kondisinya seperti ini, bagai mana?

Apa lagi yang bisa kita asumsikan bisa bekerja?

Perspektif

Salah satu kekuatan Game Based Learning untuk pendidikan adalah menyediakan kita tempat untuk bercermin memahami diri kita lebih dalam lagi dan hubungan kitia dengan lingkungan, dan juga memainkan peran-peran orang lain dan memahami sudut pandang mereka. Pertanyaan mengenai perspektif sangat baik untuk ini.

 

Game SIAGA! Bisa membuat lebih peduli dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan, dan perjuang untuk membantu mereka.

 

Jika warga-warga tidak ada yang membantu, apa yang akan mereka rasakan?

Jika para relawan, dan petugas tidak mendapatkan bantuan, apa perasaan mereka?

Bagaimana organisasi-organisasi lokal bisa membantu?

Bagaimana pemerintah bisa membantu?

Bagaimana sistem pendidikan bisa membantu?

 

Makhluk hidup di alam bebas sangat membutuhkan empati kita untuk bertahan hidup, ini lah yang kita ingin bangun dengan game Aquatico.

 

Apa yang akan terjadi keapda hewan-hewan itu jika tempat tinggal mereka rusak?

Bisa kah mereka mencari makanan?

Bisa kah mereka hidup?

Apa dampak kerusakan sungai bagi warga sekitar?

Apakah nelayan sanggup menghidupi keluarganya jika lautan tercemar?

 

Seperti inilah kurang lebih contoh pengoptimalan Socratic Questioning di sesi diskusi Game Based Learning, tentunya masih bisa lebih dalam lagi kita menggali Aquatico dan SIAGA! dengan cara ini, dan tentunya sangat mungkin dioptimalkan di games lain.

Pertanyaan-pertanyaan yang bisa meningkatkan kualitas pembelajaran murid.

Pertanyaan-pertanyaan yang bisa meningkatkan kualitas pembelajaran murid.

Image by Arek Socha from Pixabay

Pertanyaan-pertanyaan ini akan mendorong siswa-siswi untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran nya. Selain itu pertanyaan yang baik juga bisa membantu mereka menggali lebih dalam lagi apa yang telah mereka pelajari, menyadarkan mereka akan kekurangan yang bisa di perbaiki, dan juga mendorong mereka untuk belajar lagi.

Artikel ini akan membahas beberapa cara untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa menghasilkan ini.

Goals

Photo by Silvan Arnet on Unsplash

Pertama yang harus kita tentukan adalah tujuan dari pertanyaan dan pembelajaran itu sendiri.

Di dalam pendidikan formal pertanyaan bisa kita gunakan untuk membantu mereka membuat mental models, atau mempelajari konsep-konsep yang menjadi kunci pembelajaran, jadi bukan kita jelaskan apa kunci pembelajaran, tapi kita tanyakan, seperti “hal apa yang paling penting untuk dipahami di materi ini, mengapa hal itu penting?”.

Selain itu pertanyaan bisa membantu mereka mengembangkan keterampilan-keterampilan tertentu seperti problem solving, leadership, atau critical thinking, pertanyaan terbuka sangat baik untuk ini, “bagaimana caranya agar masalah ini tidak muncul lagi?”.

Tentu dengan fokus pada tujuan pertanyaan akan membantu kita mencapai learning goals yang kita harapkan mereka bisa dapatkan, dan tidak membuang waktu, dan energi siswa-siswi untuk menjawab pertanyaan yang tidak penting.

Setelah tujuan sudah di pastikan, kita bisa menggunakan beberapa cara berikut (Socratic Questioning akan di jadikan artikel khusus):

Four-questions technique

Image by Gerd Altmann from Pixabay

Ada teknik bertanya yang sudah diteliti, dan ditemukan bahwa teknik ini bisa meningkatkan pembelajaran.Teknik in di disebut dengan four-questions

What (apa saja yang telah dipelajari?)

Why (mengapa ini penting?)

How (bagaimana menggunakannya di kehidupan?)

Generate (setelah mempelajari apa saja pertanyaan yang ada?)

Bloom’s Taxonomy


Kita bisa menggunakan Bloom’s Taxonomy untuk memfokuskan pertanyaan. 

Seperti yang kita bisa lihat, ada tingkat-tingkat proses kognitif yang bisa digunakan siswa-siswi untuk berinteraksi dengan ilmu yang sedang mereka pelajari. Taxonomy ini juga bisa kita gunakan untuk merangkai pertanyaan sesuai kebutuhan.

Jika kita ingin membantu siswa-siswi kita untuk memahami konsep dasar pembelajaran kita bisa menjuruskan pertanyaan kepada 3 tingkat pertama (mengingat, memahami, menggunakan) Jika siswa-siswi sudah bisa mengingat fakta, dan memahami artinya kita bisa ajak mereka berspekulasi, bagaimana cara menggunakan ilmu ini di dunia nyata. 

Di saat mereka sudah benar-benar paham ilmu dasar yang dipelajari, ini kesempatan baik untuk membentuk mental models yang akurat. Kita bisa mengajak mereka untuk membuat prediksi, atau membandingkan dan menghubungkan teori yang di pelajar dengan teori lain yang sudah merekap pahami.

Di saat mereka kuat dengan pemahamanya, ini saat yang baik untuk kita sendiri mengkritik apa yang kita ajarkan, jika siswa-siswi kita bisa mempertahankan teori atau pemahaman yang mereka miliki, tentu mental model mereka sangat akurat. Dan di titik tertinggi, creation, pertanyaan bisa memotivasi mereka untuk berkreasi dan menciptakan sesuatu dari ilmu yang mereka pelajari.

 

Pendidikan bisa mendorong kreativitas ini caranya!

Pendidikan bisa mendorong kreativitas ini caranya!

Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash

Tujuan dari pendidikan banyak sekali, salah satunya adalah untuk mendidik anak-anak menjadi creative problem solvers in the future. Karena ini banyak negara, keluarga, dan organisasi yang menjadikan pendidikan sebagai investasi utama mereka. Tapi apa yang terjadi jika pendidikan bukan hanya tidak mencapai tujuan ini malah menghambat?

Memang pendidikan telah terbukti sangat baik untuk meningkatkan kualitas kehidupan, hal seperti literasi sangat efektif diajarkan di sekolah dan juga sangat penting di dunia kerja. Namun ada hal lain yang sangat penting juga, sangat vital untuk perkembangan manusia secara luas, yaitu kreativitas. Kita tahu bahwa banyak tokoh-tokoh yang mendunia karena karya kreatif mereka meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Seperti Thomas Savery, dan James Watt dengan steam engine mereka yang menyanggupkan revolusi industri, atau Henry Ford yang membuat teknologi mobil menjadi murah dan dapat dibeli masyarakat secara luas, atau seniman-seniman yang menginspirasi orang banyak untuk melakukan hal baik. Jika kita lihat perspektif ini, kreatifitas menduduki tingkat yang tinggi untuk kemajuan kita semua.

Sayangnya kita semua tahu, salah satu kritikan yang disasarkan kepada pendidikan di seluruh dunia adalah mengenai kreativitas. Bukan hanya karena pendidikan tidak bisa mengajarkan kreatifitas, tapi bahkan menghambat. Michio Kaku seorang ilmuwan theoretical physicist, mengatakan

“We are born scientists, and then something happens, the danger years. The danger years of junior and senior high school. That is when it is crushed out of us, every little flower of curiosity is crushed.”

 

 

 

Menurut Michio Kaku, kita terlahir penuh dengan rasa ingin tahu  yang mendorong kita untuk menjadi kreatif, lalu kita disekolahkan, dimana kita dipaksa untuk mengingat fakta-fakta, dan membuat sains menjadi membosankan.

Albert Einstein juga secara spesifik mengakui dampak negatif dari sistem pendidikan yang seperti ini.

“One had to cram all this stuff into one’s mind, whether one liked it or not. This coercion had such a deterring effect that, after I had passed the final examination, I found the consideration of any scientific problems distasteful to me for an entire year.” 

 

 

 

 

 

Bukan hanya kritikan dari cendekiawan, penelitian oleh Meador secara konklusif telah menunjukan bahwa anak-anak di Amerika lebih kreatif saat mereka belum sekolah. Meskipun data ini dari tahun 92 namun sistem pendidikan Amerika di tahun itu masih sangat mirip dengan mayoritas sistem pendidikan Indonesia saat ini.

Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan sekolahan, masa gak sekolahin anak? Itu memiliki resiko nya sendiri yang sangat besar. Mellou (14) menyarankan ada cara untuk memupuk kreativitas anak melalui pendidikan ini caranya:

Creative Environment

Photo by Skye Studios on Unsplash

Pondasi dari lingkungan yang kreatif adalah bermain. Orang dewasa, dan remaja pun, sering didorong untuk ‘bermain-main’ untuk memfasilitasi pemikiran kreatif. Bermain dengan imajinasi (terutama permainan peran) dan kebebasan untuk memilih aktivitas adalah komponen utama pengaturan anak usia dini dalam kaitannya dengan kreativitas. Mendorong kreativitas juga merupakan manfaat bermain yang telah dibahas di artikel Ludenara sebelum nya 

Memang tidak semua bentuk dari bermain melibatkan kreativitas. Prentice (2000) menyebutkan active involvement sebagai kunci. Agar kreativitas bisa berkembang di dunia pendidikan, anak-anak harus menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran mereka. Pendekatan pendidikan student-centered learning ini sepertinya sangat cocok untuk mengembangkan kreativitas. 

Stimulasi yang ditawarkan oleh lingkungan fisik anak juga penting, seperti yang ditunjukkan Runco. Ini dapat mencakup ukuran dan tata ruang kelas dan ruang luar, kualitas peralatan dan bahan, dan akses ke lingkungan baru yang bervariasi.

Creative Programs

Photo by russn_fckr on Unsplash

Beberapa penelitian menunjukan bahwa kreativitas bisa di bentuk dari program-program kreatif seperti program yang berdasarkan seni rupa. anak-anak harus sering, dan di berikan waktu yang cukup untuk mengerjakan project-project kreatif. Sepertinya kunci dari kreativitas adalah melatihnya, semakin banyak kesempatan anak-anak untuk berkreasi, semakin tajam juga kreativitas mereka.

Creative Teachers

Photo by Alice Dietrich on Unsplash

Tentu pengajar yang kreatif sangat lah penting untuk mendorong kreativitas di siswa-siswinya. Salah satu alasan kenapa pendidikan bisa menghambat kreativitas adalah struktur yang terlalu baku. Banyak peneliti yang menyarankan guru untuk mengoptimalkan kesemibangan antara struktur pendidikan yang kuta dan juga kebebasan anak-anak untuk berekspresi. Mereka juga menyarankan guru untuk melakukan hal-hal berikut :

Tips untuk mendorong kreativitas untuk guru:

  • Memberi contoh dengan melakukan banyak aktivitas kreatif 
  • Menanyakan pertanyaan terbuka
  • Mentoleransi ambiguitas
  • Mendorong eksperimen dan persistence 
  • Memuji anak-anak yang memberikan jawaban yang tidak terduga.

Loris Malaguzzi (1993) telah melakukan sejumlah pengamatan tentang kondisi terbaik untuk mengembangkan kreativitas dalam pengalaman sehari-hari anak-anak, yang mencakup penekanan pada interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya.

“The most favourable situation for creativity seems to be interpersonal exchange, with negotiation of conflicts and comparison of ideas and actions being the decisive elements”

Runco, M.A. (2003) berpendapat bahwa guru harus menunjukkan minat pada potensi kreatif anak-anak dan mendorong anak-anak untuk membangun interpretasi pribadi mereka sendiri tentang pengetahuan dan peristiwa. Beberapa anak mungkin perlu belajar membela ide-ide mereka sendiri, terutama ketika ide-ide ini tidak sesuai dengan ide-ide anak-anak lainnya. Tetapi anak-anak juga perlu belajar kebijaksanaan, sehingga mereka dapat menilai kapan waktu yang tepat untuk berbeda dan asli, dan kapan waktu yang tepat untuk menyesuaikan diri.

Sumber:

Meador, K. S. (1992). Emerging Rainbows: A Review of the Literature on Creativity in Preschoolers. Journal for the Education of the Gifted15(2), 163–181. https://doi.org/10.1177/016235329201500205