Pemimpin masa depan lahir di Online Games, IBM gaming report review, part 1.

Pemimpin masa depan lahir di Online Games, IBM gaming report review, part 1.

The IBM gaming report

Banyak sekali manfaat dari menggunakan teknologi digital, ini juga terbukti dari kenyataan bahwa organisasi-organisasi atau bahkan individu-individu yang cepat mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital dengan maksimal mampu mendapatkan keunggulan kompetitif.

Kita bisa melihat startup-startup, atau bahkan social media celebs yang menggunakan teknologi digital dengan baik mampu mencapai kesuksesan. Sepertinya trend ini tidak terlihat ada habisnya, apalagi sekarang ada pandemic yang mendorong trend ini dengan pesat.

Sebagai pendidik kita sekarang bisa berasumsi bahwa mengajarkan anak-anak kita untuk mengoptimalkan teknologi-teknologi ini sangatlah penting. Salah satu pengoptimalan nya adalah bagaimana cara memimpin tim virtual ini? Apa saja keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk bekerja di lingkungan kerja yang semakin digital? 

Jika kita bisa mengajarkan leadership yang baik di dunia digital tentu itu adalah sebuah nilai tambah yang bermanfaat bagi anak-anak kita!

Melatih virtual leaders tentu sudah menjadi kepentingan dunia korporat. Karena itu lah IBM bersama peneliti-peneliti dari universitas ternama seperti Stanford dan MIT memutuskan untuk mempelajari dan meneliti apakah pelajaran bisnis nyata dapat dipelajari dari mengamati leadership dalam game MMORGP (Massively Multiplayer Online Role Playing).

Game dimana pemain dapat membuat karakter yang akan menjelajahi dunia virtual, lengkap dengan sistem ekonomi, sosial, dan budaya nya sendiri. Seringkali para pemain membuat kelompok untuk menjelajahi area-area penuh dengan musuh yang berbahaya, di sini mereka harus berorganisasi, membagi tugas, menetapkan tujuan, disinilah online leaders terbentuk.

Untuk menganalisa kualitas leadership online ini mereka menggunakan Sloan Leadership Model, mereka mendapatkan 173 peserta yang sudah bekerja dan memainkan MMORPG, dan lebih dari 50 jam aktivitas di dalam 5 game MMORGP yang dianalisa, hasilnya sangat menarik.

Pertama kita sebagai pendidik mendapatkan kabar yang sangat baik. Yaitu mengenai perdebatan antara nature vs nurture apakah pemimpin dilahirkan atau dilatih?

Tentu para ilmuwan yang memegang biological determinism akan mengatakan bahwa jika kemampuan leadership tidak terlihat di saat seseorang mulai beranjak dewasa, tentu dia akan kita bisa menjadi pemimpin yang baik.

Sebagai pendidik ini sangat buruk jika benar, karena berarti apa pun yang kita lakukan, kita tidak akan melatih pemimpin, dan harus menunggu mereka untuk dilahirkan.

Ternyata di penelitian ini, mereka menunjukan bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam mengembangkan seorang pemimpin.

Leadership terjadi dengan cepat dan mudah di online games, dan sering kali peran pemimpin di ambil oleh pemain yang pendiam di dunia nyata, bahkan mengagetkan diri mereka sendiri dengan kemampuan memimpinnya. Tidak ada bukti bahwa hal yang sama tidak bisa terjadi di dunia korporat. Tapi ini tidak membuktikan bahwa setiap orang di dalam organisasi bisa memimpin, namun jika situasi dan sumberdaya yang pantas, leadership bisa muncul.

Tiga dari empat pemain yang telah di survey di studi ini mengatakan teknik dan pendekatan yang mereka dapatkan di online games bisa membuat mereka leaders yang lebih efektif di dunia pekerjaan.

MMORPG terpopuler, World of Warcraft

Jadi apa yang membuat lingkungan online games ini subur untuk bibit-bibit pemimpin?

Pertama online games menyediakan banyak kesempatan untuk memimpin. Banyak sekali misi-misi yang membutuhkan pemain berkelompok, dan pemimpin pun dibutuhkan. Pemain dengan mudah bisa mencoba leadership style yang berbeda, seperti otoriter, demokratis, atau bahkan laissez faire. Ekspektasi atau konsekuensi untuk performa pemimpin juga relatif kecil, faktor yang besar untuk mendorong experimentasi. 

Ryzom MMORPG

Pemain di online games juga diberikan tools yang memudahkan leadership. Skills dan level kompetensi bisa dilihat, membuat delegasi dan pembagian tugas lebih mudah. Mereka juga bisa menganalisa resiko lebih mudah karena informasi tercatat secara real time.

Sistem insentif yang diperlukan untuk memotivasi pemain juga terlihat secara umum, transparansi ini memfasilitasi kepercayaan dan kredibilitas di antara pemain. Ini terkait langsung dengan sensemaking dari Sloan Model.

Sloan Leadership Model

Terakhir, berbagai tingkat dan medium komunikasi dalam dunia game online memberi para pemimpin banyak pilihan ketika berkomunikasi. Sloan Model menyebut ini sebagai Relating, atau mengembangkan hubungan di dalam organisasi. Sebagai pemimpin, menengahi konflik dan menjaga hubungan adalah bagian penting dari pekerjaan, tingkat komunikasi penting di sini. Di dalam situasi apapun saat setiap orang memiliki motivasi dan kebutuhan yang beda, konflik akan terjadi, mau tidak mau pemimpin harus bisa memediasi.

Banyak sekali alat komunikasi di MMORPG. (Villagers and Heroes iOS)

Degan tingkat dan medium komunikasi yang banyak memediasi menjadi mudah. Dan setiap medium komunikasi efektif untuk hal yang berbeda. Saat mengkomunikasikan sistem insentif untuk setiap orang di organisasi, post di forum online yang bisa dilihat setiap anggota tentu sangat baik. Saat mendiskusikan konflik di antar anggota, chat privat akan lebih baik.

Saat menyelesaikan misi secara real time tentu voice chat di butuhkan. Dan misi-misi organisasi yang rumit pemimpin harus menggunakan broadcast kepada setiap anggota, narrowcast untuk setiap tim, dan microcast untuk individu yang sedang melakukan hal yang vital. Ini bisa dilakukan secara simultan untuk menggerakan organisasi kepada tujuannya.

Star Trek MMORPG

Hal-hal seperti ini lah yang sangat memudahkan orang biasa menjadi pemimpin, apa lagi mereka akan mencoba lagi dan lagi bermain-main dengan senang hati sebagai pemimpin. Tentu ketika kita ingin melatih pemimpin yang baik, mereka harus mengalami menjadi pemimpin, dan sepertinya kita harus banyak-banyak membuat lingkungan yang seperti ini, lingkungan yang bisa melahirkan banyak pemimpin.

Sumber:

https://www.ibm.com/ibm/files/L668029W94664H98/ibm_gio_gaming_report.pdf

 

Menggunakan game apa pun untuk melatih teamwork!

Menggunakan game apa pun untuk melatih teamwork!

Image by Defence Imagery from Pixabay

“Mampu bekerja dalam tim” sering sekali kan kita melihat itu sebagai kriteria di lowongan pekerjaan, tentu tidak mengagetkan karena kita semua juga tau betapa penting nya kemampuan kerja sama itu. Indonesia sendiri sering membanggakan budaya “gotong royong” kita.

Di ranah ini lah salah satu keunggulan game sebagai media belajar muncul. Games ternyata sangat baik untuk melatih teamwork. Bahkan di tempat yang paling tidak main-main pun, permainan tetap digunakan untuk berlatih.

Tempat paling tidak main-main yang dimaksud ini adalah latihan teamwork militer Amerika Serikat.

Ada satu berita yang baru dan menarik, Video Games sekarang dipergunakan agar personil militer A.S. tetap bisa melakukan pelatihan meskipun merka harus social distancing dimasa pandemi.

Setelah dilhat lagi, ternyata negara yang memiliki budget militer paling tinggi di dunia ini juga sering menggunakan games untuk melatih tentara nya.

Menurut General Paul Gorman teamwork skills bisa dilatih secara efektif menggunakan game-game multiplayer yang dijual di pasaran, dan game-game tidak perlu realistis untuk menyediakan pelatihan yang efektif (Gorman, 2003)

Pendapat ini sangat menarik, berarti game multiplayer apapun tidak harus realistis bisa digunakan untuk melatih teamwork. Jadi game-game di HP yang sering dimainkan anak-anak seperti Mobile Legend, atau PUBG bisa untuk melatih team work?

Mungkin benar bisa, tapi tentu kita harus memakainya dengan benar dengan niatan untuk melatih skills dan bukan sekedar main-main sampe kecanduan.

Salah satu nya tentu kita bisa menggunakan protokol Game Based Learning, 

 

Kita bisa juga harus tau secara spesifik teamwork skill yang mana yang bisa dilatih menggunakan games. 

Sebuah meta analisis di tahun 2016 mengkonklusikan bahwa fitur-fitur dalam game bisa memunculkan dan melatih, Coordination, Cooperation, Communication, Team Cognition (pemanfaatan informasi yang dimiliki oleh tim), dan Adaptability (Marlow et al., 2016).

Selain itu sebuah penelitian yang menganalisis secara spesifik pelatihan teamwork dalam militer A.S. juga menambahkan Leadership, Monitoring, dan Team Orientation (Hussain et al., 2008).

Saat ingin melatih teamwork mungkin awal yang baik adalah mengobservasi skill mana yang sudah digunakan dengan baik, dan yang mana yang belum.

Selain itu mungkin ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari game yang memang sengaja dirancang untuk meneliti dampak penggunaan game pada teamwork skills di militer A.S. mungkin ada pelajaran disini yang bisa dimanfaatkan di bidang lain.

Game ini dimainkan secara berlawanan antara dua tim. Setiap tim harus menjaga bendera-bendera dan mencoba merebut bendera tim lawan (capture the flag).

Satu penekanan dalam game ini adalah pentingnya peran setiap anggota. Saat bermain setiap anggota memiliki satu peran dalam game (leader, archer, mage, medic, scout, tank). Setiap peran memiliki keunggulan, kelemahan, dan tanggung jawab masing-masing. 

Ini mungkin yang bisa kita anggap sebagai inti dari teamwork. Setiap tim harus bisa memaksimalkan setiap anggota nya, merancang strategi, membagi tugas, dan berkoordinasi sesuai dengan peran setiap anggota.

Tentu satu hal yang sangat penting adalah komunikasi. Agar game bisa melatih teamwork, para pemain harus bisa berkomunikasi dengan mudah.

Untuk merancang lingkungan yang mirip dengan situasi kenyataan, game ini memudahkan para pemain (anggota militer) untuk berkomunikasi. Mereka menggunakan headphones dan microphone untuk bisa berkomunikasi secara langsung dengan tim nya.

Mereka mengadakan sesi planning secara langsung. Dimana mereka menunjuk pemimpin, membuat rencana strategi untuk menang, memberi ruang untuk adaptasi dalam rencana ini. Setelah bermain mereka mengadakan debriefing yang membahas tentang semua yang bisa mereka pelajari mengenai teamwork setelah memainkan game ini.

Melihat game-game populer yang sering dimainkan anak-anak ternyata fitur-fitur ini sudah ada. Seperti setiap karakter di Mobile Legend memiliki peran (mage, tank, support, carry), dan tim yang bagus di PUBG juga mengalokasi peran kepada setiap pemain (leader, scout, flex, rusher, sniper). Mereka juga memberikan chanel komunikasi, yang mungkin bisa dioptimalkan dengan baik.

Dan mungkin jika dimainkan dengan benar secara kelompok dengan seorang coach yang mengobservasi semua proses teamwork yang terjadi, bermain game-game populer ini bisa dioptimalkan sebagai pelatihan teamwork.

Sumber:

Gorman, P. (2003, July). Comments at DARWARS program meeting. Washington, D.C.

Marlow, S. L., Salas, E., Landon, L. B., & Presnell, B. (2016). Eliciting teamwork with game attributes: A systematic review and research agenda. Computers in Human Behavior, 55, 413-423.

Hussain, T. S., Weil, S. A., Brunyé, T., Sidman, J., Ferguson, W., & Alexander, A. L. (2008). Eliciting and evaluating teamwork within a multi-player game-based training environment. Computer games and team and individual learning, 77.

Ludenara dan Women Empowerment.

Ludenara dan Women Empowerment.

 

Maret 19 2021, Ludenara diundang untuk menjadi narasumber di sebuah forum virtual oleh NGO CSW New York. Sebuah acara parallel dari United Nations Commission on the Status of Women (CSW65). Acara perkumpulan tahunan terbesar di dunia ini mendiskusikan tentang kesetaraan gender dan women empowerment.

Tema tahun ini adalah “Kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan, berpartisipasi penuh, dan efektif dalam kehidupan publik, serta penghapusan kekerasan, untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan.”

Hal-hal ini memang patut isu yang harus diperhatikan oleh semua pihak. Data paling baru menunjukan bahwa perkembangan menuju kesetaraan gender dalam kehidupan publik dan pengambilan keputusan terjadi dengan sangat lambat.

  • Perempuan menduduki 25% kursi parlimen secara global, dan hanya tiga negara memiliki 50% atau lebih perempuan di parlimen mereka.
  • Di tahun 2020 hanya 7,4% dari semua perusahaan Fortune 500 dipimpin oleh perempuan
  • Hanya 22 negara di dunia dipimpin oleh perempuan

Selain dari itu, pandemi COVID-19 telah memberi dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan, dari kehilangan pekerjaan, peningkatan kasus kekerasan, dan pekerjaan perawatan yang tidak dibayar.

Sangat disayangkan, padahal saat perempuan yang memimpin banyak sekali dampak baik yang terlihat. Seperti membuat kebijakan penting namun sering dilupakan, mengekspansi pelayanan kesehatan dan pendidikan, merancang ekonomi yang ramah lingkungan, dan tentu mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Terlihat dari semua bukti ini bahwa untuk membangun ulang dunia setelah pandemi COVID-19 kita membutuhkan lebih banyak lagi pemimpin perempuan.

Ludenara pun bangga memiliki 3 perempuan hebat sebagai pemimpin kita,

Kanty Kusmayanty Head of Organization,

 

 

 

 

 

Novieta Wibowo Program Director,

 

 

 

 

 

dan Aughya Shandriasti Head of Teacher Trainer.

 

 

 

 

 

Program-program kami pun mencoba untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Seperti yang dipresentasikan oleh Mbak Augya kami dengan bangga telah berhasil membantu guru-guru perempuan untuk menemukan dan mengasah kreativitas mereka dalam mengajar.

Terlihat dari hasil karya pendekatan pembelajaran asik yang telah diterapkan dalam kelas. Dimana siswa-siswi bersenang-senang saat mereka belajar. 

Lebih dari itu, kami tahu dari dokumen Roadmap of Indonesia SDG bahwa isu kesetaraan gender terbesar adalah pernikahan anak perempuan. Dalam dokumen yang sama rekomendasi terbaik untuk isu ini adalah edukasi, edukasi yang setara bagi setiap anak Indonesia.

Itu lah yang menjadi fokus kita dalam usaha women empowerment ini. Kita berusaha sebisa mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan menghadirkan pendidikan yang baik untuk sebanyak-banyak nya anak di Indonesia.

Kami pun ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kita dalam usaha ini. Khusus nya kepada Ceva Bali, Photovoices International,Institut Teknologi Bandung (ITB) Dept of Civil & Environmental Engineering and Itikad Baik Project!

Ide Seru Guru Asik Banyuwangi!

Ide Seru Guru Asik Banyuwangi!

Di tanggal 17 Maret 2021, kami mengadakan acara Ide Seru Guru Asik Banyuwangi. Sebuah festival online sebagai climax program Belajar Seasik Bermain Bersama ASDP, di mana 6 guru dengan karya terbaik menampilkan ide pembelajaran seasik bermain yang telah mereka rancang setelah mengikuti pelatihan kita.

Sebenar nya proses pemilihan 6 guru ini adalah sebuah proses yang sangat sulit! Karena kami harus memilih 6 karya terbaik dari 42 karya-karya yang sangat kreatif dan seru. Seingin-inginnya kami untuk mengajak semua guru agar mereka bisa mempresentasikan karya nya di acara ini waktu, tempat , dan kondisi tidak memboleh kan kita.

Karena itu kami memilih 6 yang terbaik berdasarkan kategori berikut:

 

Konsep, Detil Karya, dan Potensinya.

Seberapa menarik  ide pembelajaran yang telah dikembangkan? Seberapa baik detil karya yang ditampilkan? Apakah cukup efektif untuk menyampaikan materi? Apakah cukup mampu menghadirkan proses pembelajaran yang lebih menarik di kelas?

Pengembangan dan Penulisan

Apakah ide/konsep yang dikembangkan mudah dipahami? Apakah ide/konsep yang dikembangkan memberikan mampu memetik “kegembiraan” untuk mempelajari materi yang coba disampaikan?

Antusiasme dan Semangat

Apakah ada detail-detail khusus yang dihadirkan yang merefleksikan semangat mengikuti program, pemahaman materi program, atau kegembiraan dalam berkarya?

 

Dengan kategori-kategori ini kami berharap karya-karya terbaik ini sanggup menginspirasi guru-guru lain untuk berkarya. Karena itu pun ke-6 guru ini pun kami ajak untuk presentasi karyanya di Stikom Banyuwangi. 

Dengan adanya ini dan 42 karnya lain nya kami bisa menganggap program kunjungan ini sudah memberikan hasil baik!

Kami harapkan contoh-contoh baik ini bisa menginspirasi dan mendorong guru-guru lain untuk berkarya dan menghadirkan pembelajaran yang seru, agar semakin banyak lagi siswa-siswi yang semangat belajar!

Semua karya guru-guru ini bisa diakses di website kami http://ludenara.org/guruasik/

Dan jika ada yang mau menonton acara ini secara lengkap, langsung aja ke YouTube PGRI Banyuwangi https://www.youtube.com/watch?v=32hi_4XHiUI&t=7s

 

Semoga bermanfaat!

Keunggulan Game Based Learning untuk melatih komunikasi.

Keunggulan Game Based Learning untuk melatih komunikasi.

Image by Ryan McGuire from Pixabay

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan nya masing-masing. Buku sangat efisien dalam menyampaikan informasi, video bisa menunjukkan banyak hal yang mungkin susah untuk dibayangkan dan dipahami. Sementara games adalah sebuah aktivitas interaktif dimana pelajar bisa melakukan hands on learning dan berpartisipasi dalam pembelajaran secara aktif.

Saat bermain games kita harus membuat banyak keputusan, memecahkan banyak masalah, kita lebih termotivasi dan games mensimulasikan situasi-situasi yang harus dipelajari (Steinkuehler, 2012). Karena hal-hal ini lah games sangat efektif dalam mengasah keterampilan-keterampilan yang sering disebut dengan 21st century skills.

Pemahaman ini semakin luas tersebar dalam dunia pendidikan. Dan karena pendidikan juga semakin paham kita tidak lagi bisa sekedar menyampaikan ilmu namun kita sekarang harus bisa mengasah keterampilan.

Kali ini kita akan membahas sebuah keterampilan yang pasti semua orang membutuhkan di bidang apapun yaitu komunikasi. Berikut adalah elemen dan fitur yang menjadikan game sebagai media yang cocok untuk melatih komunikasi.

Gameplay dan Kondisi Optimal

Sederhana nya gameplay adalah hal-hal yang membuat game jadi seru. Spesifik nya cara bagaimana pemain berinteraksi dengan game, dengan pola, peraturan, tantangan, koneksi antar pemain dengan permainan, dan untuk video games audio dan visual.

Gameplay telah terbukti bisa meningkatkan efektivitas pelatihan komunikasi karena hal ini bisa membawa pemain ke dalam kondisi emosional yang optimal untuk belajar (Reinders & Wattana, 2015). Keinginan untuk berkomunikasi dan berpartisipasi meningkat, mereka lebih terbuka untuk menerima masukan dan kegagalan.

Dan tentu tidak perlu menggunakan game yang sudah jadi. Fitur-fitur dalam game seperti tantangan, poin-poin, hadiah, dan sense of progression bisa dimasukan ke dalam proses pembelajaran komunikasi agar mendapatkan kondisi emosional yang sama.

Experiential Learning

Pada dasar kita membutuhkan pengalaman dan kesempatan yang banyak untuk mengasah keterampilan apapun, termasuk komunikasi. Games mendorong pemain untuk bermain lagi dan lagi, dengan ini mereka memiliki banyak kesempatan untuk melatih keterampilan yang dibutuhkan untuk progress di dalam game. 

Jika kita rancang permainan yang membutuhkan komunikasi untuk mendapatkan poin, maju ke tahap selanjutnya, atau menang, tentu mereka akan berkomunikasi lebih banyak lagi (Bodnar & Clark, 2017).

Observation Opportunity

Salah satu hal yang terlihat efektif dalam meningkatkan keterampilan komunikasi adalah modeling. Dimana pelajar bisa melihat contoh-contoh komunikasi yang baik dari orang lain dan mencoba mengimitasi nya (Burleson & Kunkel, 2002).  

Menggunakan games dalam pembelajaran komunikasi memberikan banyak kesempatan bagi setiap orang untuk mengobservasi pemain lain dan berbagai macam cara komunikasi. Apa lagi jika game nya terancang dengan baik, dengan mudah pemain-pemain bisa meliaht pemenang dari permainan ini dan bersama pengajar dengan pemain bisa menganalisa hal-hal baik yang dilakukan oleh sang penemang.

Melihat kesuksesan dari penggunaan game based learning sebagai pelatihan komunikasi bisa membantu kita merancang pelatihan komunikasi meskipun di luar konteks game. Kita bisa memastikan para peserta memiliki kondisi emosional yang baik, memberi mereka banyak kesempatan untuk mencoba berkomunikasi, dan memberi contoh-contoh baik berkomunikasi.

Sumber:

Burleson, B. R., & Kunkel, A. W. (2002). Parental and peer contributions to the emotional support skills of the child: From whom do children learn to express support? Journal of Family Communication, 2, 79–97

Bodnar, C. A., & Clark, R. M. (2017). Can game-based learning enhance engineering communication skills?. IEEE transactions on professional communication, 60(1), 24-41.

Steinkuehler, K. Squire, and S. Barab, Games, Learning, and Society—Learning and Meaning in the Digital Age. New York: Cambridge University Press, 2012, p. xvii.

Reinders, H., & Wattana, S. (2015). Affect and willingness to communicate in digital game-based learning. ReCALL, 27(1), 38-57.

Kunjungan Langsung Program Belajar Asik Bersama ASDP

Kunjungan Langsung Program Belajar Asik Bersama ASDP

“Mas/Mbak gimana ya cara mengajarkan materi ini supaya menyenangkan? Soalnya sekarang memang anak-anak itu kalo gak diajak seru-seruan cepet bosen, gak merhatiin, tapi kalo menarik, baru deh semangat belajar nya!”

Cukup mengejutkan, dan disatu sisi menyenangkan, bahwa pertanyaan dan pernyataan yang di atas sering terdengar oleh tim-tim Ludenara dari tanggal 3 hingga 10 Maret, 2021 saat belajar bersama Bapak Ibu guru dari 20 sekolah di Banyuwangi. 

Ternyata memang sudah banyak guru-guru yang paham bahwa harus ada perubahan dalam proses pembelajaran kita. Dan pasti nya, semakin semangat deh tim Ludenara untuk bisa menjawab dan memberi ide transformasi pendekatan pembelajaran.

Memang kita tahu, sekeren-keren nya tips dan solusi praktis kita untuk pertanyaan-pertanyaan itu pasti kalah keren jika dibandingkan dengan hal-hal yang sudah dilakukan oleh lain guru-guru di seluruh Indonesia.

Nah karena ini lah kita ingin mengajak para bapak Ibu Guru yang kreatif-kreatif yang keren-keren untuk membagi kan cerita dan pengalaman mengajar dengan cara seru nya bersama Boardgame.id. Untuk informasi lebih lanjut akan dicantumkan di akhir artikel ini.

Sayangnya, dan seperti hal apa pun tidak semua hal yang kita pelajari dari program ini, indah. Kendala dalam pendidikan, khusus nya jarak jauh sama seperti yang dialami oleh banyak orang lain nya di Indonesia dan bahkan seluruh dunia.

Masih banyak anak-anak kita yang tidak memiliki infrastruktur digital yang cukup untuk mengikuti PJJ, banyak yang kehilangan semangat belajar, bahkan keluar dari sekolah. Memang permasalahan ini tidak mudah solusi nya, selain secara langsung memperbaiki infrastruktur.

Untungnya banyak inisiatif yang sangat mengharukan dan inspiratif datang dari guru-guru. Dengan niat baik dan semangat yang tinggi mereka masih sanggup menjadi guru keliling meskipun sebagian besar harus menempuh puluhan kilometer dan melewati jalan-jalan yang belum diaspal.

Untuk tantangan yang ini solusi Ludenara sayangnya tidak jauh dari pembelajaran daring yang disederhanakan, dan tetap menyenangkan. Seperti menggunakan cerita, dan picture based games yang bisa disampaikan melalui WhatsApp dan tidak menggunakan kuota internet yang banyak.

Secara menyeluruh, kami bisa mengatakan program kunjungan ini memberikan hasil baik, terlihat dari ide-ide yang telah terkumpulkan oleh Guru-guru yang kami telah kunjungi. Di mana 6 karya terbaik akan di tampilkan di acara “Ide Seru Guru Asik” tanggal 17 Maret, 2021 yang akan ditayangkan oleh YouTube PGRI dimana kita juga mengundang guru-guru seluruh Banyuwangi untuk menonton.

Teman-teman juga bisa nonton ko, langsung aja ke YouTube PGRI Banyuwangi

Kami harapkan contoh-contoh baik ini bisa menginspirasi dan mendorong guru-guru lain untuk berkarya dan menghadirkan pembelajaran seru, agar semakin banyak lagi siswa-siswi yang mendapatkan keuntungan nya. 

Nah Bapak Ibu, mari kita di sini juga saling berbagi ide, karena Ludenara yakin, ini lah cara yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara luas.

Kita yakin ide-ide kreatif Bapak Ibu akan bisa menginspirasi guru-guru lain, dan tentu ilmu yang di sebar luaskan dan dimanfaatkan akan memberi berkah kepada yang memiliki nya.

Karena ide-ide dan ilmu ini akan dicontoh guru-guru lain yang mengajar puluhan, hingga ratusan siswa-siswi tentu ilmu dan ide yang diberikan Bapak Ibu akan bermanfaat banyak sekali pihak. Dari guru-guru yang tertolong, anak-anak yang semakin semangat belajar, orang tua yang senang, dan seterus nya.

Nah Bapak Ibu yang keren-keren di sini, ayo isi form ini agar bisa di liput oleh Boardgame.id ya!

Tipe-tipe permainan yang meningkatkan empati.

Tipe-tipe permainan yang meningkatkan empati.

Image by Hai Nguyen Tien from Pixabay

Saat melihat tantangan-tantangan rumit yang kita semua sedang hadapi, secara global dan juga nasional, semakin jelas bahwa mengajarkan empati adalah solusi awal dari semua tantangan itu. Untungnya ada cara mudah bagi setiap anak untuk belajar empati.

Nah di artikel ini kita akan membahas cara-cara bagaimana anak-anak bisa mengembangkan empati mereka dengan cara yang sangat natural melalui bermain doong!!

Ternyata ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa ada beberapa tipe permainan yang efektif dalam mengembangkan empati anak.

Imaginative play

Tipe permainan ini banyak disorot sebagai fondasi kuat empati. Rudolf Steiner, dan teori sosiologi menjelaskan bahwa imaginative play memberikan pondasi untuk belajar hidup bermasyarakat secara rukun (Waite & Rees, 2014). 

Meskipun imaginative play ini sedikit sulit untuk didefinisikan, namun kita bisa menggunakan imajinasi kita sendiri, haha. 

Jadi sesuai nama nya permainan ini terjadi saat anak-anak dengan bebas berimajinasi membawa diri mereka ke dunia permainan dimana ada meteor yang sedang jatuh ke bumi, dan mereka harus menciptakan alat yang bisa menghancurkan meteor itu sebelum jatuh. Atau apa skenario-skenario lain yang hanya dibatasi imajinasi mereka, dan tidak terjebak dalam peraturan yang baku.

Inti dari permainan ini adalah eksplorasi dan melatih imajinasi mereka. Secara psikologis hal-hal yang terjadi saat bermain bisa memunculkan reaksi emosi yang sama kuatnya dengan kejadian nyata (Vygotsky, 2003).

Melatih imajinasi ini dibutuhkan untuk eksplorasi berbagai macam emosi. Imajinasi bersama dengan emosi menyediakan landasan untuk perkembangan empati, dimana anak-anak bisa memahami perasaan dan pengalaman orang lain

Free play

Tipe permainan ini sangat mirip dengan imaginative play, dengan perbedaan di penekanan nya. Imaginative play terjadi saat anak-anak asik berimajinasi, free play terjadi saat anak bermain mengikuti minat mereka sendiri tanpa batas peraturan dan perintah dari luar.

Ada sebuah penelitian yang menemukan bahwa anak-anak kecil sangat handal dalam mengapresiasi cara pandang lain, menunjukan kepedulian dan perhatian kepada teman-teman nya tanpa supervisi dari orang dewasa. (Wite & Rees, 2014).

Ini terjadi karena saat bermain anak-anak terlibat dalam momen-momen yang sama secara mental dan emosional. Mengalami irama permainan bersama ini menciptakan perasaan-perasaan dan pemahaman akan kondisi emosional dan niat dari teman bermain nya, ini lah yang menjadi pondasi empati yang kuat (Stern, 2010)

Selain itu free play sendiri ternyata memiliki peran yang sangat besar dalam perekmbangan karakter moral anak. Menurut Jean Piaget bermain memberikan banyak ruang untuk berkembang seara moral.

Saat mereka berperilaku baik mereka akan mendapatkan reaksi positif dari teman-teman. Dari melakukan sesuatu immoral mereka melihat dan mendapatkan reaksi negatif, sehinga memahami tingkah mereka kurang baik. Mereka juga belajar dan mengikuti norma sosial dan peraturan permainan, menyadari mengapa peraturan itu terbentuk, dan konsekuensi dari melanggar peraturan.

Level selanjutnya adalah ketika mereka bisa memodifikasi, membuat peraturan-peraturan bermain bersama agar lingkungan bermain menjadi lebih adil.

Ini semua akan terjadi dengan efektif saat supervisi orang dewasa tidak ada. Dimana mereka mau tidak mau harus belajar bermain dengan akur dengan sendiri nya.

Role-play

Jika diterjemahkan role-play berarti “bermain peran”. Di saat anak-anak Bera pura-pura menjadi orang lain dan memainkan peran itu. Seperti anak yang menjadi seorang permaisuri yang harus menyelamat kan pangeran yang terjebak dalam sihir. Atau yang sangat sederhana seperti berpura-pura menjadi polisi atau dokter.

Secara logika sangat mudah kita pahami kenapa permainan seperti ini sangat baik dalam meningkatkan empati. Karena pada dasar nya empati adalah menempatkan diri menjadi orang lain, dan merasakan apa yang mereka rasakan.

Saat anak-anak berpura-pura dan menjalani peran orang lain dalam situasi-situasi sulit, anak-anak belajar berempati dan merasakan apa yang orang lain rasakan saat dalam merasakan situasi yang sama dalam dunia nyata (Van Ments, 1999). 

Traditional games

Banyak sekali games tradisional yang pastinya setiap orang pernah mainkan di masa kecil. Keren nya sebelum ada sekolah-sekolah formal secara masal, game-game ini lah yang digunakan oleh nenek moyang kita.

Melalui permainan-permainan ini anak-anak belajar berbagai macam nilai-nilai budaya seperti proto demokrasi, kepemimpinan, kebersamaan, tanggung jawab, dan lain-lain (Dharmamulya, 1992).

Ada sebuah penelitian keren dari Indonesia yang mengadakan pre dan post test untuk mengukur apa saja yang dipelajari anak-anak umur 4-6 tahun saat bermain permainan tradisional (seperti cublak-cublak suweng, uri-uri, and engklek) selama 20 menit tiga kali seminggu selama 1 bulan.

Mereka juga melakukan dokumentasi observasi dan interview yang dalam. Tentu hasilnya jauh dari mengagetkan, berdasarkan analisa mereka nilai-nilai karakter yang baik terlihat muncul pada sebagian besar anak-anak di akhir bulan setelah mereka rutin bermain games tradisional ini (Sugiyo & Hong, 2014). 

Sekarang kita bisa berekspektasi bahwa dengan memainkan games tradisional secara konsisten, karakter anak-anak akan terbangun dengan baik.

Sumber:

Dharmamulya, S. et al. (1992). Transformasi Nilai Budaya Melalui Permainan Anak DIY. Yogyakarta: Proyek P2NB.

Pranoto, Y., Sugiyo, S., & Hong, J. (2014). Developing Early Childhood’s Character Through Javanese Traditional Game. Indonesian Journal Of Early Childhood Education Studies, 3(1), 54-58. doi:10.15294/ijeces.v3i1.9477

Stern, D. N. (2010). Forms of Vitality: Exploring Dynamic Experience in Psychology, the Arts, Psychotherapy, and Development. Oxford University Press.

Sue Waite & Sarah Rees (2014) Practising empathy: enacting alternative perspectives through imaginative play, Cambridge Journal of Education, 44:1, 1-18, DOI:10.1080/0305764X.2013.811218

Van Ments, M. (1999). The effective use of role-play: Practical techniques for improving learning. London: Kogan Page.

Vygotsky, L. S. (2003). Imagination and creativity in childhood. Journal of Russian and East European Psychology, 42, 7–97.

Tips meningkatkan engagement murid

Tips meningkatkan engagement murid

Photo by: Freepik

Student engagement sering didefinisikan sebagai, keterlibatan siswa diukur dengan tingkat perhatian, keingintahuan, minat, optimisme, dan semangat yang ditunjukkan siswa ketika mereka belajar. Dari sini sudah jelas bahwa setiap pendidik merasakan pentingnya engagement setiap siswa di kelas.

Menyadari kepentingan engagement membuat banyak cendekiawan yang menyusun strategi peningkatan engagement murid di kelas. 

Salah satunya adalah framework “Seven Principles For Good Practice in Undergraduate Education”. Framework yang dirancang oleh dua orang dengan keahlian yang saling melengkapi. Arthur Chickering, profesor di bidang pendidikan dan dengan Zelda Gamson yang memiliki latar belajar di sosiologi.

Berikut adalah 7 prinsip di dalam framework mereka ini.

Berikan banyak kesempatan berkolaborasi

Salah satu kunci dari meningkatkan engagement adalah interaksi antar siswa yang banyak. Dengan bekerja sama, berdiskusi, dan bertukar informasi dengan teman-teman, banyak sekali murid yang akan merasa nyaman dan bisa terlibat dengan pembelajaran dengan aktif. 

Selain itu juga banyak sekali bukti empiris yang mensupport teori social-cognitivism yang menunjukan bahwa banyak manfaat belajar dalam kelompok. Ludenara juga ada lho artikel yang membahas tentang manfaat belajar bareng-bareng.

Gunakan pendekatan aktif learning

Banyak pendekatan student-center dimana murid memiliki peran yang lebih besar dari pada guru di dalam kelas. Seperti Game, Project, Problem based learning yang sangat baik dalam meningkatkan engagement murid. 

Di proses pembelajaran seperti ini, murid tidak lagi hanya sekedar menjawab soal, mencatat, atau mendengarkan. Namun mereka secara aktif berkreasi, memecahkan masalah, dan mencari ilmu dan keterampilan baru dengan sendiri.

Feedback yang rutin

Tentu dengan feedback rutin, engagement antara guru dan murid akan terbangun dengan baik. Selain itu banyak penelitian yang menunjukan bahwa feedback memiliki peran yang besar dalam perkembangan akademis murid. 

Jika setiap perkembangan murid di ikut sertakan dengan feedback oleh guru, percaya diri, dan motivasi belajar murid meningkat. Selain itu guru juga bisa membantu murid membangun kekuatan, dan memperbaiki kelemahan mereka

Tambahkan interaksi antara murid dan guru

Dalam meningkatkan engagement dalam kelas, sangat penting murid merasa nyaman dengan guru. Untuk itu framework ini menyarankan guru untuk membangun hubungan yang erat dengan murid. 

Dengan hubungan yang lebih baik ini, murid akan merasa lebih nyaman dan akan berpartisipasi di dalam kelas secara lebih aktif. Maka dengan itu membangun hubungan di luar konteks pembelajaran sangat lah penting.

Ajarkan murid untuk mengatur waktu dengan baik

Belajar membutuhkan energi dan waktu. Maka time management menjadi hal harus dikuasai oleh seorang lifelong learner. Mengatur waktu sehingga mereka memiliki energy yang optimal saat sesi pembelajaran akan membantu engagement mereka di kelas itu.

Pahami murid sebagai individu

Kita tahu setiap anak memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Memasang standar akademis yang baku kepada setiap murid membuat beberapa anak yang memang pandai membaca dan menghitung sangat pintar, dan kelemahannya tidak terlihat. 

Di sisi lain anak-anak yang memiliki kesulitan belajar di dalam ruang kelas atau sistem yang baku akan terlihat kurang pandai. Meraka pun tidak punya kesempatan untuk menunjukan bakatnya.

Tingkatkan ekspektasi terhadap murid

Kita tambahkan ini dengan prinsip sebelumnya. Hal yang paling baik adalah membandingkan murid bukan dengan murid lain, tapi dengan dirinya sendiri di masa lalu.

 Dengan sistem seperti ini kita akan terus mendukung performa murid sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Ini juga berhubungan dengan kenyamanan murid di saat belajar. Dengan membuat ekspektasi yang mereka setuju, mereka akan lebih giat dan aktif di kelas untuk mencapainya.

Sumber:

Chickering, A. W., & Gamson, Z. F. (1987). Seven principles for good practice in undergraduate education. AAHE Bulletin, 39(7), 3–7.

Mengajarkan Empati bisa menjadi solusi dari tantangan-tantangan tersulit kita.

Mengajarkan Empati bisa menjadi solusi dari tantangan-tantangan tersulit kita.

Image by Bessi from Pixabay

Bagian besar dari pendidikan adalah menyiapkan anak untuk masa depan, tapi juga ada cara pandang yang tidak terlalu individualis. Yaitu membuat masa depan itu sendiri lebih baik.

Tentu dua sisi ini harus bersinergi, tidak cukup anak-anak kita tumbuh pintar lalu kerja atau usaha dan bisa menafkahi keluarga nya saja. Mereka juga harus bisa membangun masa depan yang lebih baik, agar anak-anak mereka bisa hidup di dunia yang lebih baik.

Tentu ini hal yang sangat jelas, namun seperti apa sih masa depan yang lebih baik itu?

Dan bagaimana kita bisa kesana?

Pertama kita bisa melihat tantangan-tantangan utama yang kita hadapi secara global, dan tentu jika ini permasalahan global, setiap negara pun mengalami nya. Apa lagi Indonesia.

Kita coba mulai dari kemiskinan, dan kelaparan. Data dari UN tahun 2015, 736 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan internasional sebesar US $ 1,90 per hari. 690 juta orang hidup dalam kelaparan dan malnutrisi.

Kita mulai dari kelaparan dulu, meskipun banyak orang yang kelaparan banyak juga yang… gak kenyang-kenyang?? 

Data dari WHO menunjukan bahwa 650 juta orang dewasa, dan 38 juta anak obesitas.

Tentu ini hal yang sangat serius dan berbahaya, dan tadi saya cuma bercanda ko, bilang mereka gak kenyang-kenyang… Mohon maaf 

Saat memikirkan kemiskinan datanya semakin mengerikan. Orang-orang yang masuk kedalam 1% orang terkaya di dunia memiliki 44% dari total kekayaan yang ada di dunia. Sementara jika kita kumpulkan harta dari 56% orang termiskin harta mereka hanya sekedar 2% dari total kekayaan di dunia.

Pemanasan global juga memiliki dampak yang asimetris, negara-negara yang paling berkontribusi kepada global warming seperti Cina, Amerika, dan India tidak merasakan dampak nya secara langsung. Sementara negara-negara kecil seperti Maldives bisa tenggelam gara-gara ini padahal mereka tidak berkontribusi kepada pemanasan global.

 

Coba renungkan ini sejenak….

Dan mungkin setelah kita renungkan ini, tahap awal dari solusi nya sebagai pendidik jelas terlihat. Yaitu empati dan compassion.

Kemungkinan untuk kita bisa melampaui tantangan-tantangan ini kita harus mengajarkan empati ke sebanyak-banyak nya orang dan tentu anak-anak, kita contoh kan juga empati agar semakin banyak yang paham bahwa itulah yang dibutuhkan.

Semua niat dan aksi baik untuk melawan tantangan-tantangan ini berawal dari kemampuan kita yang lebih beruntung berempati kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Tentu setelah kita berhasil membantu mereka yang kurang beruntung, mereka juga bisa membantu yang lain dan seterus nya membuat dunia ini sedikit lebih indah lagi.

Untungnya empati memang bisa diajarkan, apa lagi dari usai dini. Dan lebih untung nya lagi cara mengajarkan empati yang baik adalah dengan cara-cara yang seru seperti bermain dan bercerita.

Tentu tidak sembarang bermain. Ada permainan-permainan yang sangat efektif dalam membentuk empat seperti role-playing dan imaginative play.

Nah di artikel selanjutnya kita akan bahas berbagai macam cara meningkatkan empati.

Di tunggu ya!

Hal penting yang bisa dipelajari dari Play-based Kindergarten

Hal penting yang bisa dipelajari dari Play-based Kindergarten

Photo by: Bambi Corro on Unsplash

Saat kita melihat pendidikan Paud seringkali kita melihat mereka sudah sangat difokuskan terhadap aspek akademik (calistung). Memang banyak penelitian yang menunjukan anak-anak yang dibiasakan mengerjakan soal, dan belajar secara akademik ini lebih siap menghadapi SD, dan memang mereka akan mendapat nilai akademik yang lebih tinggi.

Namun ada penelitian yang juga melihat dampak jangka panjang dari Paud yang fokus kepada akademik dan Play-based kindergarten. Mereka menemukan data yang sama, pada awal nya di kelas 1-2 anak-anak yang datang dari Paud yang sangat akademik mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Namun ternyata dari kelas 4-5 para peneliti tidak menemukan perbedaan.

Bahkan ternyata di kelas 6 mereka, anak-anak yang datang dari Play-based kindergarten memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi!  (Marcon, 2002).

Selain itu jika teman-teman penasaran ada Psikolog yang menuliskan artikel bahwa ternyata Paud yang terlalu akademik bisa sangat harmful bagi mereka di masa dewasa.

Tapi memang bagi setiap orang yang sudah mempelajari proses perkembangan anak secara dalam hal ini sangat logis, dan kita bersama bisa bilang “ya iya laah!”

Selain itu paud-paud yang bisa kita definisikan sebagai play-based atau child-centered ini memang memiliki banyak manfaat bagi proses perkembangan anak, yang anak menjadikan mereka orang-orang dewasa yang lebih baik juga!

Bagian besar dari play-based kindergarten adalah menggunakan permainan sebagai alat mengajar konsep-konsep akademis, ini yang disebut dengan adult-directed play dan ini tentu hasil nya jelas anak-anak dengan cara yang asik. 

Namun ada filosofi pendidikan, seperti Waldorf education yang lebih fokus terhadap permainan yang lebih child-centered, bisa juga disebut free atau imaginative play. Permainan-permainan di mana para guru hanya mengobserfasi dan memastikan keapamanan anak-anak lalu membiarkan mereka bermain sesuka hati! Dan hal ini lah yang sangat menarik untuk dipelajari.

Lalu hasil nya apa, apa yang terjadi ketika sebagian besar dari pendidikan masa kecil adalah membiarkan mereka bermain?

Satu hal yang mungkin sangat jelas adalah kreativitas. Karena imaginative play ini sangat beraneka ragam, anak-anak juga banyak yang memilih untuk berkarya dan menciptakan cerita-cerita dari imajinasi mereka. (Vygoutsky, 2003)

Selain itu hal yang mungkin diluar ekspektasi adalah empati.

Pendiri dari filsafat pendidikan ini Rudolf Steiner, dan teori sosiologi menjelaskan bahwa imaginative play dan tipe permainan child-center lainya memberikan pondasi untuk belajar hidup bersama masyarakat dengan baik (Waite & Rees, 2014). 

Ini bisa terjadi karena tidak adanya figur otoritas yang kuat seperti di adult-directed play. Tanpa adanya figur otoritas dan peraturan yang baku, anak-anak tetap bisa bermain bersenang-senang dan menyelesaikan konflik nya sendiri. Ini lah yang membentuk karakter yang moral, dimana tanpa peraturan, dan perintah mereka harus bisa tetap bersosialisasi dengan baik.

Anak-anak bisa mempelajari ini secara natural karena dengan imaginative play karena anak-anak belajar melihat dari berbagai macam pandangan atau yang sering dibilang menaruh diri nya di posisi orang lain. Dari sini empati pun terbentuk dan ini fondasi untuk karakter yang moral itu.

Proses alami ini sangat efektif agar anak bisa benar-benar memahami salah dan benar, dan membentuk identitas etis mereka. Bahkan pelatihan-pelatihan “character-building” di masa dewasa menjadi tidak berguna saat anak-anak diberikan ruang dan waktu yang cukup di masa kecil untuk imaginative play ini (Edmiston, 2010).

Di tahun 2014 pun ada penelitian dari Cambridge yang mencari bukti dari teori-teori dan filsafat pendidikan ini. Mereka pun menganalisa 5 sekolah yang menggunakan filosofi Waldorf education sebagai pondasi pendekatan pembelajaran mereka. 

Hasil nya pun cukup baik, dan mengkonfirmasi teori-teori ini. Bahwa anak-anak menjadi sangat kreatif dan juga etis saat mereka diberikan banyak ruang untuk imaginative play

Namun sayangnya studi ini belum bisa melihat dampak jangka panjang dari pendekatan pendidikan yang mengutamakan child-centered play ini. Apa lagi jika kita coba teliti sekarang, pasti datanya tidak akan akurat karena kondisi anak-anak ini sekarang akan sangat berbeda dari anak-anak di masa lain yang tidak terpengaruh oleh Pandemi ini.

Nah bagaimana menurut teman-teman, setuju tidak dengan cara pendidikan ini? Apa mungkin ada cara lain yang lebih efektif agar anak bisa membangun karakter yang baik?

 

Sumber

Edmiston, B. (2010). Playing with children, answering with our lives: A Bakhtinian approach to coauthoring ethical identities in early childhood. British Journal of Educational Studies, 58, 197–211.

Marcon, R. A. (2002). Moving up the Grades: Relationship between Preschool Model and Later School Success. Early Childhood Research & Practice, 4(1), n1.

Sue Waite & Sarah Rees (2014) Practising empathy: enacting alternative perspectives through imaginative play, Cambridge Journal of Education, 44:1, 1-18, DOI:10.1080/0305764X.2013.811218

Vygotsky, L. S. (2003). Imagination and creativity in childhood. Journal of Russian and
East European Psychology, 42
, 797.