Stages of play adalah teori dan klasifikas yang di kembangakn oleh Mildred parten mengenai partisipasi anak-anak dalam bermain, dan hubunganny adengan perkembnagan anak, khususnya secara sosial.
Dari mempelajari teori ini kita bisa tahu betapa pentingnya bermain dalam perkembangan anak yang sehat. Selain itu kita juga bisa melihat bahwa bermain adalah proses belajar yang sangat natural untuk kita manusia. Banyak fungsi dari bermain dari mempelajari mengenai dunia, dan lingkungan yang kita hidupi, dan juga mengembagkan keterampilan-kterampilan yang sangat dibutuhkan orang dewasa.
Ini lah salah satu alasan mengapa Game Based Learning merupakan metode belajar yang sangat efektif. Karena kita sudah terbiasa belajar dari bermain sejak kita lahir, tentu metode belajar ini sangat cocok hingga masa dewasa.
<a href=”https://www.freepik.com/free-photos-vectors/baby”>Baby vector created by freepik – www.freepik.com</a>
<a href=”https://www.freepik.com/free-photos-vectors/baby”>Baby vector created by freepik – www.freepik.com</a>
<a href=”https://www.freepik.com/free-photos-vectors/background”>Background vector created by brgfx – www.freepik.com</a>
July 16, 2020: Though Indonesia is prone to natural disaster, since the pandemic educating the public on natural disaster mitigation has taken a back seat. However the natural disaster itself has not calmed down, from the start of the year up to 29th of Jun the BNPB has recorded 1,549 natural disasters which has taken 192 lives, and many more injured, signaling an ever present need for this type of education. Due to this BAZNAS and Ludenarais initiating an online educational teacher’s workshop on disaster preparedness mitigation. This is an effort to enable teachers to conduct an online interactive learning session on disaster preparedness mitigation for their students, during a pandemic.
Learning from the success of our previous collaboration program, we are going to use SIAGA! Learning kit to educate teachers on disaster preparedness and mitigation. The pilot program will be conducted on 18th of July, we are targeting around 30-50 participants. As of now total there would be 51 attendees (20 from Lombok, 28 from Central Sulawesi, and 3 from BAZNAS Adab Workshop), the workshop would be conducted first on 18th of July at 08:00-11:00 and another one on 25 of July at 08:00-11:00.
This pilot would be the basis of a continuous program in which we would continue to improve by a dialectic method with the BAZNAS and Ludenara team of removing what’s not working, and finding new ways to continuously improve the program. We hope this public service program would educate the public on the importance of preparedness, team work, and training to reduce the number of casualties of natural disasters.
These are the organizations that are involve:
Ludenara focuses on implementation of game based learning (GBL) to increase the quality of education in Indonesia. Ludenara has conducted training and learning sessions for teachers around Indonesia. Until March 2020 we have more than 1,400 alumni all over Indonesia. Currently Ludenara board advisory consists of high level figures from national and international institutions. We have an international network and collaborators in several countries including USA (MIT education Arcade) and Singapore (Institute of Mental Health).
Badan Ambil Zakat Nasional (BAZNAS) is an non-structural government organization that is responsible for managing zakat as according to the Zakat Management Law No. 23/2011. Within BAZAS there are a number of Program Institutes, each are incharge of helping a specific public need. There are two institutes that handle education, these are; Lembaga Beasiswa BAZNAS (LBB), they are incharge of providing scholarships and Sekolah Cendekia BAZNAS a boarding school designed to take in impoverished students in need for education. The SIAGA Boardgame is a collaboration of the two. BAZNAS is also concerned in developing the best education, and an access to worthy education in order for children to achieve their dreams.
Pendidikan Guru untuk Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana selama Pandemi Covid-19.
Program kolaborasi oleh BAZNAS dan Ludenara
Juli 16, 2020: Meskipun Indonesia rawan bencana alam, sejak pandemi ini pendidikan mengenai mitigasi bencana alam tidaklah menjadi prioritas banyak pihak. Namun bencana alam itu sendiri belum mereda, dari awal tahun hingga 29 Juni BNPB telah mencatat 1.549 bencana alam yang telah merenggut 192 nyawa, dan banyak lagi yang terluka, menandakan kebutuhan yang selalu ada untuk pendidikan mitigasi bencana. Karena ini BAZNAS dan Ludenara menginisiasi workshop guru online tentang mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Ini adalah upaya agar memungkinkan para guru untuk melakukan sesi pembelajaran interaktif online tentang mitigasi dan kesiapsiagaan bencana untuk siswa-siswi mereka, selama pandemi.
Belajar dari keberhasilan program kolaborasi kami sebelumnya, kami akan menggunakan SIAGA!, learning kit untuk mendidik guru akan mitigasi bencana. Program pilot akan dilakukan pada tanggal 18 Juli, kami menargetkan sekitar 30-50 peserta. Hingga saat ini total peserta berjumlah 51 guru (20 dari Lombok, 28 dari Sulawesi Tengah, dan 3 dari binaan Workshop Adab BAZNAS), workshop pertama akan dilakukan pada tanggal 18 Juli pukul 8:00-11:00 dan sekali lagi pada tanggal 25 Juli di jam yang sama.
Program pilot ini akan menjadi pondasi awal dari program berkelanjutan di mana kami akan terus meningkatkan dengan metode dialektik dengan tim BAZNAS and Ludenara untuk menghilangkan apa yang tidak berfungsi, dan menemukan cara baru untuk terus meningkatkan kualitas program ini. Kami berharap program layanan publik ini akan mendidik masyarakat tentang pentingnya kesiapsiagaan, kerja tim, dan pelatihan dalam mengurangi jumlah korban bencana alam.
Berikut adalah organisasi-organisasi yang terlibat:
Ludenara fokus kepada implementasi game based learning (GBL) untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Ludenara sudah menyelenggarakan berbagai macam pelatihan dan sesi belajar bersama yang dihadiri oleh guru-guru Indonesia. Hingga Maret 2020 Ludenara sudah memiliki lebih dari 1,400 alumni dari seluruh Indonesia. Ludenara sudah berkolaborasi dengan organisasi mancanegara dan memiliki network international termasuk di AS (MIT education Arcade) dan Singapore (Institute of Mental Health)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah Lembaga Pemerintah non-struktural yang bertanggung jawab untuk mengelola zakat sesuai dengan Undang-Undang Manajemen Zakat No 23/2011. BAZNAS memiliki beberapa Lembaga Program yang bertugas untuk membantu kebutuhan masyarakat dengan berbagai bidangnya masing-masing.
Pendidikan misalnya, yang didalamnya ada Lembaga Beasiswa BAZNAS (LBB) dan Sekolah Cendekia BAZNAS. Untuk Boardgame SIAGA ini merupakan Boardgame kedua dari bagian pendidikan. BAZNAS juga concern dalam memberikan pelayanan pendidikan terbaik dan akses pendidikan yang layak bagi adik-adik yang akan mencapai cita-citanya
Pertanyaan bisa digunakan sebagai alat yang sangat canggih untuk mendorong pembelajaran siswa-siswi. Di artikel sebelumnya kita telah membahas berbagai metode untuk merangkai pertanyaan yang baik, namun ada satu cara yang sangat banyak potensinya jika di dalam dan bisa dibilang teknik bertanya yang paling brilian, yaitu Socratic Questioning. Metode ini memang sudah sering digunakan dalam konteks mengajar. Menurut Plato metode ini pembelajar didorong untuk menganalisa, memeriksa pola pikir, kepercayaan, ilmu, dan ide-ide mereka (mental models), sehingga mereka bisa melihat sendiri kekurangan, kejanggalan, atau kontradiksi di mental models yang mereka miliki dan bisa membuat ulang mental model yang lebih akurat.
Socratic Questioning ini memiliki berbagai kegunaan seperti; mengeksplorasi ide-ide kompleks, menemukan kebenaran, menemukan masalah-masalah yang tertutup, untuk menganalisa asumsi, dan konsep, membedakan apa yang kita ketahui dari apa yang tidak kita ketahui, untuk mengikuti konsekuensi logis dari pemikiran atau untuk mengendalikan diskusi.
Karena utilitas nya yang sangat luas ini, Socratic Questioning sangat cocok untuk diterapkan di Game Based Learning, dan bisa membuat sesi diskusi lebih dalam lagi.
Untuk memberi memahami lebih lanjut , dan memberi contoh dalam konteks Game Based Learning, kita akan menggunakan 2 board game yang sering di gunakan di Ludenara, SIAGA! dan Aquatico.
SIAGA! Adalah game yang dimainkan secara kolaboratif untuk mengajarkan mitigasi bencana alam, dengan gotong royong, persiapan (mempelajari informasi yang akurat, dan persiapan bahan pokok), dan pelatihan sebagai poin pembelajaran utama dalam mengurangi korban bencana.
Photo by Boardgame.id
Aquatico bisa dimainkan secara kompetitif atau kolaboratif, dimana pemain harus menjaga kelestarian ekosistem perairan dari polusi agar mereka bisa mengumpulkan hewan-hewan sebanyak-banyaknya. Game ini bisa mengajarkan tentang bahayanya polusi laut, interkoneksi yang kuat antara ekosistem, pentingnya planning, komunikasi, teamwork, problem solving, dalam mengatasi polusi.
Berikut adalah 5 tipe Socratic Questions
Klarifikasi
Tipe pertanyaan ini berguna untuk menggali lebih dalam apa yang siswa-siswi sudah pelajari, membuktikan konsep, dan mempertahankan argumentasi mereka. Untuk Game Based Learning, pertanyaan-pertanyaan klarifikasi bisa diajukan langsung setelah pertanyaan, “apa yang tadi di pelajari saat bermain?”
Di game SIAGA! Kita menggunakan ini agar siswa-siswi paham dengan betul pentingnya persiapan, gotong royong, dan pelatihan dalam mengurangi korban.
Mengapa hal ini penting?
Persiapan, pelatihan, dan gotong royong seperti apa yang baik?
Apa hubungannya antara ke-3 hal ini?
Aquatico memberi empasis kepada polusi air, dan akibatnya. Pertanyaan tipe ini bisa menunjukkan mereka hal ini dan spekulasi dan berencana untuk menanggulangi nya.
Apa akibat dari polusi?
Bagaimana polusi di satu ekosistem bisa merusak ekosistem lain?
Ekosistem yang mana yang paling rawan?
Ekosistem yang mana yang paling butuh dilindungi?
Rational, akal, dan bukti
Saat murid menjawab, memberi argumentasi, asumsi, atau landasan untuk jawaban itu, ini pertanyaan yang baik untuk menguatkan lagi pembelajaran mereka dan memastikan yang di pelajari benar.
Untuk game SIAGA! Kita bisa menggunakan ini untuk menunjukan hubungan antara ke-3 hal ini dengan realita memitigasi bencana alam di lapangan.
Bagaimana ketiga hal ini bisa mengurangi korban?
Di antara 3 hal ini mana yang paling penting untuk warga?
Di antara 3 hal ini mana yang paling penting untuk petugas tanggap bencana, dan volunteer?
Saat berdiskusi tentang polusi, pertanyaan ini bisa mengajak siswa-siswi mengeksplorasi potensi solusi dari pencemaran ekosistem air.
Bagaimana cara mengurangi polusi?
Bagaimana cara mengolah polusi yang baik?
Seberapa pentingnya kerjasama dan perencanaan dalam menjaga ekosistem air?
Siapa saja yang berperan dalam menejaga ekosistem air?
Implikasi dan konsekuensi
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat baik untuk memprediksi konsekuensi dan hasil dari argumentasi siswa-siswi. Ini juga bisa kita gunakan untuk membuat rencana di masa depan, dan membuat action plan.
Di game SIAGA! Kita bisa gunakan ini untuk mengeksplorasi segala macam hasil dari persiapan, gotong royong, dan pelatihan, dan konsekuensi jika tidak dilakukan.
Apa yang terjadi jika para korban bencana tidak saling mengerti?
Bisakah kita pulih kembali tanpa gotong royong?
Apa yang terjadi jika warga tidak siap akan adanya bencana?
Apa yang terjadi jika warga mendapatkan informasi yang salah?
Persiapan atau pelatihan apa lagi yang kita butuhkan?
Aquatico bisa menunjukkan worst case scenario jika kita tidak menjaga ekosistem perairan, dan mempelajari lebih dalam lagi mengenai hubungan antar manusia dan alam.
Apa yang akan terjadi jika polusi di biarkan?
Apa yang akan terjadi jika ekosistem di Indonesia rusak?
Apa yang akan terjadi kepada warga yang tinggal di dearah itu?
Apa yang akan terjadi kepada hewan-hewan yang tinggal di situ?
Bisakah kita bertahan hidup tanpa ekosistem?
Bagaimana ini bisa berdampak kepada pemanasan global?
Seperti apa hubungan baik antara manusia dan alam?
Asumsi
Tipe pertanyaan ini bisa digunakan untuk berspekulasi, atau menganalisa lagi semua ilmu dan mental model yang mereka pelajari agar memastikan semua yang mereka pelajari benar, dan merepresentasikan realita di kehidupan nyata. Karena ini pertanyaan di kedua games pada dasarnya sangat sama.
Apakah mungkin ada sumber permasalahan lain?
Apakah benar solusi-solusi itu bisa memecahkan masalah?
Apakah solusi ini permanen?
Seberapa pastinya kamu solusi-solusi ini akan selalu bekerja?
Jika kondisinya seperti ini, bagai mana?
Apa lagi yang bisa kita asumsikan bisa bekerja?
Perspektif
Salah satu kekuatan Game Based Learning untuk pendidikan adalah menyediakan kita tempat untuk bercermin memahami diri kita lebih dalam lagi dan hubungan kitia dengan lingkungan, dan juga memainkan peran-peran orang lain dan memahami sudut pandang mereka. Pertanyaan mengenai perspektif sangat baik untuk ini.
Game SIAGA! Bisa membuat lebih peduli dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan, dan perjuang untuk membantu mereka.
Jika warga-warga tidak ada yang membantu, apa yang akan mereka rasakan?
Jika para relawan, dan petugas tidak mendapatkan bantuan, apa perasaan mereka?
Bagaimana organisasi-organisasi lokal bisa membantu?
Bagaimana pemerintah bisa membantu?
Bagaimana sistem pendidikan bisa membantu?
Makhluk hidup di alam bebas sangat membutuhkan empati kita untuk bertahan hidup, ini lah yang kita ingin bangun dengan game Aquatico.
Apa yang akan terjadi keapda hewan-hewan itu jika tempat tinggal mereka rusak?
Bisa kah mereka mencari makanan?
Bisa kah mereka hidup?
Apa dampak kerusakan sungai bagi warga sekitar?
Apakah nelayan sanggup menghidupi keluarganya jika lautan tercemar?
Seperti inilah kurang lebih contoh pengoptimalan Socratic Questioning di sesi diskusi Game Based Learning, tentunya masih bisa lebih dalam lagi kita menggali Aquatico dan SIAGA! dengan cara ini, dan tentunya sangat mungkin dioptimalkan di games lain.
Pertanyaan-pertanyaan ini akan mendorong siswa-siswi untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran nya. Selain itu pertanyaan yang baik juga bisa membantu mereka menggali lebih dalam lagi apa yang telah mereka pelajari, menyadarkan mereka akan kekurangan yang bisa di perbaiki, dan juga mendorong mereka untuk belajar lagi.
Artikel ini akan membahas beberapa cara untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa menghasilkan ini.
Goals
Photo by Silvan Arnet on Unsplash
Pertama yang harus kita tentukan adalah tujuan dari pertanyaan dan pembelajaran itu sendiri.
Di dalam pendidikan formal pertanyaan bisa kita gunakan untuk membantu mereka membuat mental models, atau mempelajari konsep-konsep yang menjadi kunci pembelajaran, jadi bukan kita jelaskan apa kunci pembelajaran, tapi kita tanyakan, seperti “hal apa yang paling penting untuk dipahami di materi ini, mengapa hal itu penting?”.
Selain itu pertanyaan bisa membantu mereka mengembangkan keterampilan-keterampilan tertentu seperti problem solving, leadership, atau critical thinking, pertanyaan terbuka sangat baik untuk ini, “bagaimana caranya agar masalah ini tidak muncul lagi?”.
Tentu dengan fokus pada tujuan pertanyaan akan membantu kita mencapai learning goals yang kita harapkan mereka bisa dapatkan, dan tidak membuang waktu, dan energi siswa-siswi untuk menjawab pertanyaan yang tidak penting.
Ada teknik bertanya yang sudah diteliti, dan ditemukan bahwa teknik ini bisa meningkatkan pembelajaran.Teknik in di disebut dengan four-questions
What (apa saja yang telah dipelajari?)
Why (mengapa ini penting?)
How (bagaimana menggunakannya di kehidupan?)
Generate (setelah mempelajari apa saja pertanyaan yang ada?)
Bloom’s Taxonomy
Kita bisa menggunakan Bloom’s Taxonomy untuk memfokuskan pertanyaan.
Seperti yang kita bisa lihat, ada tingkat-tingkat proses kognitif yang bisa digunakan siswa-siswi untuk berinteraksi dengan ilmu yang sedang mereka pelajari. Taxonomy ini juga bisa kita gunakan untuk merangkai pertanyaan sesuai kebutuhan.
Jika kita ingin membantu siswa-siswi kita untuk memahami konsep dasar pembelajaran kita bisa menjuruskan pertanyaan kepada 3 tingkat pertama (mengingat, memahami, menggunakan) Jika siswa-siswi sudah bisa mengingat fakta, dan memahami artinya kita bisa ajak mereka berspekulasi, bagaimana cara menggunakan ilmu ini di dunia nyata.
Di saat mereka sudah benar-benar paham ilmu dasar yang dipelajari, ini kesempatan baik untuk membentuk mental models yang akurat. Kita bisa mengajak mereka untuk membuat prediksi, atau membandingkan dan menghubungkan teori yang di pelajar dengan teori lain yang sudah merekap pahami.
Di saat mereka kuat dengan pemahamanya, ini saat yang baik untuk kita sendiri mengkritik apa yang kita ajarkan, jika siswa-siswi kita bisa mempertahankan teori atau pemahaman yang mereka miliki, tentu mental model mereka sangat akurat. Dan di titik tertinggi, creation, pertanyaan bisa memotivasi mereka untuk berkreasi dan menciptakan sesuatu dari ilmu yang mereka pelajari.
Tujuan dari pendidikan banyak sekali, salah satunya adalah untuk mendidik anak-anak menjadi creative problem solvers in the future. Karena ini banyak negara, keluarga, dan organisasi yang menjadikan pendidikan sebagai investasi utama mereka. Tapi apa yang terjadi jika pendidikan bukan hanya tidak mencapai tujuan ini malah menghambat?
Memang pendidikan telah terbukti sangat baik untuk meningkatkan kualitas kehidupan, hal seperti literasi sangat efektif diajarkan di sekolah dan juga sangat penting di dunia kerja. Namun ada hal lain yang sangat penting juga, sangat vital untuk perkembangan manusia secara luas, yaitu kreativitas. Kita tahu bahwa banyak tokoh-tokoh yang mendunia karena karya kreatif mereka meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Seperti Thomas Savery, dan James Watt dengan steam engine mereka yang menyanggupkan revolusi industri, atau Henry Ford yang membuat teknologi mobil menjadi murah dan dapat dibeli masyarakat secara luas, atau seniman-seniman yang menginspirasi orang banyak untuk melakukan hal baik. Jika kita lihat perspektif ini, kreatifitas menduduki tingkat yang tinggi untuk kemajuan kita semua.
Sayangnya kita semua tahu, salah satu kritikan yang disasarkan kepada pendidikan di seluruh dunia adalah mengenai kreativitas. Bukan hanya karena pendidikan tidak bisa mengajarkan kreatifitas, tapi bahkan menghambat. Michio Kaku seorang ilmuwan theoretical physicist, mengatakan
“We are born scientists, and then something happens, the danger years. The danger years of junior and senior high school. That is when it is crushed out of us, every little flower of curiosity is crushed.”
Menurut Michio Kaku, kita terlahir penuh dengan rasa ingin tahu yang mendorong kita untuk menjadi kreatif, lalu kita disekolahkan, dimana kita dipaksa untuk mengingat fakta-fakta, dan membuat sains menjadi membosankan.
Albert Einstein juga secara spesifik mengakui dampak negatif dari sistem pendidikan yang seperti ini.
“One had to cram all this stuff into one’s mind, whether one liked it or not. This coercion had such a deterring effect that, after I had passed the final examination, I found the consideration of any scientific problems distasteful to me for an entire year.”
Bukan hanya kritikan dari cendekiawan, penelitian oleh Meador secara konklusif telah menunjukan bahwa anak-anak di Amerika lebih kreatif saat mereka belum sekolah. Meskipun data ini dari tahun 92 namun sistem pendidikan Amerika di tahun itu masih sangat mirip dengan mayoritas sistem pendidikan Indonesia saat ini.
Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan sekolahan, masa gak sekolahin anak? Itu memiliki resiko nya sendiri yang sangat besar. Mellou (14) menyarankan ada cara untuk memupuk kreativitas anak melalui pendidikan ini caranya:
Creative Environment
Photo by Skye Studios on Unsplash
Pondasi dari lingkungan yang kreatif adalah bermain. Orang dewasa, dan remaja pun, sering didorong untuk ‘bermain-main’ untuk memfasilitasi pemikiran kreatif. Bermain dengan imajinasi (terutama permainan peran) dan kebebasan untuk memilih aktivitas adalah komponen utama pengaturan anak usia dini dalam kaitannya dengan kreativitas. Mendorong kreativitas juga merupakan manfaat bermain yang telah dibahas di artikel Ludenara sebelum nya
Memang tidak semua bentuk dari bermain melibatkan kreativitas. Prentice (2000) menyebutkan active involvement sebagai kunci. Agar kreativitas bisa berkembang di dunia pendidikan, anak-anak harus menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran mereka. Pendekatan pendidikan student-centered learning ini sepertinya sangat cocok untuk mengembangkan kreativitas.
Stimulasi yang ditawarkan oleh lingkungan fisik anak juga penting, seperti yang ditunjukkan Runco. Ini dapat mencakup ukuran dan tata ruang kelas dan ruang luar, kualitas peralatan dan bahan, dan akses ke lingkungan baru yang bervariasi.
Creative Programs
Photo by russn_fckr on Unsplash
Beberapa penelitian menunjukan bahwa kreativitas bisa di bentuk dari program-program kreatif seperti program yang berdasarkan seni rupa. anak-anak harus sering, dan di berikan waktu yang cukup untuk mengerjakan project-project kreatif. Sepertinya kunci dari kreativitas adalah melatihnya, semakin banyak kesempatan anak-anak untuk berkreasi, semakin tajam juga kreativitas mereka.
Creative Teachers
Photo by Alice Dietrich on Unsplash
Tentu pengajar yang kreatif sangat lah penting untuk mendorong kreativitas di siswa-siswinya. Salah satu alasan kenapa pendidikan bisa menghambat kreativitas adalah struktur yang terlalu baku. Banyak peneliti yang menyarankan guru untuk mengoptimalkan kesemibangan antara struktur pendidikan yang kuta dan juga kebebasan anak-anak untuk berekspresi. Mereka juga menyarankan guru untuk melakukan hal-hal berikut :
Tips untuk mendorong kreativitas untuk guru:
Memberi contoh dengan melakukan banyak aktivitas kreatif
Menanyakan pertanyaan terbuka
Mentoleransi ambiguitas
Mendorong eksperimen dan persistence
Memuji anak-anak yang memberikan jawaban yang tidak terduga.
Loris Malaguzzi (1993) telah melakukan sejumlah pengamatan tentang kondisi terbaik untuk mengembangkan kreativitas dalam pengalaman sehari-hari anak-anak, yang mencakup penekanan pada interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya.
“The most favourable situation for creativity seems to be interpersonal exchange, with negotiation of conflicts and comparison of ideas and actions being the decisive elements”
Runco, M.A. (2003) berpendapat bahwa guru harus menunjukkan minat pada potensi kreatif anak-anak dan mendorong anak-anak untuk membangun interpretasi pribadi mereka sendiri tentang pengetahuan dan peristiwa. Beberapa anak mungkin perlu belajar membela ide-ide mereka sendiri, terutama ketika ide-ide ini tidak sesuai dengan ide-ide anak-anak lainnya. Tetapi anak-anak juga perlu belajar kebijaksanaan, sehingga mereka dapat menilai kapan waktu yang tepat untuk berbeda dan asli, dan kapan waktu yang tepat untuk menyesuaikan diri.
Sumber:
Meador, K. S. (1992). Emerging Rainbows: A Review of the Literature on Creativity in Preschoolers. Journal for the Education of the Gifted, 15(2), 163–181. https://doi.org/10.1177/016235329201500205
Bermain adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan bahkan hewan. Pertama dari sejak kecil, kita tahu bermain adalah bagian penting dalam pertumbuhan yang maksimal, dari segi fisik, sosial, mental, dan kecerdasan. Memainkan games yang membutuhkan proses kognitif yang tinggi juga sangat baik untuk fungsi otak orang dewasa, seperti games strategy dan action. Belajar juga merupakan metode belajar yang efektif dan holistic. Dan yang harus diingat, bermain adalah kebutuhan dan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, akibatnya bisa fatal.
Selain itu ada lagi fungsi bermain yang sangat kita butuhkan, dan butuh di explorasi lebih dalam lagi. Yaitu peran bermain dalam mengembagkan kreatifitas kita.
Photo by Dragos Gontariu on Unsplash
Dari kita melihat anak-anak bermain, kita tau bahwa kreativitas sangat lah sejalan dengan aktivitas yang menyenangkan. Proses kreativitas membutuhkan banyak percobaan yang menghasilkan kesalahan. Bermain menaruh kita di posisi psychologis dimana salah itu bisa diterima, dan konsekuensi melakukan kesalahan jauh lebih ringan dibanding kesalahan di dunia nyata. Kebebasan untuk melakukan kesalahan ini lah yang memberi ruang untuk hal-hal baru bisa muncul.
Hal lain yang penting untuk kreativitas adalah, perspektif yang banyak dan berbeda-beda, dan bermain memunculkan diversitas perspektif. Di dunia nyata kita menduduki posisi sosial, kultural, dan posisi-posisi lain yang membiasakan kita melihat dari perspektif yang sama.
Photo by Patrick Fore on Unsplash
Dari bermain kita bisa memainkan peran-peran yang berbeda-beda dan lebih sering kita mencoba menempatkan diri kita di perspektif yang berbeda dari permainan sebelumnya. Dari belajar melihat dari perspektif lian kita membuka lowongan untuk cara bekerja dan cara berfikir yang beda dari sebelumnya.
Photo by MI PHAM on Unsplash
Yang terakhir adalah mengenai affect. Bahwa bermain mendorong affect yang merangsang kreativitas. Affect positif seperti Kenikmatan / Kegembiraan, dan Ketertarikan / Rasa Ingin Tahu sangat baik untuk tingkat kreativitas. Bahkan affect neutral seperti Kejutan memiliki potensi untuk mendorong kreatifitas.
Bukan sekedar teori saja, bukti ilmiah bahwa bermain mendorong kreativitas juga sudah banyak. Penelitian oleh Brian Sutton-Smith (1976), serta Paul howard-Jones, et al. (2010) membuktikan bahwa kita lebih banyak menemukan opsi solusi untuk suatu permasalahan setelah kita diberikan waktu bermain. Pretend play di masa kecil juga merupakan fondasi untuk kreativitas di masa dewasa (Sandra Russ, 2014). Pretend play ini adalah segala bentuk bermain dimana kita ber pura-pura dan ini lah yang mendorong imaginasi kita untuk terus mengalir. Kenyataannya bermain bukan hanya menaruh kita ditempat (psychologis) dimana kita bisa berkreasi, tapi juga melatih otak kita untuk lebih kreatif lagi.
Sepertinya bisa sekali kita mendorong hal-hal di atas untuk terjadi di saat anak kita bermain. Seperti menyarankan untuk mencoba permainan-permainan lain, mengajak mereka untuk berimajinasi. Hal-hal seperti ini lah yang akan membantu kita melahirkan generasi baru yang kreatif.
Sumber:
Russ SW (2014). Pretend Play in Childhood: Foundation of Adult Creativity. Washington, D.C.: American Psychological Association.
Russ SW (1993). Affect and Creativity: The Role of Affect and Play in the Creative Process. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Game Based Learning (GBL) memiliki keunggulan nya sendiri dalam pengembangan leadership skills. Games menyediakan banyak ruang, dan situasi untuk kita bisa menguji dan melatih leadership skills. Setiap game kolaboratif memiliki permasalahan dan tantangan yang bisa dilewati dengan bekerja sama, dan tentu sebuah tim yang bekerja sama membutuhkan sebuah leader untuk berfungsi dengan baik.
Lalu leadership skills apa saja yang terlatih dengan menggunakan GBL? ini lah sebuah research question yang ditanyakan oleh peneliti-peneliti dari University of Combria Protugal.
Untuk menjawab pertanyaan ini, para peneliti membuat 8 pelatihan leadership GBL dengan 15 orang di setiap kurus yang memberi total 120 peserta.
Para peserta memainkan Social game di Facebook yang berjudul SimCity Social. Di game ini Peserta perlu menggunakan keterampilan leadership seperti organisasi, pengambilan keputusan, manajemen sumber daya, dan keterampilan keuangan, untuk memutuskan jenis kota apa yang sedang dibangun: lebih ekologis atau lebih industrial atau bahkan lebih bertarget untuk hiburan atau pendidikan. Kolaborasi dan partisipasi aktif semua siswa dan peserta pelatihan sangat penting untuk mencapai semua tujuan yang ditentukan oleh pelatih.
Setelah sesi pelatihan selesai tentu mereka mengadakan pengumpulan data dan analisa lebih lanjut. Setelah semua proses ini mereka berhasil mengidentifikasikan 5 Leadership Skills yang berkembang setelah pelatihan GBL.
Facilitating
Saat bermain para pemimpin menantang pemikiran tim nya, mereka membuat daftar poin-poin penting yang harus didiskusikan. Mereka memandu diskusi, mengkritik secara konstruktif. Mereka mengerti tujuan tim dan menjaga tim untuk tetap dalam agenda dan bergerak maju, melibatkan semua orang dalam kegiatan organisasi dan memastikan bahwa keputusan dibuat secara demokratis. Ini lah fungsi-fungsi pemimpin sebagai fasilitator yang muncul saat sesi GBL.
Coaching
Tujuan utama coaching adalah mengembangkan seseorang yang sedang di coach. Ini adalah cara memimpin yang mendukung, memandu dan menantang individu untuk memaksimalkan potensi dan kinerja mereka. Aktivitas coaching sangat sering terjadi di dunia games, khususnya jika pemimpin lebih mahir dalam memainkan games yang dimainkan. Jika tidak pemimpin bisa coaching dengan cara lain seperti;
mengubah perilaku bermasalah atau tunjukan peluang untuk tumbuh dan berkembang, mengidentifikasi kekuatan dan tantangan, dan membuat anggota tim lebih sadar akan diri sendiri.
Mindset Changing
Fungsi pemimpin juga sebagai Agent of Change. Dimana mereka menyadari kebutuhan untuk berubah, dan menyediakan kritikan konstruktif untuk anggota yang susah berubah. Untuk menjadi Agent of Change pemimpin harus menyediakan visi masa depan yang baru, mendetailkan hal-hal tua yang harus dirubah, serta menginisiasikan dan memimpin perubahan itu sendiri.
Tentu ini terlihat sangat lebih mudah di dunia games yang memang dinamis dan terus berubah. Tapi kemampuan-kemampuan sebagai Agent of Change tidak jauh berbeda, dan ini lah yang terlatih di dunia games.
Communicating
Ini mungkin salah satu keterampilan dasar leadership yang tidak mungkin kita bisa menjadi pemimpin yang baik tanpa bisa komunikasi dengan baik. Dari menegaskan visi, dan tujuan tim, memberikan kritikan dan feedback dengan baik, meresolusikan konflik di dalam tim, menjaga hubungan baik antar anggota tim, membagikan tugas, memfasilitasi diskusi demokratis, dan masih banyak lagi tugas-tugas pemimpin yang berdasar pada keterampilan ini. Begitu pula juga memimpin sebuah tim di dunia games, bagaimana pun caranya pemimpin belajar untuk menjadi komunikator yang baik.
Motivating
Para pemimpin terlihat berhasil memotivasi tim nya dengan cara:
Menyediakan pengakuan atau semacam reward untuk keberhasilan dan usaha anggota tim nya.
Menyediakan feedback untuk memperkuat kebiasan baik dan juga menunjukan kebiasan-kebiasan baru yang akan dibutuhkan oleh anggota tim.
Sekarang kita tahu bahwa menggunakan game SimCity bisa melatih kelima keterampilan ini. Para peneliti juga memberi asumsi bahwa hampir semua game kolaboratif bisa melatih 5 keterampilan ini. Asumsi ini di bangun bedasarkan bahwa game ini sangat sederhana, dan tidak ada rencana edukatif dari sisi developer. Maka dengan itu jika ada game yang lebih serius dirancang untuk melatih leadership tentu, leadership skills lain bisa muncul.
Semoga informasi ini bermanfaat, dan terimakasih untuk membaca.
Reference:
Sousa, M. J., & Rocha, Á. (2019). Leadership styles and skills developed through game-based learning. Journal of Business Research,94, 360-366. doi:10.1016/j.jbusres.2018.01.057
Game Based Learning (GBL) memiliki beberapa elemen yang membuat pendekatan ini bercondong kepada student-centered learning (SCL), namun ada satu hal yang harus kita pahami.
GBL sangat lah flexible, dan bisa kita modifikasi, tiru, dan kita juga bisa menerapkan sesuai kebutuhan kita. Karena itu, sangat mungkin GBL menjadi Teacher-centered, tidak ada yang salah dengan ini, Teacher-centered learning juga memiliki keunggulannya sendiri. Namun jika kita tidak menginginkan ini untuk terjadi, dan ingin membuat pembelajaran berpihak kepada siswa, kita harus memahami apa saja elemen dari GBL yang harus kita biarkan, atau tekankan.
Pertama kita harus ketahui elemen-elemen SCL, lalu kita cari hal yang sama dalam GBL.
Carl Rogers salah satu pendiri humanist approach psychotherapy atau client-centered approach. Pendekatan psychotherapy ini melihat setiap client secara dan mendorong client untuk menjadi sebuah partisipan aktif dalam proses penyembuhan psychologis nya sendiri. Ini juga kenapa sebelum karya nya di tahun 1951 yang berjudul Client-Centered Therapy, pendekatan ini disebut dengan non-directive therapy. Prinsip-prinsip humanis ini lah yang juga diterapkan di dunia edukasi, untuk memperbaiki dunia edukasi di saat itu, yang menurut dia terlalu konformis.
“lifeless, sterile, futile, quickly forgotten stuff which is crammed into the mind of the poor helpless individual tied into his seat by the ironclad bonds of conformity” – Carl Rogers
Kondisi dunia pendidikan seperti ini lah yang mendorong dia untuk menulis Freedom to Learn di yang di publikasi pertama kali tahun, 1967. Salah satu karya yang mendorong pendekatan SCL menjadi mainstream di dunia edukasi.
Menggunakan prinsip-prinsip humanis ini juga sangat terlihat di pendekatan Game Based Learning. Berikut adalah keempat persamaan utama yang membuat GBL sangat student-centered.
Experience based
Meskipun kita hidup dan berinteraksi dengan lingkungan yang sama, secara internal pengalaman kita sangat berbeda-beda. Seperti guru yang menerangkan teori gravitasi di depan kelas, setiap siswa akan melihat dan mendengarkan hal yang sama. Namun belum tentu setiap siswa itu memiliki pemahaman yang sama.
Mengakui bahwa pengalaman setiap siswa sangat berbeda adalah salah satu prinsip SCL. Lalu pembelajaran SCL yang baik adalah pembelajaran yang menekankan pengalaman sebagai salah satu sumber pelajaran.
GBL memberi banyak kesempatan untuk siswa mengalami sendiri teori-teori dan konsep-konsep yang dipelajari.
Jadi salah satu cara mengajarkan gartivasi adalah membiarkan mereka mengalami gaya gravitasi di planet-planet lain atau di bulan. Seperti game Finding Garganjuna yang melakukan ini, dari game ini siswa bisa tahu bahwa seberapa kuatnya gaya gravitasi bergantung pada massa planet itu.
Skill oriented
SCL sangat lah individualis, dan mencoba untuk bekerja dengan minat masing-masing atau pun kekuatan dan kelemahan setiap siswa Untuk menggeluti dunia games, kita membutuhkan kompetensi yang sangat beragam. Di sini lah setiap siswa bisa menunjukan keahlianya masing-masing.
Salah satu contoh yang Ludenara sering ditemukan adalah ketika kita menggunakan Acuatico di Game Schooling kita. Saat memainkan game ini secara kooperatif, kita bisa melihat beberapa anak yang sangat komunikatif, dan memiliki jiwa leadership yang kuat.
Lalu saat memainkan game ini secara kompetitif, anak-anak yang terlihat pendiam dapat membuat keputusan-keputusan yang sangat baik, sepertinya mereka diam-diam sangat kritis dan dapat menemukan aksi yang lebih menguntungkan.
Active learning
Siswa-siswi berperan aktif sebagai pembelajar di sebuah proses SCL. Mereka sendiri yang bisa membangun ilmu baru di atas ilmu yang mereka sudah miliki sebelumnya. Memang mendengarkan guru, atau membaca buku terlihat seperti proses kognitif yang aktif. Namun tidak seaktif ketika berinteraksi langsung dengan teori-teori atau konsep-konsep yang mereka pelajari.
Ketika kita belajar tentang sains luar angkasa, kita bisa menggunakan games untuk mensimulasikan situasi di luar angkasa sana dan bagaimana cara kita berinteraksi dengannya.
Ini telah dilakukan oleh guru sains dengan menggunakan Minecraft. Dengan game ini dia mengajarkan banyak hal tentang planet Mars, dan apa saja yang dibutuhkan jika kita ingin membuat koloni manusia di sana.
Discovery Learning (Teachers as Facilitators)
Karena SCL membutuhkan siswa-siswinya untuk berperan aktif, ini saat nya guru menduduki bangku belakang dan lebih banyak membiarkan mereka eksplorasi materi pembelajaran sendiri.
Sama seperti GBL ketika guru menjadi fasilitator game yang hanya berperan untuk memastikan permainan berlangsung dengan lancar dan mendorong sesi diskusi, dan membiarkan anak-anak menemukan sendiri ilmu-ilmu yang mereka perlukan. Tidak lagi terjadi knowledge dumping, dimana guru-guru menyodorkan ilmu-ilmu ini kepada siswa, tapi membiarkan proses discovery learning terjadi dengan sendirinya.
Game Based Learning (GBL) adalah sebuah pendekatan edukasi yang membuat siswa berperan aktif sebagai pembelajar, mereka menggali informasi sebanyak-banyak nya lalu, menggunakan keterampilan-keterampilan yang mereka miliki untuk memecahkan masalah di game, dan melampaui tantangan yang ada.
Ini membuat game based learning sebuah pendekatan yang bisa dikategorikan sebagai Student-centered. Namun tidak hanya disitu saja, kita bisa membuat sebuah sesi GBL lebih student-centered lagi, dan memastikan setiap siswa-siswi mendapatkan pembelajaran yang lebih maksimal.
Berikut adalah beberapa caranya;
Biarkan mereka memimpin
Photo by Jehyun Sung on Unsplash
Beberapa games kolaboratif membutuhkan sebuah pemimpin, dan ini sebuah kesempatan baik untuk melatih percaya diri dan leadership skills siswa yang berperan sebagai pemimpin, disini sebagai guru yang bisa dilakukan sangatlah sederhana, jangan mengganggu dan observasi. Selain itu setiap sesi GBL membutuhkan seorang fasilitator yang memastikan game nya berjalan dengan lancar, sesuai aturan, dan memimpin sesi diskusi, posisi ini biasanya diisi oleh sang guru. Tapi alangkah baiknya jika kita juga memberi siswa-siswi kesempatan untuk menjadi fasilitator sesi GBL
Libatkan mereka dalam asesmen mereka sendiri
Photo by NeONBRAND on Unsplash
Tentu biasanya seorang gurulah yang menilai siswa-siswinya, tapi apakah harus selamanya seperti itu?
GBL memberi kesempatan baik untuk setiap siswa-siswi bisa menilai dirinya sendiri, dan buat lah sesi penilaian sebagai sesi diskusi. Agar mereka lebih mengenal diri sendiri, mengetahui kekuatan yang mereka miliki, dan kelemahan yang mereka bisa perbaiki. Dengan ini mereka juga bisa membandingkan diri mereka bukan dengan orang lain, namun dengan diri sendiri, sehingga mereka bisa tahu seberapa jauh mereka telah berkembang sebagai pelajar.
Tugaskan mereka untuk merancang sesi GBL
Photo by Andrew Ebrahim on Unsplash
Setiap guru tahu betapa pentingnya membuat sebuah rencana sesi GBL. Kita bisa memastikan apa saja yang bisa dipelajari, apa saja yang akan jadi bahan diskusi, dan action plan tentang apa saja yang mereka bisa lakukan untuk mendorong siswa-siswi belajar lebih dalam lagi mengenai topik yang telah dimainkan. Tentu ini bisa dilakukan oleh setiap kelompok siswa. Apa lagi action plan, tentu mereka akan lebih termotivasi melakukan hal-hal yang mereka sendiri rencanakan.
Sejak pandemi banyak perusahaan software yang menggunakan kesempatan ini untuk menunjukan PR yang baik. Mereka meluncurkan produk-produk mereka secara gratis untuk membantu proses belajar mengajar. Nah game developer juga seperti nya tidak mau kalah, dan ini lah yang dilakukan oleh Roblox .
Roblox adalah platform game online dan sistem pembuatan game yang memungkinkan pengguna untuk memprogram game dan memainkan game yang dibuat oleh pengguna lain. Membiarkan anak-anak menjelajahi platform ini sebenarnya sudah memiliki nilai edukatif sendiri. Dengan mendesain game sendiri mereka melatih kreativitas, dan belajar proses desain, seperti trial and error, dan problem solving.
Untuk guru Roblox menyediakan banyak kesempatan untuk mengajar online secara geratis. Guru-guru dapat menggunakan game-game yang telah didesain guru lain untuk mengajar berbagai macam topik, seperti pemanasan global, recycling, peristiwa sejarah, STEM dan banyak lagi. Tentunya guru juga bisa mendesain game sendiri yang sesuai untuk siswa-siswi nya.
Selain itu, ada hal yang butuh diapresiasi dari tim developer Roblox. Mereka menyediakan banyak webinar gratis untuk mengajarkan cara-cara menggunakan platform ini untuk mengajar online. Website mereka menyediakan materi-materi untuk dipelajari guru, dan webinar mereka bisa di akses di YouTube.
Game ini sudah banyak digunakan anak-anak untuk iseng-iseng, bermain-main membuat games dan memperluas kreativitas mereka. Nah sekarang saatnya guru untuk tidak mau kalah!