Ludenara Hadir Di Forum Sekolah Indonesia Luar Negeri Kemlu Untuk Kelas Gamifikasi

Ludenara Hadir Di Forum Sekolah Indonesia Luar Negeri Kemlu Untuk Kelas Gamifikasi

Selasa, 28 Desember 2021 Ludenara mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) 2021. Sebuah forum oleh Kementerian luar negeri (Kemlu) untuk peningkatan kualitas Guru SILN khususnya dalam cara merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif meskipun harus secara daring. 

Hal ini merupakan inisiatif yang sangat dibutuhkan guru-guru kita di SILN melihat situasi sekarang di mana Indonesia dan negara-negara tempat SILN kita masih mengalami pandemi. Pembelajaran daring lah yang menjadi cara bagaimana anak-anak kita tetap bisa belajar sekaligus memitigasi dampak pandemi.

Dalam acara ini kita menghadirkan diskusi mengenai kebutuhan dan tantangan dunia pendidikan saat ini dan kedepannya. Mas Eko, sebagai salah satu dari narasumber memberi perspektif bahwa hal utama yang harus kita perhatikan adalah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan pada masa depan cukup rumit, guru-guru belum biasa mengajarkannya, dan mungkin sebagian dari kita pengajar belum memiliki keterampilan-keterampilan ini sendiri.

Dari cara pandang ini lah kita bisa mulai melihat bahwa game memiliki banyak potensi untuk menghadirkan pembelajaran di mana siswa-siswi bisa secara langsung melatih keterampilan-keterampilan ini secara experiential learning. Selain hal itu tentu masih banyak sekali alasan mengapa game lah yang menjadi alat ajar yang cocok untuk melewati tantangan-tantangan dunia pendidikan, khususnya dalam situasi pandemi ini.

Seperti yang kita bisa lihat di anak-anak kita saat mereka bermain mau itu offline atau pun online motivasi, keterlibatan, dan tingkat keseriusan mereka bisa sangat tinggi. Sekarang bayangkan betapa efektifnya proses pembelajaran jika anak-anak kita bisa seperti bermain.

Nah itu lah yang kita coba hadirkan dengan proses gamifikasi, dalam konteks pendidikan gamifikasi berarti mengambil elemen-elemen games yang membuat game sangat menarik bagi anak-anak dan memasukkannya dalam proses pembelajaran. Seperti yang Mbak Augy, sebagai narasumber kedua kita mengatakan “Kiba buat kelasnya jadi game!”

Di bagian acara selanjutnya Mbak Augy menjelaskan dan mencontohkan elemen-elemen ini, yaitu Narasi, Interaksi, Teknologi, dan Kreasi atau 4i Gamifikasi. 

Dengan ini para peserta guru mendapatkan pemahaman mengenai cara mengubah proses pembelajaran sehingga seperti bermain game serita mendapatkan contoh-contoh sederhananya.

Setelah itu para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok menempati Zoom breakout room di mana mereka akan mengerjakan tugas sederhana yang berupa rencana implementasi. Setiap kelompok ditemani oleh fasilitator yang akan membagi ide mengenai cara menerapkan 4i dalam proses pembelajaran. Dengan ini setiap peserta bisa langsung menerapkan gamifikasi dalam kelasnya!

Kami sangat berterima kasih kepada Kemlu untuk kesempatan belajar bersama guru-guru luar biasa yang di tempatkan di SILN Kairo, Kuala Lumpur, Johor Bahru, Jeddah, Riyadh, Davao, Bangkok, Kota Kinabalu, Damaskus, Den Haag, Singapura, Yangon, dan Tokyo. Semoga program ini dapat memberi manfaat bagi semua peserta, dan jelas semoga siswa-siswi Indonesia makin semangat belajar!

Bagi pihak dan organisasi yang mau menghadirkan program ini, bisa hubungi kami di website Ludenara.org ya, terima kasih!

Ludenara Menampilkan Karya Baik POP Di Seminar Nasional GTK

Ludenara Menampilkan Karya Baik POP Di Seminar Nasional GTK

Rabu, 22 Desember Ludenara diundang oleh GTK untuk hadir dalam Seminar Nasional berjudul “Gotong Royong Memajukan Pendidikan melalui Program Organisasi Penggerak”. Dalam Seminar Nasional ini, semua pihak yang terlibat dengan Program Organisasi Pengger (POP), atau pun pendidikan secara general bisa menerima informasi-informasi penting terkait POP dan pastinya hasil-hasil praktik baik yang akan memajukan pendidikan kita.

Hal pertama yang mungkin paling penting adalah klarifikasi mengenai tujuan dari POP ini sendiri. POP memberi kesempatan para organisasi-organisasi yang memiliki kompetensi dalam transformasi dan inovasi pendidikan untuk memberi intervensi kepada guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah untuk meningkatkan kapasitas mereka. Lalu hal ini pun ditujukan agar sekolah-sekolah yang terlibat bisa bertransformasi dan siswa-siswi bisa menjadi Pelajar Pancasila.
Pelajar Pancasila memiliki 6 ciri yaitu
  • Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
  • Berkebinekaan global
  • Bergotong royong
  • Mandiri
  • Bernalar kritis
  • Kreatif
Pelajar Pancasila ini bisa dicapai dengan melakukan intervensi terhadap 3 hal utama, yaitu literasi, numerasi, dan karakter. 3 hal ini lah yang menjadi titik intervensi para organisasi dalam POP.
Dalam seminar ini kita juga mendapat klarifikasi mengenai organisasi-organisasi yang telah terpilih untuk mengikuti POP. Dari ribuan organisasi yang telah mengirimkan proposal, pihak Kemendikbud Ristek mengadakan seleksi ketat yang berupa intervensi apa yang organisasi akan lakukan, dan apakah sudah terbukti efektif dan berdampak baik, lalu seleksi administratif dan legalitas dan evaluasi kualitas organisasi secara general. Setelah seleksi ini dari ribuan organisasi hanya 135 yang terpilih dan menunjukkan bukti bahwa mereka bisa melakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan.
Karena ini juga Dr. Praptono sebagai Ditjen GTK menyampaikan bahwa uang disalurkan kepada ormas tetapi bukan untuk mereka, dan bukan mereka yang mendapat keuntungan tetapi untuk kepala sekola guru dan pengawas, dan berharap pihak sekolah bisa mengambil sebanyak banyaknya manfaat.
Pihak GTK juga memberi penjelasan yang lebih detail mengenai evaluasi dan monitoring POP, hal ini mungkin yang menjadi kekhawatiran banyak pihak jelas kita banyak yang ingin tahu semua kegiatan ini, semua uang yang dikeluarkan menghasilkan apa.
Seminar ini memberi penjelasan mengenai. Evaluasi dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan AN, pertama AN yang diambil sebelum POP akan menjadi balse line yang nanti akan dibandingkan dengan AN setelah POP yang akan menentukan nilai kuantitatif hasil intervensi. Lalu evaluasi kualitatif diadakan untuk melengkapi analisis kuantitatif dengan menyelidiki bukti pencapaian.
Hal yang menarik adalah evaluasi ini memiliki bagian learning, d imana hasil data dan analisis dari evaluasi dipelajari bersama sehingga kita bisa belajar mengenai intervensi yang mana aja dan yang seperti apa yang berhasil memberi dampak baik, dan bisa direplikasi dan diperbesar skalanya.
Setelah pemaparan detail mengenai POP seminar ini memasuki acara utama yaitu unjuk karya baik. Di antara 135 organisasi yang telah terseleksi hanya 6 yang mendapatkan kesempatan untuk berbagi karya baik dalam seminar ini, dan kami Ludenara sangat senang telah menjadi salah satu organisasi yang terpilih!
Meskipun tujuan utama adalah berbagi praktik baik, kami mengambil kesempatan ini untuk bercerita tentang betapa pentingnya bermain sebagai proses belajar, dan bahwa game memiliki potensi yang sangat luas untuk digunakan sebagai media belajar.
Kami lakukan ini karena kesadaran betapa pentingnya pesan ini untuk disebarluaskan apalagi untuk pendidik-pendidik seluruh Indonesia. Kenyataannya banyak sekali yang harus kita siapkan anak-anak kita untuk menghadapi masa depan yang kita tahu sangat tidak pasti, apa yang menurut kita baik sekarang belum tentu baik di masa depan, apa yang menurut kita cita-cita profesi yang baik belum tentu ada di masa depan. Agar anak-anak kita bisa siap menghadapi masa yang tidak pasti ini, mereka membutuhkan kecakapan-kecakapan yang bisa dilatih dalam proses bermain.
Atas pemahaman pentingnya bermain bagi pendidikan ini, kami sangat bersyukur bisa meluncurkan Nusantara Bermain Bermakna untuk POP. Dalam program ini kami telah menyediakan berbagai macam modul, modul buku yang untuk teori-teori Game Based Learning, modul video untuk penjelasan yang mendalam, modul Game yang bisa menjadi contoh penerapan Game Based Learning, serta prototype kit untuk setiap guru bisa mendesain gamenya sendiri, dan modul podcast yang berisi cerita-cerita baik para praktisi Game Based Learning.
Sekali lagi kita ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah memungkinkan kita untuk melakukan semua ini. Semoga semua cita-cita POP bisa kita raih bersama!
Manfaat Gamifikasi Untuk Pendidikan Menurut Experience Economy

Manfaat Gamifikasi Untuk Pendidikan Menurut Experience Economy

Photo by Iqwan Alif from Pexels

Orang tua dan guru pasti sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya, dalam artian kita pasti ingin proses pembelajaran itu efektif, bermanfaat, dan bermakna. Nah untuk menghadirkan proses pembelajaran yang seperti ini, pasti kita belajar dari pengalaman pendidik lain, dan jelas penelitian atau teori-teori pendidikan dan psikologi.

Mempelajari hal-hal ini jelas sangat penting, dari sini lah kita mengetahui pentingnya motivasi, keterlibatan, relevansi dan hal-hal lain yang penting untuk proses pembelajaran berkualitas. Tetapiselain mempelajari pendidikan dari kacamata ilmu pendidikan dan psikologi ilmu sosial lain juga bisa memberi wawasan yang menarik lho, contohnya ekonomi!

Ilmu ekonomi telah memberi banyak wawasan mengenai perilaku manusia dan interaksinya dengan hal-hal yang menurut kita memiliki nilai ekonomi, seperti barang, jasa dan komoditas. Nah dalam ilmu ekonomi ada Experience Economy bisa memberi wawasan mengenai pendidikan seperti apa yang akan dinilai bermakna dan memuaskan bagi “konsumennya” yaitu siswa-siswi.

Menurut Experience Economy, kebahagiaan dan kepuasan kita tidak bisa dijelaskan hanya dengan memiliki barang, komoditas atau menerima jasa, namun pengalaman memiliki bobot yang besar dalam kebahagiaan kita. Karena itu pula pengalaman memiliki nilai yang lebih premium dibandingkan sekedar barang, komdotas, ataupun jasa.

Penelitian pun sudah mensuport pemahaman ini (Carter and Gilovich, 2010). Mereka menemukan bahwa konsumen yang memilih membelanjakan uangnya untuk barang mendapatkan kepuasan yang lebih rendah dengan yang memilih pengalaman. Mereka juga menemukan bahwa kepuasan dengan barang menurun seiring berjalannya waktu, tapi kepuasan atas pengalaman justru meningkat.

Pemahaman ini bisa kita aplikasikan dalam dunia pendidikan (Kim et al., 2018).

Dengan mudah kita bisa menyamakan tingkat kepuasan konsumen bisa berarti pendidikan tingkat kualitas pendidikan dari cara pandang siswa-siswi. Saat siswa-siswi puas dengan pendidikannya berarti mereka merasa yang dipelajari itu bermanfaat, bermakna, dan mereka juga mendapatkan pemahaman materi pembelajaran, dari mendapatkan hal-hal ini kepuasan belajar muncul.

Sekarang kita bisa mencari tingkat kepuasan belajar yang tinggi. Dalam pendidikan kita bisa melihat buku, video, dan alat batu pembelajaran lain sebagai barang, dan mengajar sebagai jasa. Nah pembelajaran yang dimodifikasi lah yang bisa dianggap sebagai pengalaman karena beberapa dampak gamifikasi:

  • Active engagement: Elemen-elemen game seperti cerita, dinamika dan interaksi yang membuat siswa-siswi terlibat secara aktif dan menikmati proses pembelajaran.
  • Learning effect: Menggunakan gamifikasi untuk pembelajaran membantu siswa-siswi memperkuat ingatan mereka mengenai apa yang dipelajari
  • Personal experience: Saat siswa-siswi menyelesaikan misi, berhasil melewati tantangan, mereka akan merasakan pengalaman belajar yang lebih personal.

Sumber:

Carter, T. J., & Gilovich, T. (2010). The relative relativity of material and experiential purchases. Journal of Personality and Social Psychology, 98(1), 146–159. doi:10.1037/a0017145

Kim, S., Song, K., Lockee, B., & Burton, J. (2018). Gamification in Learning and Education: Enjoy Learning Like Gaming (Advances in Game-Based Learning) (Softcover reprint of the original 1st ed. 2018 ed.). Springer.

Avengers Assemble! Contoh Gamifikasi Sederhana Yang Seru!

Avengers Assemble! Contoh Gamifikasi Sederhana Yang Seru!

Image by Pixabay

Untuk membuat proses pembelajaran lebih efektif ada dua hal yang bisa kita perhatikan, yaitu seberapa mudah kita bisa membuat topik pembelajaran untuk dipahami dan seberapa menyenangkannya proses pembelajaran itu sendiri (Bayat et al., 2014). Menurut kami 2 hail ini pantas untuk kita beri fokus karena relatif mudah untuk dicapai.

Mungkin ini juga mengapa Playful Learning menjadi pendekatan pembelajaran yang semakin populer. Playful Learning sendiri cukup luas karena memang banyak sekali cara membuat belajar menjadi menyenangkan, di artikel ini kita coba bahas salah satu cara yang paling tenar, yaitu gamification.

Beda dari Game Based Learning yang menggunakan games untuk proses pembelajaran, dengan gamification kita merancang proses pembelajaran agar seperti game dan untuk itu cara utamanya adalah kita menaruh elemen-elemen game ke dalam proses pembelajaran.

Berikut adalah 4 elemen utama game yang dengan mudah bisa diterapkan dalam proses pembelajaran

Nah untuk menjelaskannya penggunaannya dengan mudah kami akan beri contoh saja. Setiap elemen hanya contoh dan sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang lagi disukai siswa-siswi.

Schell’s
gamification framework

Story:

Untuk elemen pertama ini kita coba namakan game ini Avengers Assemble, yang ceritanya siswa-siswi akan berperan sebagai agen SHIELD yang harus mengumpulkan hero-hero Avengers yang terpisah-pisah. Setiap hero akan berada di markas yang berbeda-beda yang memiliki tantangan juga berbeda-beda untuk mendapatkan mereka. Saat mereka sudah mengunjungi 8 markas yang berbeda ini mereka akan melawan bos akhir bersama hero-hero yang telah dikumpulkan

Dynamic:

Untuk menghadirkan elemen ini kita bisa menanyakan pengalaman menyenangkan apa saja yang kita ingin hadirkan dalam proses pembelajaran ini?

Dalam contoh game ini kita coba hadirkan pengalaman petualangan dan eksplorasi dimana siswa-siswi mencari markas-markas sekolah/kelas virtual dan mengumpulkan super hero. Kita coba hadirkan sedikit kompetisi, dimana siapa pun yang berhasil mengumpulkan hero paling banyak mendapatkan nilai ekstra. Kita juga bisa hadirkan kolaborasi dengan memberi sarat beberapa markas harus diselesaikan secara kelompok minimal 3 orang.

Untuk inspirasi pengalaman menyenangkan lain kita bisa melihat referensi Playful Experience Framework (Arraviouri et al.,2011). Seperti fantasy, relaxed, completion, captivation, control, dan masih banyak lagi.

Mechanic:

Game ini bisa dimainkan online maupun offline. Jika pembelajaran sudah offline kita bisa menyebarkan 8 markas yang berupa link atau QR google form sekeliling sekolah saat memainkanya via online kita bisa menggunakan berbagai macam virtual classroom, bisa juga menggunakan minecraft atau roblox dan menyebarkannya di ruang virtual ini. 

Setiap siswa-siswi bisa mengunjungi setiap markas 1 kali, jika gagal mereka tidak dapat . Di markas google form ini guru bisa mengisinya dengan materi-materi pelajaran berbentuk teks atau video dan juga berbagai macam soal yang harus mereka jawab. Nah ketika mereka berhasil menyelesaikan semua soal dalam markas ini hero di markas itu akan bergabung dengan tim mereka.

Nah saat misi terakhir mereka akan mendapatkan QR markas bos akhir, google form ini akan berisi pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Setiap pertanyaan yang mereka jawab dengan salah bisa dibantu oleh hero yang mereka sudah kumpulkan, setiap hero bisa digunakan 1 kali untuk 1 melewati pertanyaan yang mereka tidak bisa jawab, dan di bagian akhir mereka akan melawan Thanos, dimana kita harus menjawab 5 pertanyaan dengan benar jika ingin menang!

Technology:

Untuk teknologi yang kita gunakan kita hanya perlu google form yang diisi dengan gambar-gambar yang memberi siswa-siswi perasaan bahwa mereka sedang memasuki markas setiap super hero. Lalu link google form ini dimasukkan dalam QR code generator lalu di print dan disebarkan di sekolah, atau jika memainkan via online virtual classroom.

Nah ini adalah salah contoh sederhana markas super hero. Markas ini adalah planet asal Gamora yang diserang oleh pasukan Black Order. Markas ini akan memberi informasi sedikit tentang game based learning, lalu pasukan Black Order akan menyerang dan mereka bisa kalah jika kita memberi jawaban yang benar. Di akhir misi ini kita dapat kesempatan untuk membantu Gamora melawan musuhnya dan merekrut superhero ini dalam tim kita!

Selamatkan Gamora!

Selamat mencoba! Dan jangan lupa format ini dengan mudah bisa disesuaikan dengan materi pembelajaran yang teman-teman butuhkan, dan isi ceritanya dan karakter-karakternya juga sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang lagi disukai siswa-siswi.

 

Sumber:

Bayat, S., Kılıçarslan, H., & Şentürk, Ş. (2014). Analysing the efects of educational games in science and technology course on seventh grade students’ academic achievements. Abant İzzet Baysal University, Journal of Education Faculty, 14(2), 204–216.

Arrasvuori, J., Boberg, M., Holopainen, J., Korhonen, H., Lucero, A., & Montola, M. (2011, June). Applying the PLEX framework in designing for playfulness. In Proceedings of the 2011 Conference on Designing Pleasurable Products and Interfaces (pp. 1-8).

Guru Bisa Memanfaatkan Games Untuk Memudahkan Pemahaman Siswa-siswi

Guru Bisa Memanfaatkan Games Untuk Memudahkan Pemahaman Siswa-siswi

Photo by RODNAE Productions from Pexels

Menggunakan games sebagai media ajar bukan lagi hal yang baru, selama 2 dekade terakhir makin banyak pihak yang menerapkan Game Based Learning, penelitian di area ini juga makin matang. Dari banyaknya penelitian ini, sekarang kita tahu bahwa penerapan Game Based Learning terbukti meningkatakan hasil pembelajaran siswa-siswi (Karakoç et al., 2020).

Banyak teori pendidikan dan motivasi yang menjelaskan mengapa Game Based Learning sangat efektif untuk belajar. Penjelasan paling sederhana adalah, Game Based Learning membuat siswa-siswi termotivasi untuk belajar dan membuat proses pembelajarna lebih mudah (Bayat et al., 2014).

Penjelasan ini sangat mudah dipahami jika kita introspeksi, jelas terasa belajar akan lebih efektif jika kita sendiri ingin dan senang mempelajari hal itu, dan jelas lebih efektif jika kita bisa mempelajari hal baru itu dengan mudah.

Belaajr dengan mudah yang dimaksud ini adalah sedikitnya usaha yang diperlukan oleh siswa-siswi untuk memahami ilmu baru atau memahiri keterampilan baru. Nah sekali lagi banyak penjelasan mengapa Game Based Learning bisa memudahkan siswa-siswi belajar, kali ini kita akan melengkapi pembahasan artikel Ludenara yang perbandingan efektiftas antar video game dan game fisik.

Dalam artikel itu kita jelaskan bahwa setelah diteliti game fisik lebih efektif karena mendorong lebih banyak diskusi antar siswa-siswi. Menurut teori pembelajaran Social Constructivism bermain sambil berdiskusi bersama ini memberikan tempat bagi siswa-siswi untuk membangun ilmu dari interaksinya.

 Berikut adalah berbagai macam interaksi yang membantu proses pembelajaran (Ke & Xie, 2009):

Social Interaction  – Menyapa, Memberikan komen tanmpa elaborasi, Menyetujui pendapat

Sharing Information  – Menambahkan fakta, informasi, atau pertanyaan tanmpa elaborasi

Egocentric elaboration – Mengelaborasi arugmen/konsep/solusi milik diri sendiri

Allocentric elaboration – Membandingkan dan menyatukan berberapa pendapat dari siswa-siswi lain

Application and transfer – Merencanakan cara mengaplikasikan pemahaman yang baru dipelajari\

Coordination – Membuat rencana, dan bekerjasama sebagai tim

Reflection – Mengevaluasi proses pembelajaran yang sudah terjadi

Dengan menggunakan games, khususnya games yang siswa-siswi harus bekerja sama, semua interaksi ini akan terjadi dengan sendirinya. 

Mereka akan saling berbagi opini akan keputusan-keputusan yang menurut mereka paling tepat, lalu mendiskusikan bersama untuk menyatukan pendapat dan tujuan, dan terus mengeksekusikannya langsung dalam game.

Setelah sesi bermain selesai, guru bisa mendorong sesi refleksi dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memperdalam pemahaman mereka.

Sumber:

Bayat, S., Kılıçarslan, H., & Şentürk, Ş. (2014). Analysing the efects of educational games in science and technology course on seventh grade students’ academic achievements. Abant İzzet Baysal University, Journal of Education Faculty, 14(2), 204–216.

Karakoç, B., Eryılmaz, K., Özpolat, E. T., & Yıldırım, İ. (2020). The effect of game-based learning on student achievement: A meta-analysis study. Technology, Knowledge and Learning, 1-16.

Ke, F. & Xie, K. (2009). Toward deep learning for adult students in online courses. The Internet and Higher Education, 12, 136–145.

Kelas Daring Board Game Desain

Kelas Daring Board Game Desain

Kelas Daring Board Game Desain
15, November Ludenara mendapatkan kesempatan mengadakan kelas Game Desain bersama mahasiswa dan dosen UPI. Dengan harapan di akhir program ini para peserta mampu merancang prototipe game sederhana yang bisa dibuat menggunakan pensil dan kertas.
Di hari pertama para peserta mendapatkan materi dari Mas Eko mengenai hal utama yang harus dimiliki siapa pun yang mau mendesain sebuah game. Hal ini adalah growth mindset, yang bisa dibangun di atas Courage, Curiosity, dan Creativity.
Lalu bagaimana kita bisa mendapatkan ke-3 C ini? disinilah mengapa bermain sangat penting, karena melalui bermain kita memiliki banyak kebebasan untuk belajar, freedom to explore, freedom to fail, freedom of identity, dan freedom of effort!
Setelah memahami mindset yang dibutuhkan untuk mendesain game, para peserta kali ini mendapat materi yang bisa membantu mereka memahami game secara lebih dalam. Hal ini kita lakukan dengan melihat bagian-bagian dasar game, dan mencoba mengidentifikasi bagian-bagian ini dari game-game yang kita mainkan.
Setiap game memiliki objective atau tujuan yang pemain harus capai dalam game tersebut, gameplay atau peraturan-peraturan dan cara bermain yang harus diikuti oleh pemain di dalam gamenya, narasi yang merupakan cerita dalam game dan peran yang dimainkan pemain, dan teknologi atau perangkat dan komponen yang diperlukan untuk memainkan gamenya. Dari memahami game element game-game yang pernah kita mainkan kita bisa mendapatkan inspirasi untuk game element game yang kita mau desain.
Setiap game juga memiliki mekanik-mekanik untuk memainkannya dari mempelajari mekanik-mekanik ini dan mencobanya kita bisa mulai memilih atau mengkombinasi mekanik-mekanik seperti apa yang kita inginkan dalam game kita.
Setelah itu para peserta mulai mengkonsepkan gamenya di dalam game desain document. Dalam dokumen ini desainer game harus menulis semua game element secara rinci hingga cara memainkan gamenya.
Dengan melengkapi game desain document para peserta bisa memulai merancang prototipe dengan sederhana yang akan digunakan untuk tahap terakhir game desain yaitu play test. Play test ini diharapkan bisa memberi gambaran para peserta mengenai hal-hal yang sudah baik dalam gamenya, dan bagian mana yang masih bisa ditingkatkan.
Para peserta yang bisa mencoba memainkan gamenya secara luring bisa menggunakan pensil dan kertas untuk gamenya, sementara yang harus melakukan play test secara daring bisa merancang prototipe di power point/google slide dan memainkannya di zoom.
Berikut adalah beberapa prototipe hasil peserta
Kelas Daring Board Game Desain (1)
Prototipe It’s A Show
Kelas Daring Board Game Desain (2)
Prototipe It’s A Show
Game pertama didesain untuk membantu guru mengajarkan topik-topik pembelajaran yang diinginkan dengan menggunakan game yang kontennya bisa dengan gampang diubah. Dalam game ini para pemain bekerja sama untuk mencari topik-topik yang bisa disusun menjadi satu acara tv. Setelah merancang acara tv mereka akan dinilai oleh guru apakah topik-topiknya sudah tersusun secara logis.
Kemampuan para pemain untuk menyusun secara logis topik-topik yang diberikan dalam permainan ini akan menentukan apakah mereka sudah memahami topik-topik ini. Serta dengan bekerja sama dan berdiskusi bagai mana cara menyusun topik-topik itu juga akan menjadi proses pembelajaran bagi pemain.
Kelas Daring Board Game Desain (3)
Prototipe Sukses!
Game yang ini didesain untuk mengajarkan pemain mengenai keterampilan-ketrampilan apa saja yang dibutuhkan untuk sukses, dan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang akan sang banyak diperebutkan perusahan-perusahan besar pada masa depan.
Dalam game ini pemain harus mengumpulkan poin sebanyak-banyak nya dari mencocokan kartu pekerjaan dengan kartu keterampilan.
Kartu pekerjaan ada yang berbobot poin besar, seperti analist data, atau programer, yang mengindikasikan pekerjaan ini sangat diperlukan pada masa depan, ada juga pekerjaan yang bisa sangat mudah digantikan oleh robot seperti administrator kantor.
Kartu-kartu keterampilan juga memiliki bobot poin yang berbeda, keterampilan-keterampilan seperti problem solving, atau communication skill memiliki poin yang besar mengindikasikan keterampilan ini sangat dibutuhkan pada masa depan. Sementara keterampilan seperti kemampuan aritmatik memiliki poin yang rendah karena memang sekarang kita bisa mengandalkan komputer untuk melakukan aritmatik secara cepat dan akurat.
Jika ada pihak yang ingin meghadirkan program ini untuk organisasinya, slahkan bisa langsung ke website kami ludenara.org/partnership/
Kreatoria, Merdeka Belajar Dengan Bermain Game!

Kreatoria, Merdeka Belajar Dengan Bermain Game!

Kreatoria by Brendan Satria

Merdeka Belajar yang telah digagaskan oleh Mas Menteri Nadiem melahirkan program-program di mana guru bisa bereksperimen dengan metode pembelajaran mereka agar bisa menemukan yang bisa membuat siswa-siswi semangat dan senang belajar. Dari motivasi untuk terus belajar inilah siswa-siswi kita bisa belajar dengan lebih efektif dan kualitas pendidikan kita bisa meningkat.

Seperti yang disimpulkan dengan baik oleh Kepala Biro Komonikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga “Jadi ini yang menjadi sangat penting, sangat concern karena Pak Nadiem atau kita dari Kemendikbud Ristek ingin menciptakan suasana belajar di sekolah adalah suasana yang happy. Makanya tag-nya merdeka belajar.” (14/12/2019).

Nah, jika ingin menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan cara yang paling gampang adalah menggunakan games, agar siswa-siswi bisa bermain dan tanpa mereka sadari mereka mengalami proses pembelajaran yang dalam dan bermakna. Setelah seleksi ketat dari Kemendikbudristek Ludenara pun berkesempatan mengajak 240 guru untuk bereksperimen dengan metode Game Based Learning untuk menyampaikan materi pembelajaran sebagai bagian dari program organisasi penggerak Merdeka Belajar.

Karena guru-guru peserta memiliki kebutuhan mengajar yang berbeda-beda, tim designer Ludenara merancang sebuah game sederhana yang bisa dengan mudah diubah konten pembelajaran sesuai kebutuhan guru. Game ini dinamakan Kreatoria, di mana siswa-siswi yang memainkan ini berperan sebagai konten kreator yang harus merancang konten sesuai dengan instruksi guru yang dalam permainannya berbentuk kartu topik yang siswa-siswi harus pilih.

Kreatoria membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan memotivasi siswa-siswi belajar, hal ini terbukti setelah tim Ludenara mengadakan test play bersama beberapa siswa-siswi SMP. Bukan hal yang mengagetkan karena dalam literatur ilmiah Game Based Learning telah berkali-kali terbukti efektif meningkatkan motivasi belajar (Plass et al., 2015). Selain memotivasi Kreatoria juga membuat proses pembelajaran lebih mudah.

Cara memainkan game seperti ini sangat sesuai dengan teori pembelajaran Constructivism (Amineh & Asl, 2015) dan karena itu, game ini memudahkan siswa-siswi memahami materi dan konsep pembelajaran yang baru dan memperkuat pemahaman mereka mengenai hal-hal yang sudah dimengerti sebelumnya.

Dalam teori ini kita dijelaskan bahwa proses pembelajaran terjadi saat belajar berhasil membangun ilmu baru dengan menggunakan dan dihubungkan dengan ilmu yang dimiliki sebelumnya.

Dalam game ini siswa-siswi diberikan kartu-kartu kata kunci yang bisa disesuaikan dengan materi pembelajaran, lalu mereka harus merancang ide konten video sesuai dengan topik yang diinginkan guru dengan menggunakan kartu kata kunci yang ada.  Dengan pola permainan ini siswa-siswi diajak untuk menggunakan kata-kata kunci yang mereka sudah pahami untuk digabungkan dengan kata-kata kunci yang lain, proses ini membantu mereka menghubungkan ilm-ilmu yang mereka pahami.

Constructivism juga menjelaskan bahwa proses pembelajaran terjadi dalam kondisi sosial, seperti saat pelajar berbagai mengenai pemahaman mereka dengan pelajar lain, saat mereka mengobservasi pelajar lain, dan saat mereka berkolaborasi. 

Dalam game ini siswa-siswi yang sudah berhasil memenuhi kotak topik dengan kata kunci bisa mempresentasikan ide videonya kepada teman-teman di kelas, lalu teman-teman lainnya bisa memberi likes kepada video yang paling menarik, paling detail, dan paling sesuai materi pembelajaran.

Proses ini mendorong terjadinya pembelajarn secara sosial, di mana siswa-siswi bias mempelajari materi pembelajaran dari ide video teman-temannya, dan melihat bagaimana materi-materi pembelajaran ini saling terhubung.

Dengan game ini kami harap banyak hal baik yang bisa dihasilkan, semoga bisa memudahkan bapak dan ibu guru mengajar, dan membuat materi pembelajaran lebih mudah dipahami dan belajar menjadi menyenangkan!

 

Sumber:

Amineh, R. J., & Asl, H. D. (2015). Review of constructivism and social constructivism. Journal of Social Sciences, Literature and Languages, 1(1), 9-16.

Plass, J. L., Homer, B. D., & Kinzer, C. K. (2015). Foundations of game-based learning. Educational Psychologist, 50(4), 258-283.

Game Digital Atau Non-Digital, Mana Yang Lebih Efefektif Untuk Belajar?

Game Digital Atau Non-Digital, Mana Yang Lebih Efefektif Untuk Belajar?

Photo by cottonbro on Pexels

Sejak pergantian millennium, di tahun 2000 efektivitas Game Based Learning telah terdokumentasikan dengan baik dan terbukti memiliki dampak yang baik untuk pencapaian akademik siswa-siswi (Karakoç et al., 2020). Selain meningkatkan efektivitas sistem pendidikan, Game Based Learning juga memiliki manfaat yang sangat menarik, saat bermain games dan melewati tantangan-tantangannya pemain secara langsung melatih keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk kesuksesan di abad 21 yang sangat dinamis (Soffel, 2016).

Game memang sering dikaitkan dengan game-game digital meskipun banyak sekali macam game yang juga sering diaplikasikan dalam Game Based Learning, khususnya board game. Nah sekarang saatnya kita menjawab pertanyaan yang tertulis di judul artikel ini. Versi game yang mana yang lebih efektif ya?

Untungnya ada penelitian yang secara langsung menanyakan hal yang sama (Kaufman et al., 2016). Untuk menjawab pertanyaan ini mereka menggunakan game yang ada versi digital dan fisik, lalu mereka mengumpulkan anak-anak dengan usia 11-14 tahun dan dibagi menjadi 3 kelompok, 1 memainkan versi digital menggunakan iPad, 1 memainkan versi fisiknya yang berbentuk papan, dan 1 lagi kelompok kontrol (mendapatkan pembelajaran metode didactic). 

Gamenya berjudul Save the People, yang dirancang untuk mengajarkan pemain mengenai cara mencegah penyebaran penyakit. Dalam game ini membagi sekelompok masyarakat dengan anggota-anggota yang memiliki status kesehatan berbeda-beda (sehat, tidak bisa di vaccine, dan terinfeksi). Dalam game ini pemain harus mencegah penyebaran virus dengan berbagai macam cara, seperti mencoba vaksinasi maSsal, atau mengutamakan mengobati yang sudah sakit. Game ini dimainkan secara berkelompok dari 2-3 orang di 1 kelompok bermain

Lalu para peneliti mendokumentasi berbagai macam aspek dari saat bermain diskusi para pemain direkam dan ditranskripsi agar bisa dianalisis lebih dalam, dan para pemain juga diberikan pre dan post tes yang mengukur kemampuan systems thinking dan pemahaman mengenai peran vaccine dalam memitigasi penyebaran penyakit.

Selisih dari hasil post tes mereka mengenai systems thinking pun sangat berbeda, dengan kelompok board game mendapatkan nilai rata-rata 2,58/4, kelompok digital game mendapatkan 2,14/4 dan para peserta di kelompok kontrol mendapatkan skor 1,58/4.

Yang menarik dari penelitian ini adalah penjelasan mereka mengapa board game menjadi metode yang lebih efektif meskipun gamenya persis sama. Mereka melihat bahwa tipe permainan digital dan non-digital memberikan kecenderungan perilaku yang berbeda.

Pertama yang terlihat jelas adalah frekuensi dan durasi diskusi setiap pemain, kelompok board game rata-rata mengucapkan 157 kata per ronde permainan, dan kelompok digital hanya 79,3. 

Selain itu tipe diskusinya juga berbeda, dalam kelompok digital yang lebih sering terjadi adalah persetujuan, dengan kata paling sering muncul adalah “iya” dan “oke”. Sedangkan dalam kelompok board game, lebih sering terjadi diskusi di mana setiap pemain memberikan pendapatnya dan mereka saling berpikir strategi siapa, atau kombinasi antara kedua strategi bisa yang menghasilkan langkah yang lebih baik dalam permainan.

Selain itu tindakan menggerakan bidak-bidak permainan itu sendiri membuat pemain lebih merasakan implementasi strategi mereka, hal ini mendorong proses berpikir yang lebih dalam, dan membuka ruang diskusi yang lebih luas.

Penelitian ini sangat menarik, karena dalam dekade terakhir ini dunia Game Based Learning makin didominasi dengan teknologi digital, sementara sering kita terlupa potensi game fisik, seperti permainan papan dan kartu. Hal ini juga mengapa Ludenara memutuskan untuk fokus dengan pendekatan Game Based Learning fisik, yang juga lebih terjangkau untuk sekolah-sekolah Indonesia karena tidak membutuhkan infrastruktur digital dan teknologi.

 

Sumber:

Kaufman, G. F., Flanagan, M., & Belman, J. (2016). Playing the System: Comparing the Efficacy and Impact of Digital and Non-Digital Versions of a Collaborative Strategy Game. In DiGRA/FDG

Karakoç, B., Eryılmaz, K., Özpolat, E. T., & Yıldırım, İ. (2020). The effect of game-based learning on student achievement: A meta-analysis study. Technology, Knowledge and Learning, 1-16.

Soffel, J. (2016, March). What are the 21st-century skills every student needs. In World Economic Forum (Vol. 10).

Menggunakan Mekanik Games Untuk Memotivasi Belajar

Menggunakan Mekanik Games Untuk Memotivasi Belajar

Photo by Kuanish Reymbaev on Unsplash

Saat digunakan sebagai media pembelajaran games sangat ampuh memotivasi belajar, ini dikarenakan games memiliki mekanik-mekanik tertentu yang juga bisa kita ambil dan diaplikasikan dalam pendidikan formal.

Pasti sering kan kita sebagai orang tua atau guru melihat betapa asyik, niat, semangat, dan seriusnya anak-anak saat memainkan games yang mereka sukai. Bukan saat bermainnya aja, bahkan selesai main games yang mereka obrolkan dengan teman-temannya adalah tentang game itu, dan betapa inginnya mereka main lagi, sungguh motivasi yang luar biasa ya!

Bayangkan jika semangat, niat, dan keseriusan itu mereka miliki saat belajar, bayangkan jika mereka termotivasi untuk belajar seperti termotivasi untuk bermain. Ini lah mengapa teknik-teknik dan teknologi playful learning seperti game based learning dan gamifikasi menjadi sangat trending di dunia pendidikan dan bahkan untuk orang dewasa dalam pelatihan dalam perusahaan.

Telah banyak penelitian dan teori yang menjelaskan alasan mengapa games bisa memotivasi pemain untuk terus bermain, salah satu penjelasan yang menarik datang dari kacamata teori motivasi self determination theory (SDT), yang menunjukkan bahwa games memiliki mekanik-mekanik yang mendorong motivasi.

Nah jika kita ambil mekanik-mekanik ini dan diterapkan dalam proses pembelajaran sepertinya juga akan memotivasi siswa-siswi!
SDT menjelaskan bahwa siswa-siswi akan merasakan motivasi intrinsik dan bisa terus berkembang jika lingkungan belajar memenuhi beberapa kebutuhannya (Ryan & Deci, 2017).

1. Siswa-siswi haru merasa koneksi sosial dan diterima oleh lingkungan sosial belajarnya
2. Merasa dirinya terus berkembang dari segi mendapatkan dan menerapkan ilmu dan keterampilan baru.
3. Otonomi, dalam konteks pelajar yaitu saat mereka diberikan kepercayaan untuk mengendalikan proses pembelajarannya sendiri tanpa kontrol dari pihak external seperti orang tua, guru atau bahkan sistem. Dalam konteks yang lebih general otonomi ini kita dapatkan saat kita terbebas berperilaku sesuai dengan apa yang menurut kita baik dan benar, dan bisa merasakan hasil dari upaya kita itu sendiri.

Lalu dari kacamata SDT ini kita bisa melihat bahwa mekanik-mekanik dalam game ada yang mendorong motivasi extrinsic, dan intrinsik (Proulx et al., 2017). Berikut adalah penyederhanaanya;
Jika kita mengingat rasanya bermain game yang seru banget, kita bisa introspeksi juga dari kacamata SDT mengapa game bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita.
  • Saat bermain bersama kita dengan mudah diterima oleh kelompok kita dengan berinteraksi dan bermain dengan benar. Di sini kita mendapatkan koneksi sosial yang dibutuhkan
  • Saat bermain game kita merasakan sendiri makin kita bermain, mencoba-coba, dan mengeksplorasi kita makin mahir menavigasi dunia game. Tingkat kesulitan tantangan-tantangan juga terus meningkat sesuai dengan kemampuan kita sehingga kita merasakan langsung meningkatnya keterampilan-keterampilan yang kita miliki.
  • Dalam game kita dengan bebas mencoba-coba, berkreasi, dan melakukan apa pun yang menurut kita tepat untuk dilakukan. Setelah itu secara langsung kita merasakan hasil dari percobaan dan semua upaya kita yang berupa perubahan-perubahan dalam dunia game tersebut.
Sepertinya tidak ada salahnya menggunakan mekanik-mekanik yang menimbulkan motivasi ekstrinsik karena seiring berjalanya permainan motivasi-motivasi intrinsik ini akan lebih mendominasi. Saat permainan makin “panas” pemain tambah semangat, kompetitif, dan mereka mulai merasakan dampak yang mereka dan pemain lain dalam dunia game.
Tentu informasi ini sangata bermanfaat bagi guru atau orang tau yang ingin merancang atau memilih game untuk mengajarkan hal-hal tertentu kepada anak atau siswa-siswinya.
Namun tidak perlu menggunakan game secara langsug, bisa saja kita mengambil mekanik-meknaik ini dan ktia terapkan dalam proses pembelajaran formal, seperti memberikan lebih banyak interaksi, mengadakan kompetisi dan kolaborasi, atau memberikan otonomi yang lebih banyak kepada pelajar. Selamat mencoba!
Sumber:
Proulx, J. N., Romero, M., & Arnab, S. (2017). Learning mechanics and game mechanics under the perspective of self-determination theory to foster motivation in digital game based learning. Simulation & Gaming, 48(1), 81-97.
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2017). Self-determination theory: Basic psychological needs in motivation, development, and wellness. Guilford Publications.
Games Ampuh Meningkatkan Keterlibatan Siswa (Student Engagement).

Games Ampuh Meningkatkan Keterlibatan Siswa (Student Engagement).

Pernah gak, menghabiskan waktu berjam-jam belajar di kelas terus pas kelas itu beres bingung, tadi belajar apa ya?

Kalo gak pernah kayak gini, hebat anda murid teladan tapi sayangnya gak semua seperti itu. Bagi yang pernah mengalami itu, alasanya adalah pelajar tidak terlibat dalam proses belajarnya, atau tingkat student engagement nya rendah.

Student engagement ini didefinisikan sebagai, keterlibatan siswa diukur dengan tingkat perhatian, keingintahuan, minat, optimisme, dan semangat yang ditunjukkan Siswa ketika mereka belajar. Dari sini sudah jelas bahwa setiap pendidik dan pelajar merasakan pentingnya engagement setiap Siswa di kelas.

Banyak sekali faktor yang bisa meningkatkan keterlibatan Siswa, seperti Guru yang inspiratif, teman belajar yang saling mendukung, materi pelajaran yang sesuai dengan minat, atau cara belajar yang asik!

Kan untuk jadi Guru inspiratif susah kalo yang sudah ,hebat! Bergantung kepada Siswa-siswi lain untuk menyemangati temannya sangat tidak bisa diandalkan, memang kita bisa mengajar materi yang sesuai minat mereka, tapi tidak selamanya bisa begitu. Nah sepertinya cara yang paling praktis dan semua Guru bisa terapkan adalah mengubah metode belajar menjadi asik!

Hal ini sangat mudah dengan menggunakan games, selain itu Game Based Learning sudah terbukti secara ilmiah ampuh meningkatkan keterlibatan siswa karena berbagai hal. Berikut adalah beberapa fitur dalam game yang meningkatkan keterlibatan siswa menurut literatur yang mengkaji penelitian dari tahun 2008-2018 (Shu & Liu, 2019).

 

Relatedness

Yang pertama adalah relatedness biasanya games memiliki tokoh yang harus dimainkan, dan sering kali Siswa-siswi akan merasa terhubung dengan tokoh yang dimainkan. Seperti misalnya dalam game Monopoly kita memainkan seorang pengusaha yang ingin menguasai dunia properti dengan hotel-hotel dan rumah-rumah. 

Siswa-siswi akan merasa “oh iya aku juga pengen jadi pengusaha.” dengan merasa terhubung dengan tokoh seperti ini mereka akan lebih terlibat dalam proses pembelajaran. 

 

Social Interaction

Game yang dimainkan bersama akan mendorong interaksi sosial dengan teman-temannya secara kompetitif dan kooperatif dengan ini pasti mereka lebih terlibat dalam proses belajarnya. 

Yang menarik, interaksi sosial ini juga merupakan proses belajar sendiri. Dari mengobservasi orang lain kita bisa membentuk ilmu, peraturan, keterampilan, kepercayaan dan kebiasaan baru. Ini ditambah dengan belajar dari konsekuensi dan tindakan kita sendiri memungkinkan kita belajar ilmu dan keterampilan yang kompleks (Schunk, 2012).

 

Enjoyment

Bermain adalah aktivitas yang memang sangat bisa dinikmati. Dengan proses Game Based Learning yang kita lakukan adalah bermain sambil belajar. Jadi Siswa-siswi dengan menikmati proses belajarnya mereka pasti akan lebih terlibat!

Menikmati sebuah proses juga akan menambahkan manfaat yang kita dapatkan saat mengerjakan proses itu sendiri. Coba kita mengingat pengalaman kita sendiri, pasti segala sesuatu yang kita lakukan dengan senang hati akan memberi lebih banyak manfaat daripada melakukan sesuatu karena dipaksa.

 

Fantasy

Fitur ini sangat berhubungan dengan enjoyment. Dengan adanya sebuah cerita, narasi, keadaan, dan tokoh-tokoh yang menarik permainan akan lebih menarik lagi!

Ada berberapa game yang mungkin aspek fantasynya belum kuat, atau kurang cocok dengan Siswa-siswi. Hal ini dengan mudah bisa diubah dan mengarang sebuah dubai fantasy yang lebih sesuai. Saat sebelum memulai, selama bermain, dan saat akhir permainan kita bisa mengajak Siswa-siswi masuk kedalam dunia yang kita karang agar mereka semakin terlibat.

 

Self-efficacy

Efikasi Diri adalah suatu kepercayaan diri terhadap kemampuan dirinya dalam melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan. Dalam konteks ini seberapa PADnya kita akan kemampuan diri untuk belajar, memecahkan masalah, atau mencapai sebuah tujuan. Efikasi Diri ini sangat penting untuk efektivitas proses pembelajaran, dan semakin Siswa PD bahawa “Aku bisa memahami ini” semakin terlibat mereka dengan proses belajarnya.

Game Based Learning adalah media yang cocok untuk meningkatkan Efikasi Diri Siswa-siswi. Ada beberapa penelitian yang menunjukan playfulness yang dialami oleh Siswa-siswi saat bermain game meningkatkan Efikasi Diri mereka dalam bidang akademik (Potosky, 2002). Hal ini terlihat saat Anak-anak main games, mereka sangat pandai dan cepat sekali memahami konten dan struktur game. Karena ini juga mereka menjadi semakin PD akan kemampuan mereka untuk belajar.

 

Challenge/Skill Balance 

Tantangan adalah hal penting yang membuat Games menjadi menarik. Pemain merasa tertantang untuk naik level, mengalahkan musuh, atau menyelesaikan masalah.

Tentu tantangan ini harus diseimbangkan dengan keterampilan yang mereka miliki. Game yang terlalu mudah akan membosankan, game yang terlalu sulit akan membuat pemain frustasi. Games yang menyediakan kesulitan yang pantas untuk keterampilan akan membuat mereka sangat terlibat dalam permainan itu.

 

Sumber:

Schunk, D. H. (2012). Learning theories: An educational perspective. Boston, MA: Pearson.

Shu, L. & Liu, M. (2019). Student Engagement in Game-Based Learning: A Literature Review from 2008 to 2018. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia, 28(2), 193-215. Waynesville, NC USA: Association for the Advancement of Computing in Education (AACE). Retrieved October 26, 2021 from https://www.learntechlib.org/primary/p/183934/.

Potosky, D. (2002). A field study of computer efficacy beliefs as an outcome of training: the role of computer playfulness, computer knowledge, and performance during training. Computers in Human Behavior, 18(3), 241–255. doi:10.1016/S0747-5632(01)00050-4