Harvard merilis Games untuk meningkatkan Literasi anak serta quality time dalam keluarga

Harvard merilis Games untuk meningkatkan Literasi anak serta quality time dalam keluarga

Orang tua adalah Guru pertama dan sosok yang bisa memberi pengaruh yang sangat besar kepada seorang Anak. Dengan tugas dan tanggung jawab yang besar ini, memang wajar jika Orang tua merasa tidak mampu sehingga menaruh tanggung jawab mendidik Anak kepada Sekolah maupun media-media belajar seperti buku atau video dan games edukatif.

Melihat besar nya peran Orang tua dan pengasuh dalam perkembangan anak Harvard Graduate School of Education merilis games gratis yang dirancang untuk melatih Literasi dasar Anak-anak usia dini yang sekaligus memberikan banyak kesempatan agar Orang tua dan Anak bisa menghabiskan waktu bersama yang berkualitas.

Berberapa hal ini lah yang menjadi pertimbangan utama saat tim Harvard merancang games literasi ini. 

Selain memainkan game nya bersama Anak, cara pandang mereka saat merancang game ini sangat menarik, dan banyak hal yang bisa kita pelajari mengenai proses pembelajaran Anak.

Teknologi bukan lah pengganti namun pendukung

Saat menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran sebaik nya kita jangan mengira bahwa teknologi adalah pengganti Guru maupun Orang tua. Media-media pembelajaran ini bukan lah suatu hal yang kita biarkan Anak kita konsumsi saat kita sedang sibuk.

Karena saat kita melihat cara Anak-anak belajar kita akan tahu bahwa sebagian besar dari apa yang Anak-anak pelajar terjadi dalam konteks sosial. Dan social learning memang terbukti sangat efektif, ya iya lah karena kita memang makhluk sosial.

Jadi sebaik nya teknologi kita gunakan sebagai alat pendukung proses pembelajaran yang kita lakukan dengan Anak-anak kita. Teknolog bisa menjadi media dimana kita bisa mengajak Anak kita bermain sambil belajar bersama.

Literasi sebagai pondasi pembelajaran 

Kemampuan kita untuk belajar sangat tergantung kepada tingkat literasi kita. Jika kita bisa memahami literatur filosofis, atau ilmiah jelas banyak sekali yang bisa kita pelajari, dan saat kita bisanya baca hoax di sosmed, ya jelas gawat….

Pemikiran ini lah yang membuat Harvard memutuskan untuk merancang games literasi sebagai games pertama yang mereka publis untuk publik secara gratis. Karena memang jika dipikir-pikir tingkat literasi Anak-anak kita memang sangat penting untuk masa depan yang lebih baik, dan semakin banyak dari mereka yang literate, semakin baik pula masyarakat kita.

Anak-anak harus belajar dengan cara yang lebih alami, dan menyenangkan

Sebagai pemimpin project ini, Joe Blatt menyatakan bahwa keresahan yang kita miliki mengenai teknologi, dan pendidikan modern secara general adalah pengaruh hal-hal ini dalam mengurangi ruang dan waktu anak untuk bermain. 

Padahal anak-anak harus diberikan ruang untuk eksplorasi, dan melakukan sesuatu yang memang mereka ingin lakukan dengan sendiri nya karena rasa penasaran mereka dan hal-hal lain yang muncul saat mereka bermain ini sangat critical untuk pembelajaran.

Karena itu game-game ini dirancang agar Anak-anak dan Orang tua bisa melakukan interaksi yang bisa membangun pondasi untuk literasi saat melakukan aktifitas-aktifitas sehari-hari. Pondasi untuk literasi ini yang disebut oleh Joe Blatt sebagai pre-literacy yang tidak semata-mata harus berupa membaca, menulis, bahkan kosakata. 

Pre-literacy ini berupa pola berpikir yang mensupport literasi. Penelitian mereka menunjukan bahwa latihan literasi sangat efektif bisa sesederhana percakapan yang berkelanjutan, mereferensi ingatan, dan pengalaman di masa lalu. 

Selain itu, tujuan yang mereka ingin capai adalah merancang pembelajaran yang alami untuk Anak dan Orang tua. Dimana Orang tua tidak memiliki hubungan negatif dengan tim peneliti dan game ini seperti mereka “disuruh” melakukan ini untuk menjadi pendidik yang baik. Melainkan mereka akan merasa “Oh ternyata ada caranya kita bisa bermain dengan anak sekaligus mendidik mereka”.

Melihat dari publikasi mereka mengenai games ini seperti nya mereka memiliki niat yang sangat baik dari melakukan penelitian yang rinci mengenai proses pembelajaran anak, hingga membuat games ini gratis dan hanya perlu didownload dan dimainkan tidak perlu koneksi internet jadi pulsa gak boros deh..

Games ini pastinya berbahasa Inggris dan jika ada Orang tua yang merasa bahasa ini menjadi halangan, menurut kami inilah saat yang baik untuk belajar bahasa bersama Anak, dan jangan malu ya klo mereka malah lebih pinter bahasa Inggris nya!

Games ini tersedia di Google Play store untuk pengguna Android dan Apple Store untuk pengguna iOS. Ayo download segera dan Have Fun Learning!

Link nya ada di sini https://www.gse.harvard.edu/apps/early-literacy

Sumber:

https://www.gse.harvard.edu/news/21/03/qa-joe-blatt-re-early-learning-apps

Menggunakan The Magic Circle of Play untuk memperdalam pembelajaran.

Menggunakan The Magic Circle of Play untuk memperdalam pembelajaran.

Ada banyak teori mengenai kenapa bermain bisa santa mendidik. Salah satu yang sering menjadi teori landasan Ludenara adalah “4 Freedoms of Play” oleh Scot Osterweil, yang menjelaskan 4 kondisi yang membuat kita belajar dengan baik dan ke-4 kebebasan ini dapat kita temukan dalam aktivitas bermain.

Selain itu ada teori yang menarik berdasarkan Homo Ludens karya dari Johan Huizinga yaitu “Characteristics of The Magic Circle of Play”. Dalam teori ini kita dijelaskan bahwa saat bermain kita memasuki ruang psikologis dimana permainan itu terjadi yang diibaratkan sebagai sebuah lingkaran.

Dalam lingkaran ini seakan-akan kita memasuki dunia baru dimana peraturan, norma, dan kode etik dunia nyata ditinggalkan untuk sementara, sehingga memberi ruang agar banyak hal baru bisa muncul. 

Maka dari itu sangat penting bahwa salah satu syarat agar sebuah aktifitas menjadi bermain adalah “consent” dimana setiap pemain mau bermain tanpa paksaan, memasuki Magic Circle dan mengikuti peraturan permainan dengan senang hati.

Magic Circle ini memiliki 3 karakteristik yang membuat bermain menjadi sangat edukatif bahkan untuk orang dewasa sekalipun (Whitton, 2018). Ruang yang aman, imersif, dan motivasi intrinsik.

Ruang yang aman.

Saat belajar kita membutuhkan ruang yang aman untuk bereksperimentasi, mempelajari minat kita, dan untuk gagal. Tentu setiap pendidik paham akan pentignnya ruang yang aman untuk gagal dan berkesperimentasi ini.

Kita tidak akan bisa belajar dengan maksimal jika kita takut akan kesalahan dan kegagalan. Sayang nya tidak banyak dari pelajar yang memiliki kebebasan untuk gagal didunia nyata dimana konsekuensi seperti nilai jelek bahkan tidak naik kelas sangat membebankan mereka.

Tentu semua ini hilang didunia permainan, saat bermain kegagalan adalah proses yang mutlak bahkan dibutuhkan agar kita bisa mencari solusi yang tepat terhadap setiap tantangan di dalam permainan tersebut.

Cara pandang bahwa kegagalan adalah proses belajar ini harus dibangun, karena hal ini bisa membantu siswa belajar ketabahan (Holdsworth, Turner, and Scott-Young 2017).

Immersive

Karakteristik yang kedua ini memungkinkan pelajar untuk memasuki kondisi psikologis yang lebih positif saat mereka masuk kedalam dunia yang baru ini, atau bisa disebut “lusory attitude”. 

Setiap orang yang memasuki Magic Circle ini berperan dalam menciptakan dunia yang baru, dan menerima realita-realita baru, dengan ini pelajar menstimulasi imajinasi dan memungkinkan pelajar untuk mempertimbangkan potensi dan kemungkinan-kemungkinan baru. 

Proses membina imajinasi dan menciptakan ide baru dalam permainan ini terlihat meningkatkan kreativitas (Bateson, 2014).

Istilah lusory attitude ini diciptakan oleh Bernard Suits dalam karyanya “The Grasshopper: Games, Life and Utopia” Dimana Bernard menjelaskan bahwa saat bermain kita dengan senang hati memecahkan masalah-masalah yang sebenarnya tidak harus dipecahkan. Dengan pengertian ini kita juga paham bahwa saat bermain kita juga meningkatkan kapasitas problem solving dan critical thinking kita.

Intrinsic Motivation

Memotivasi anak untuk belajar selalu menjadi hal yang diutamakan dalam pendidikan. Namun seringkali yang kita jumpai dalam proses pendidikan formal adalah motivasi extrinsic. 

Motivasi extrinsic datang dari luar, sistem pendidikan kita sudah banyak extrinsic motivation seperti nilai ujian, rangking kelas, dan bahkan ancaman tidak naik kelas. Ada motivasi extrinsic yang juga guru sering berikan, seperti pujian, rayuan, berbagai macam bentuk hadiah, dan bahkan motivasi negatif seperti hukuman.

Segala macam motivasi yang datang dari luar  ini tidak akan bisa mendorong pelajar untuk belajar sebaik motivasi yang datang dari diri nya.

Ketika pelajar itu benar-benar belajar sesuatu karena dia ingin tahu. Ketika pelajar melakukan sesuatu karena dia ingin melakukan itu.

 

Sumber:

Bateson, P. (2014) ‘Play, playfulness, creativity and innovation’, Animal Behavior and Cognition,vol. 2, no. 2, p. 99

Holdsworth, S., Turner, M. & Scott-Young, C. M. (2017) ‘ … Not drowning, waving. Resilience and university: a student perspective’, Studies in Higher Education, pp. 1–17

Whitton, N. (2018). Playful learning: tools, techniques, and tactics. Research in Learning Technology, 26.

Play Drive, filsafat Friedrich Schiller

Play Drive, filsafat Friedrich Schiller

 

 

Ahli filsafat asal Jerman Friedrich Schiller terkenal dengan karya-karya nya yang mendiskusikan etika, estetik, dan kondisi manusia.

Dalam mencermati kondisi manusia ini, dia melihat kita memiliki motivasi atau dorongan untuk terus menjalani kehidupan.

Jika manusia ingin menjadi diri nya yang terbaik, dia harus bisa memediasi akan motivasi-motivasi yang bertentangan dalam dirinya.

 

Menurut Schiller manusia memiliki dua pendorong yang kita gunakan untuk mencerna kehidupan.
Form drive – Membuat kita melihat dunia dengan rasional, dengan mengukur, mendata, melihat setiap komponen nya, dan cara lain nya yang membuat kita sangat ilmiah
Sense drive – Dengan ini kita memahami dunia dengan merasakan, seperti apa emosi apa yang muncul, apa yang kita sukai, dan hal-hal subjektif lainnya.

Schiller mengajarkan bahwa seorang manusia bisa meraih potensi nya,dan beraktifitas dengan sangat baik jika dia menemukan keseimibangan di dua drive ini. Karena jika Form rDive merajalela, kita hanya melihat bentuk dan seakan-akan menjadi mesin, Jika Sense drive terlalu banyak kita tidak akan bisa melakukan aktifitas yang produktif.

Keseimbangan ini lah yang dia beri namakan Play Drive.

Di sini kita bisa melihat kekuatan dari aktivitas yang sangat sederhana, yaitu bermain. Memang tanmpa sengajar tapi saat kita bermain kita mengalami kedua drive itu, dan jika kita ingin bermain dengan baik, tentu kita akan mencoba memediasi antar dua drive ini.

Di saat bermain, kita melihat sesuatu dengan Form drive yang objektif dan karena dengan ini lah kita bisa setuju dengan teman bermain kita untuk cara bermain dan apa yang akan dimainkan.

Selain itu ketika bermain kita tidak pernah bisa lepas dari Sense drive kita yang memberitahukan kita perasaan kita ketika bermain.
Menurut dia ketika kita bermain dua drive ini tidak bertentangan dan dorongan ini lah, motivasi yang terbaik.

Pendekatan yang bisa dianggap Playful Learning

Pendekatan yang bisa dianggap Playful Learning

Image by Free-Photos from Pixabay

Sebagian besar pendidik pasti sudah tahu bahwa belajar sebenar nya mengasyikan, karena manusia memang makhluk yang sangat curious. Namun jika tidak hati-hati proses pendidikan anak dengan sangat mudah bisa jatuh dalam lubang “beban hidup”. 

Karena itu banyak sekali pendidik yang mengutamakan Playful Learning, dan memang belajar yang menyenangkan ini setelah diteliti memiliki manfaat yang sangat banyak termasuk, membuat anak semangat dan termotivasi untuk belajar, meluaskan kreativitas dan imajinasi, meningkatkan engagement, dan membantu anak menyusun ilmu (Rice, 2009).

Bahkan untuk orang dewasa Playful Learning terlihat efektif, terbukti dari meningkatnya frekuensi pendekatan Playful Learning di pendidikan tingkat tinggi (Whitton, 2018). Potensi Playful Learning memang sangat luas, Ludenara pun menganggap hal ini lah yang bisa meningkatkan pendidikan Indonesia.

Banyak sekali pendekatan playful learning seperti, game based learning, traditional games, gamification, role play, simulations, quest based learning, escape rooms, narrative based learning, dan masih banyak lagi.

Nah metode-metode pembelajaran yang bisa dianggap Playful Learning ini memiliki 4 elemen utama ini:

Freedom

Yang kita inginkan adalah anak-anak senang belajar. Untuk itu kita coba masukan elemen “bermain” dalam pembelajaran sehingga menjadi Playful Learning. Lalu hal pertama yang membuat bermain sebuah proses yang dinikmati adalah elemen kebebasan yang ada dalam proses bermain.

Elemen kebebasan ini juga alasan kenapa bermain dengan sendirinya bisa menjadi proses yang sangat mendidik. Adviser Ludenara, Scot Osterweil menjabarkan kebebasan dalam bermain di 4 freedoms of play nya.

Saat bermain kita memiliki: 

Freedom to explore, atau berinteraksi dan terlibat dengan hal-hal yang memang kita ingin jelajahi.

Freedom of identity, kita bisa menempatkan diri kita sebagai apa atau siapa pun, dan belajar melihat dari perspektif itu.

Freedom of effort, saat bermain kita bebas berupaya semampu kita tanpa paksaan eksternal.

Freedom to fail, dan kita boleh bermain lagi, mencoba lagi, belajar lagi, meskipun kita gagal terus menerus.

Tentu saat membahas playful learning ini harus berada dalam konteks pendidikan. Dan pendidikan tentu tidak mungkin sebebas permainan. Maka dari itu Edukator, Maria Montessori mengeluarkan istilah “freedom with limits”. Sederhana nya anak-anak bebas bermain namun dalam struktur luas yang di supervisi oleh guru, disini Maria Montessori menganjurkan keseimbangan antara struktur yang kadang terlalu ketat, dan freedom tanpa batas.

Praktisnya dalam konteks pendekatan pembelajaran, kita coba berikan elemen kebebasan semampu kita meskipun tetap berada didalam sistem. Seperti memberi kesempatan murid untuk memilih materi pembelajaran mana yang dia playing sukai dan biarkan dia mulai dari situ. Atau juga bisa memberi kebebasan untuk belajar dari media apa yang cocok untuk dirinya. Dan yang sebaik nya kita hadirkan adalah, kebebasan untuk gagal dan gagal lagi.

Intrinsic Motivation

Memotivasi anak untuk belajar selalu menjadi hal yang diutamakan dalam pendidikan. Namun disini kita harus bedakan extrinsic motivation, dan intrinsic. Extrinsic datang dari luar, sistem pendidikan kita sudah banyak extrinsic motivation seperti nilai ujian, rangking kelas, dan bahkan ancaman tidak naik kelas. Ada motivasi extrinsic yang juga guru sering berikan, seperti pujian, rayuan, berbagai macam bentuk hadiah, dan bahkan motivasi negatif seperti hukuman.

Segala macam motivasi yang datang dari luar  ini tidak akan bisa mendorong anak untuk belajar sebaik motivasi yang datang dari diri nya.

Ketika anak itu benar-benar belajar sesuatu karena dia ingin tahu. Ketika anak melakukan sesuatu karena dia ingin melakukan itu.

Motivasi intrinsik inilah bagian yang paling besar dari Playful Learning, yang intinya adalah anak senang belajar. Makanya hal seperti game based learning bisa efektif, karena anak-anak suka bermain games. Project based learning pun akan sangat efektif jika anak dibiarkan mengeksplorasi minat mereka.

Ada 3 hal utama yang memunculkan motivasi intrinsik anak. 

Pertama ketika mereka menjalankan minat nya sendiri. Anak-anak ingin merasa kompeten dengan keterampilan dan ilmu nya, karena itu tantangan yang sesuai (mengerjakan sesuatu yang tidak terlalu sulit, atau mudah) juga memberikan motivasi intrinsik. Mereka juga ingin merasakan otonomi, dimana mereka diberikan banyak kesempatan untuk memberi keputusan akan proses pembelajaran nya sendiri (Deci & Ryan, 2010).

End in itself (lebih penting proses dibanding hasil)

Ini masih sangat terhubung dengan motivasi intrinsik. Di saat bermain, kita bermain karena kita ingin bermain. Bukan karena motivasi eksternal materialistis seperti untuk mencari uang, mendapatkan penghargaan dan lain-lain. Yang harus kita sadari dalam menerapkan Playful Learning adalah, hasil akhir hanyalah bagian kecil dari proses pembelajaran.

Playful Learning terjadi saat kita sadar setiap momen dari proses belajar memiliki arti nya sendiri. Lihat saja apa yang terjadi saat bermain, jarang ada orang yang main karena ingin cepat-cepat menyelesaikan permainan itu. Emang kerjaan!? hahaha

Hal ini lah yang menciptakan kondisi ideal untuk kita belajar. 

Saat playful kita akan jauh lebih fokus menjalani setiap momen tanpa peduli hasil nya. Kondisi psikologis berada di tempat yang optimal, kita bisa mencerna informasi dengan lebih baik dan proses kognitif kita berjalan lebih lancar. 

Ada quote dari serogan edukator yang sangat berhubungan dengan konsep ini dan mungkin bisa membantu menjelaskan nya

“Our purpose wants to occupy all the mind’s attention for itself, obstructing the full view of most of the things around us. The child, because it has no conscious object of life beyond living, can see all things around it, can hear every sound with a perfect freedom of attention, not having to exercise choice in the collection of information.” – Rabindranath Tagore

Menurutnya yang menghambat proses pembelajaran adah purpose, atau motivasi external ini.

Proses pembelajaran yang bisa dianggap Playful Learning adalah pembelajaran yang tidak terlalu peduli terhadap akhirnya apa yang mereka pelajari, apakah hasil dari project mereka sesuai dengan yang kita inginkan, apakah nilai nya akan membaik?

Namun playful learning lebih fokus terhadap seberapa berarti nya aktivitas ini buat sang anak. Seberapa banyak mereka bisa menemukan makna dengan sendiri nya. Hasil pun akan mengikuti.

Active Learning

Playful Learning masuk ke dalam teori constructivism (Fisher et al. 2011). Dimana sebuah ilmu atau keterampilan bukan lah sesuatu yang disampaikan, melainkan harus dibangun secara aktif oleh sang pelajar sendiri. 

Saat bermain, kita membentuk ilmu dan keterampilan sendiri. Dengan berinteraksi dengan lingkungan, kita membangun perspektif akan sebuah fenomena berdasarkan interpretasi pengalaman personal kita. Saat pengalaman dan informasi baru muncul, kita beradaptasi dan membangun ulang atau diatas ilmu yang sudah ada.

Hal ini juga membuat Playful Learning menjadi student-centered learning. Dimana setiap siswa-siswi memiliki peran yang lebih sentral dalam proses pembelajaran nya sendiri. Setiap anak memiliki ruang yang lebih lebar untuk mengekspresikan diri sendiri, dan hal-hal yang mereka pelajari. Hal ini yang harus diperhatikan oleh setiap pelajar, bahwa ruang “kepintaran” anak sangatlah luas dan saat melakukan aktifitas yang playful mereka memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menunjukan individualitas mereka.

Mungkin ada yang kreatif menemukan solusi baru dari tantangan di permainan, ada yang pintar mengkoordinasikan teman-teman nya untuk bekerja sama, ada yang bisa berpikir dengan cepat, mungkin ada yang mampu memberi keputusan terbaik setelah menganalisa semua opsi, dan lain seterus nya.

Elemen-elemen ini hanyalah sebuah ukuran akan apa yang harus kita coba hadirkan dalam sebuah proses pembelajaran sehingga menjadi Playful. Tentu hal ini bukan lah mutlak, dan tidak harus semua nya dihadirkan dalam satu proses, alangkah baik nya jika setiap pendidik bisa memilih mana yang paling cocok untuk siswa-siswi nya. 

Selain itu, pada dasarnya mendefinisikan bermain adalah hal yang cukup menantang dan banyak cendekiawan yang medemperdebatkan definisi bermain, apalagi jika ditambahkan dengan konteks pembelajaran. Namun elemen-elemen ini lah yang bisa ditemukan dari aktivitas bermain yang memiliki nilai edukatif berdasarkan teori dan penerapan pembelajaran (Cannon and Newble, 2000).

Sumber:

Cannon, R. & Newble, D. (2000). A handbook for teachers in universities and colleges. London: Kogan Page

Fisher, Kelly, Kathy Hirsh-Pasek, Roberta Golinkoff, Dorothy Singer, and Laura W. Berk. 2011. “Playing Around in School: Implications for Learning and Education Policy.” In The Oxford Handbook of the Development of Play, edited by Anthony D. Pellegrini, 341–62

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2010). Intrinsic motivation. The corsini encyclopedia of psychology, 1-2.

Rice, L. (2009). Playful learning. Journal for Education in the Built Environment, 4(2), 94-108.

Whitton, N. (2018). Playful learning: tools, techniques, and tactics. Research in Learning Technology, 2

Kelas Merdeka Guru ASIK

Kelas Merdeka Guru ASIK

Langsung dampak nya terasa, pandemi ini memang memberikan banyak tantangan baru apa lagi untuk semua yang terlibat dengan pendidikan Anak-anak kita. Dari Guru, Orang tua, sistem, hingga anak-anak itu sendiri.

Hal ini disampaikan oleh Ibu Nuk ketua Lembaga Beasiswa Baznas. Banyak Orang tua yang merasa bingung, bahkan 56% orang tua mengaku kurang sabar dan jenuh menangani kemampuan dan konsentrasi anak yang duduk di bangku SD/MI.

Hal ini sepertinya adalah dampak dari ketidaksiapan sistem pendidikan kita akan hal seperti ini. Kita tahu bahwa hanya 8% Guru mengerti teknologi pembelajaran online. Tentu yang merasakan imbas dari semua ini adalah Anak-anak kita, mau itu dari beban tugas sekolah maupun urusan di rumah lebih dari 70% siswa merasa terbebani oleh pendidikan di masa pandemi.

Pihak Telkom pun sangat peduli dengan kondisi rakyat Indonesia di saat-saat yang menantang ini. Melalui program Ayo Bikin Nyata, pihak Telkom mencoba memberi solusi kepada tantangan-tantangan ini dengan 3 program utama, yaitu Bantuan Sosial Berkelanjutan, Buat Solusi Digital, dan Bantu Ekonomi Masyarakat.

Program Kelas Merdeka ini adalah bagian dari Bantuan Sosial Berkelanjutan di mana bersama-sama kami mencoba memberi solusi terhadap tantangan-tantangan pendidikan ini. Informasi lebih lanjut tentang program Telkom ini bisa dilihat di website https://ayobikinnyata.com/

Lalu bagaimana program ini bisa menyelesaikan tantangan ini?

Mungkin bukan menyelesaikan, tapi membantu pihak Guru untuk meningkatkan kapasitas mereka agar mereka bisa memiliki keahlian tambahan yang mungkin bisa menjadi salah satu opsi untuk memitigasi dampak dari pandemi terhadap pendidikan ini.

Dengan program ini Ludenara menggunakan konsep “Playful Learning” sebagai pondasi pendekatan pembelajaran. Menurut kami belajar seasik bermain sangat dibutuhkan oleh bukan hanya Anak-anak tapi juga teman-teman Guru yang menerapkan.

Proses pembelajaran harus menyenangkan. Jika proses belajar sudah menjadi menyenangkan bagi Anak-anak tentu mereka tidak akan merasa bahwa pendidikan adalah beban, dan kami yakin saat mereka senang belajar, Orang tua pun akan senang dan tidak lagi harus berurusan dengan konsentrasi belajar anak.

Kita juga merasa semua tekanan untuk menghadirkan pembelajaran yang baik meskipun dengan semua kendala pandemi, bisa sedikit terobati jika proses mengajar dan perencanaan pembelajaran bisa menyenangkan dan bisa lebih dinikmati lagi.

Program yang dimulai tanggal 30 Maret 2021 dan akan dilengkapi nanti tanggal 4 Mei 2021. Kami menggunakan pendekatan blended learning dimana ada materi-materi yang disampaikan secara asinkron via Telegram dan kami juga mengadakan kelas sinkron via Zoom untuk diskusi langsung yang mendalam.

Jangan khawatir bagi yang belum bisa ikut, Ludenara pasti akan ada program lagi dan pasti kita akan umumkan di sosial media kita!

Selain itu karya Guru-guru ASIK dari program ini juga bisa kita pelajari bersama di website kelasmerdeka.id ada game interaktif untuk ngajar juga lho!

Game Based Learning akan semakin relevan di Masa Depan. Berpain pun semakin penitng!

Game Based Learning akan semakin relevan di Masa Depan. Berpain pun semakin penitng!

 

 

Photo by: Rico De Zoysa

Sejak ada nya internet, kita memahami bahwa ilmu bukan lagi hal yang langka. Siapa pun dimana pun jika memiliki internet dan niat, bisa mempelajari apa pun.

Dengan banyaknya platform belajar online yang murah seperti Skillsahre, dan kelas-kelas online gratis lain nya belajar dan melatih Hard Skills pun menjadi sesuatu yang sangat terjangkau bagi siapa pun.

Dan dengan kedua hal utama itu, Knowledge (ilmu) dan Hard Skills tidak lagi menjadi hal yang langka. Meskipun kedua hal ini tetap sangat dibutuhkan, namun “harga jual” nya berkurang.

Tapi dengan kompleksitas dunia kita sekarang, ada satu hal yang harga jualnya semakin meningkat, yaitu Soft Skills.

Di tahun 2016 World Economic Forum mengeluarkan laporan mereka mengenai 21st century skills

 

Dari 16 keterampilan yang akan dibutuhkan di abad 21 ini hanya 6 keterampilan pertama (1-6) yang bisa kita kategorikan sebagai Hard Skill.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah laporan LinkedIn’s 2019 Global Talent Trends. Dimana mereka menemukan bahwa 92% perekrut pekerja menganggap Soft Skills lebih penting dibandingkan hard skill saat merekrut calon karyawan.

Selain itu Zety, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang rekrutmen melakukan survei “Top Skills Employers Look For 2021” mereka menemukan bahwa 61% merasa soft skills lebih penting.

Nah disinilah kita bisa paham mengapa GBL (Game Based Learning) semakin relevan di masa depan.

Setiap media belajar memiliki keunggulan nya sendiri. Kebetulan salah satu keunggulan games yang telah diteliti secara detail adalah kemampuan games untuk melatih soft skills.

Dalam survei oleh zety itu mereka mendaftarkan 10 Soft Skills yang paling dibutuhkan.

  1. Teamwork
  2. Communication
  3. Time-management
  4. Problem solving
  5. Creativity
  6. Leadership
  7. Organization
  8. Emotional Intelligence
  9. Decision-making
  10. Stress management

 

Beberapa artikel Ludenara telah mendetailkan penelitian yang menunjukan kenapa GBL sangat efektif dalam melatih beberapa Soft Skills Tersebut dan penerapan nya.

Kebetulan minggu lalu artikel Ludenara membahas tentang keunggulan GBL melatih Komunikasi dan Teamwork.

Lalu penelitian IBM Gaming Report melihat bagaimana kita bisa belajar Leadership melalui games online. Saking banyak nya yang bisa dipelajari dari laporan ini, ulasan kami dibagi menjadi 2 bagian.

Aktivita bermain juga terlihat semakin penting. Berberapa penelitian menunjukan bahwa bermain sangat penting untuk meningkatkan Creativity, Emotional Intelligence, dan Problem solving.

Sebenarnya memang ini sudah banyak diketahui, laporan 21st Century Skills World Economic Forum sendiri menjelaskan bahwa kita perlu menggunakan Play/Game Based Learning untuk melatih 21st century skills yang mereka daftarkan. 

Hal ini pun telah dikonfirmasi oleh penelitian yang sama sekali tidak terhubung dengan World Economic Forum. Ternyata hanya sekedar memainkan game sudah bisa melatih 21st century skills, apalagi jika kita terapkan GBL protokol yang baik. 

Semua hal ini menunjukan bahwa bermain dan pendekatan belajar yang seperti bermain semakin penting!

Online games memberikan kesempatan pemain untuk menjadi pemimpin yang handal. IBM Gaming report review part 2.

Online games memberikan kesempatan pemain untuk menjadi pemimpin yang handal. IBM Gaming report review part 2.

Bermain memang lah hal yang sangat edukatif, dan segala macam bentuk permainan memiliki kekuatan nya sendiri ini termasuk games online. Penelitian dari IBM ini menjelaskan banyak hal di lingkungan MMORPG yang bisa melatih pemain menjadi pemimpin virtual. Sebuah nilai tambah bagi siapa saja yang akan bekerja di dunia masa depan yang semakin digital. 

Di part 1 artikel ini kita mengetahui bahwa salah satu komponen utama dalam memimpin tim virtual adalah tools yang bisa dioptimalkan. MMORPG menyedihkan tools yang sangat baik. Seperti channel komunikasi yang multilevel dan multifungsi, insentif yang transparan, dan informasi yang terekam dan bisa dimonitor secara real time. 

Hasil yang sangat terlihat dari tools yang baik ini adalah memberi kemampuan kepada pemain-pemain yang awalnya pemalu, dan pendiam menjadi pemimpin yang baik. Dokumen ini juga meliput wawancara dengan salah satu pemain games online yang sekarang menduduki level manajerial di perusahaan tempat dia bekerja. Wawancara ini sangat inspiratif untuk pemain lain yang merasa dirinya tidak bisa memimpin.

Di interview ini Helen Cheng menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah menyangka bahwa dia sanggup menjadi seorang pemimpin karena dia sangat lah pendiam. Pertama kali dia memimpin juga merupakan sebuah kebutuhan, karena situasi yang memojokan dan mau tidak mau dia mencoba berani dan memimpin tim dengan 40 anggota.

 

Kejadiannya juga sangat mungkin muncul di dunia nyata, saat itu dia bersama temannya sedang mengerjakan misi yang tidak disangka sangat sulit untuk diselesaikan. Ditambah dengan pemimpin yang pasif, tidak otentik, dan tidak sanggup mendorong timnya untuk sukses misi nya semakin sulit, tidak lama mereka pun berada di ujung kekalahan.

Saat itu lah Helen merasa dia barus melakukan sesuatu yang drastis, meskipun sangat pendiam dia berani menaruh dirinya didepan, memotivasi anggota tim nya yang sedang down, dan mendorong tim nya menuju objektif yang harus dicapai. Helen pun merasa sangat kaget bahwa 39 orang lainnya menurut dan melaksanakan perintah Helen dengan suka hati.

Dari saat itu Helen pun menjadi berani memimpin, dan sekarang dia menduduki level 60 Guild Leader, posisi kepemimpinan tertinggi di World of Warcraft. Ini lah kekuatan games online, membuat pengikut menjadi pemimpin.

Bukan hanya melahirkan pemimpin, MMORPG juga 2 hal utama yang mendorong para eimpin untuk selalu belajar dan menjadi pemimpin yang lebih baik.

Impermanent power

“He who cannot be a good follower, cannot be a good leader.” – Aristotles

Kita semua pasti pernah, bahkan sering mendengarkan quote, atau versi lain dari quote ini. Alasan di balik popularitas quote ini adalah kebenaran yang dikandung. Bahwa pemimpi-pemimpin yang baik juga lah pengikut yang baik.

Mungkin ini juga yang kita masih kurang tekankan kepada para pemimpin sekarang. Sering kali di sistem organisasi yang ada saat kita menemukan seseorang dengan potensi memimpin kita terus beri kesempatan menjadi pemimpi dan kita angkat ke posisi yang memimpin, dan dia pun terus menerus menjadi pemimpin.

Romulan Battleship MMORPG

 

Selain tidak memberikan kesempatan orang lain memimpin dan dia sebagai pengikut, sistem seperti ini telah banyak dikritisi. Salah kesalahannya bisa di lihat dari Peter Principle, yang menunjukan bahwa seseorang yang menunjukan kapasitas memimpin di satu hal belum berarti dia bisa memimpin di hal-hal lain. 

Ini lah mengapa MMORPG sangat berpotensial. Banyak sekali misi-misi yang jangka waktunya sangat berbeda, terkadang pemain akan memimpin selama 10 menit, 10 hari, atau bahkan berbulan-bulan. 

“Kepemimpinan sementara” ini muncul sebagai akibat dari kecepatan permainan, dan sifat “project-orientation” dari online games. Karena keputusan harus dibuat dengan cepat, dan setiap sesi yang diberikan terus berubah, para pemimpin dipilih dengan cepat, berdasarkan pengalaman dan keterampilan yang sesuai dengan tugas yang dihadapi.

Kepemimpinan dipandang sebagai pekerjaan yang harus diasumsikan secara berurutan untuk menyelesaikan tugas tertentu, bukan identitas permanen.

Hal lain dari sistem ini yang membuat pemimpin menjadi lebih baik adalah, para pemimpin itu tahu dia tidak akan terus menerus memimpin, dan memahami bahwa besok mereka akan menjadi pengikut. Dan keputusan tentang siapa yang akan memimpin dan siapa yang akan mengikuti dibuat secara organik, oleh kelompok itu sendiri, daripada datang dari otoritas yang lebih tinggi.

Freedom to Fail

Mungkin ini hal yang paling menantang untuk diterapkan di dunia nyata. Bahwa games memberikan lingkungan dimana kegagalan itu sesuatu yang pasti, tentunya membuat pemain tidak takut mengambil keputusan, mengambil resiko, dan terus belajar.

Kegagalan Di dunia nyata taruhannya lebih besar, terkadang kita bisa kehilangan karir kita hanya dengan satu kegagalan yang fatal.

Memang dunia kerja menakutkan. Dunia games tidak seperti ini. Di dunia game online, pengambilan risiko dianjurkan. Bahkan dianggap sebagai pelopor yang diperlukan untuk sukses.

Pemimpin merumuskan strategi dengan cepat, dengan data yang tidak sempurna, dan menjalankan strategi mereka tanpa takut akan konsekuensi.

Maka dengan itu, jika ingin bereksperimen dengan sistem, atau style leadership yang baru, gunakanlah online games. Dengan ini kita tahu mana cara memimpin yang baik dan mana yang kurang.

Apa lagi dengan kebutuhan memimpin tim virtual, game-game seperti MMORPG rupanya akan semakin dibutuhkan untuk ita meningkatkan kualitas bekerja secara online.

Link file IBM gaming report

https://www.ibm.com/ibm/files/L668029W94664H98/ibm_gio_gaming_report.pdf

Pemimpin masa depan lahir di Online Games, IBM gaming report review, part 1.

Pemimpin masa depan lahir di Online Games, IBM gaming report review, part 1.

The IBM gaming report

Banyak sekali manfaat dari menggunakan teknologi digital, ini juga terbukti dari kenyataan bahwa organisasi-organisasi atau bahkan individu-individu yang cepat mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital dengan maksimal mampu mendapatkan keunggulan kompetitif.

Kita bisa melihat startup-startup, atau bahkan social media celebs yang menggunakan teknologi digital dengan baik mampu mencapai kesuksesan. Sepertinya trend ini tidak terlihat ada habisnya, apalagi sekarang ada pandemic yang mendorong trend ini dengan pesat.

Sebagai pendidik kita sekarang bisa berasumsi bahwa mengajarkan anak-anak kita untuk mengoptimalkan teknologi-teknologi ini sangatlah penting. Salah satu pengoptimalan nya adalah bagaimana cara memimpin tim virtual ini? Apa saja keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk bekerja di lingkungan kerja yang semakin digital? 

Jika kita bisa mengajarkan leadership yang baik di dunia digital tentu itu adalah sebuah nilai tambah yang bermanfaat bagi anak-anak kita!

Melatih virtual leaders tentu sudah menjadi kepentingan dunia korporat. Karena itu lah IBM bersama peneliti-peneliti dari universitas ternama seperti Stanford dan MIT memutuskan untuk mempelajari dan meneliti apakah pelajaran bisnis nyata dapat dipelajari dari mengamati leadership dalam game MMORGP (Massively Multiplayer Online Role Playing).

Game dimana pemain dapat membuat karakter yang akan menjelajahi dunia virtual, lengkap dengan sistem ekonomi, sosial, dan budaya nya sendiri. Seringkali para pemain membuat kelompok untuk menjelajahi area-area penuh dengan musuh yang berbahaya, di sini mereka harus berorganisasi, membagi tugas, menetapkan tujuan, disinilah online leaders terbentuk.

Untuk menganalisa kualitas leadership online ini mereka menggunakan Sloan Leadership Model, mereka mendapatkan 173 peserta yang sudah bekerja dan memainkan MMORPG, dan lebih dari 50 jam aktivitas di dalam 5 game MMORGP yang dianalisa, hasilnya sangat menarik.

Pertama kita sebagai pendidik mendapatkan kabar yang sangat baik. Yaitu mengenai perdebatan antara nature vs nurture apakah pemimpin dilahirkan atau dilatih?

Tentu para ilmuwan yang memegang biological determinism akan mengatakan bahwa jika kemampuan leadership tidak terlihat di saat seseorang mulai beranjak dewasa, tentu dia akan kita bisa menjadi pemimpin yang baik.

Sebagai pendidik ini sangat buruk jika benar, karena berarti apa pun yang kita lakukan, kita tidak akan melatih pemimpin, dan harus menunggu mereka untuk dilahirkan.

Ternyata di penelitian ini, mereka menunjukan bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam mengembangkan seorang pemimpin.

Leadership terjadi dengan cepat dan mudah di online games, dan sering kali peran pemimpin di ambil oleh pemain yang pendiam di dunia nyata, bahkan mengagetkan diri mereka sendiri dengan kemampuan memimpinnya. Tidak ada bukti bahwa hal yang sama tidak bisa terjadi di dunia korporat. Tapi ini tidak membuktikan bahwa setiap orang di dalam organisasi bisa memimpin, namun jika situasi dan sumberdaya yang pantas, leadership bisa muncul.

Tiga dari empat pemain yang telah di survey di studi ini mengatakan teknik dan pendekatan yang mereka dapatkan di online games bisa membuat mereka leaders yang lebih efektif di dunia pekerjaan.

MMORPG terpopuler, World of Warcraft

Jadi apa yang membuat lingkungan online games ini subur untuk bibit-bibit pemimpin?

Pertama online games menyediakan banyak kesempatan untuk memimpin. Banyak sekali misi-misi yang membutuhkan pemain berkelompok, dan pemimpin pun dibutuhkan. Pemain dengan mudah bisa mencoba leadership style yang berbeda, seperti otoriter, demokratis, atau bahkan laissez faire. Ekspektasi atau konsekuensi untuk performa pemimpin juga relatif kecil, faktor yang besar untuk mendorong experimentasi. 

Ryzom MMORPG

Pemain di online games juga diberikan tools yang memudahkan leadership. Skills dan level kompetensi bisa dilihat, membuat delegasi dan pembagian tugas lebih mudah. Mereka juga bisa menganalisa resiko lebih mudah karena informasi tercatat secara real time.

Sistem insentif yang diperlukan untuk memotivasi pemain juga terlihat secara umum, transparansi ini memfasilitasi kepercayaan dan kredibilitas di antara pemain. Ini terkait langsung dengan sensemaking dari Sloan Model.

Sloan Leadership Model

Terakhir, berbagai tingkat dan medium komunikasi dalam dunia game online memberi para pemimpin banyak pilihan ketika berkomunikasi. Sloan Model menyebut ini sebagai Relating, atau mengembangkan hubungan di dalam organisasi. Sebagai pemimpin, menengahi konflik dan menjaga hubungan adalah bagian penting dari pekerjaan, tingkat komunikasi penting di sini. Di dalam situasi apapun saat setiap orang memiliki motivasi dan kebutuhan yang beda, konflik akan terjadi, mau tidak mau pemimpin harus bisa memediasi.

Banyak sekali alat komunikasi di MMORPG. (Villagers and Heroes iOS)

Degan tingkat dan medium komunikasi yang banyak memediasi menjadi mudah. Dan setiap medium komunikasi efektif untuk hal yang berbeda. Saat mengkomunikasikan sistem insentif untuk setiap orang di organisasi, post di forum online yang bisa dilihat setiap anggota tentu sangat baik. Saat mendiskusikan konflik di antar anggota, chat privat akan lebih baik.

Saat menyelesaikan misi secara real time tentu voice chat di butuhkan. Dan misi-misi organisasi yang rumit pemimpin harus menggunakan broadcast kepada setiap anggota, narrowcast untuk setiap tim, dan microcast untuk individu yang sedang melakukan hal yang vital. Ini bisa dilakukan secara simultan untuk menggerakan organisasi kepada tujuannya.

Star Trek MMORPG

Hal-hal seperti ini lah yang sangat memudahkan orang biasa menjadi pemimpin, apa lagi mereka akan mencoba lagi dan lagi bermain-main dengan senang hati sebagai pemimpin. Tentu ketika kita ingin melatih pemimpin yang baik, mereka harus mengalami menjadi pemimpin, dan sepertinya kita harus banyak-banyak membuat lingkungan yang seperti ini, lingkungan yang bisa melahirkan banyak pemimpin.

Sumber:

https://www.ibm.com/ibm/files/L668029W94664H98/ibm_gio_gaming_report.pdf

 

Menggunakan game apa pun untuk melatih teamwork!

Menggunakan game apa pun untuk melatih teamwork!

Image by Defence Imagery from Pixabay

“Mampu bekerja dalam tim” sering sekali kan kita melihat itu sebagai kriteria di lowongan pekerjaan, tentu tidak mengagetkan karena kita semua juga tau betapa penting nya kemampuan kerja sama itu. Indonesia sendiri sering membanggakan budaya “gotong royong” kita.

Di ranah ini lah salah satu keunggulan game sebagai media belajar muncul. Games ternyata sangat baik untuk melatih teamwork. Bahkan di tempat yang paling tidak main-main pun, permainan tetap digunakan untuk berlatih.

Tempat paling tidak main-main yang dimaksud ini adalah latihan teamwork militer Amerika Serikat.

Ada satu berita yang baru dan menarik, Video Games sekarang dipergunakan agar personil militer A.S. tetap bisa melakukan pelatihan meskipun merka harus social distancing dimasa pandemi.

Setelah dilhat lagi, ternyata negara yang memiliki budget militer paling tinggi di dunia ini juga sering menggunakan games untuk melatih tentara nya.

Menurut General Paul Gorman teamwork skills bisa dilatih secara efektif menggunakan game-game multiplayer yang dijual di pasaran, dan game-game tidak perlu realistis untuk menyediakan pelatihan yang efektif (Gorman, 2003)

Pendapat ini sangat menarik, berarti game multiplayer apapun tidak harus realistis bisa digunakan untuk melatih teamwork. Jadi game-game di HP yang sering dimainkan anak-anak seperti Mobile Legend, atau PUBG bisa untuk melatih team work?

Mungkin benar bisa, tapi tentu kita harus memakainya dengan benar dengan niatan untuk melatih skills dan bukan sekedar main-main sampe kecanduan.

Salah satu nya tentu kita bisa menggunakan protokol Game Based Learning, 

 

Kita bisa juga harus tau secara spesifik teamwork skill yang mana yang bisa dilatih menggunakan games. 

Sebuah meta analisis di tahun 2016 mengkonklusikan bahwa fitur-fitur dalam game bisa memunculkan dan melatih, Coordination, Cooperation, Communication, Team Cognition (pemanfaatan informasi yang dimiliki oleh tim), dan Adaptability (Marlow et al., 2016).

Selain itu sebuah penelitian yang menganalisis secara spesifik pelatihan teamwork dalam militer A.S. juga menambahkan Leadership, Monitoring, dan Team Orientation (Hussain et al., 2008).

Saat ingin melatih teamwork mungkin awal yang baik adalah mengobservasi skill mana yang sudah digunakan dengan baik, dan yang mana yang belum.

Selain itu mungkin ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari game yang memang sengaja dirancang untuk meneliti dampak penggunaan game pada teamwork skills di militer A.S. mungkin ada pelajaran disini yang bisa dimanfaatkan di bidang lain.

Game ini dimainkan secara berlawanan antara dua tim. Setiap tim harus menjaga bendera-bendera dan mencoba merebut bendera tim lawan (capture the flag).

Satu penekanan dalam game ini adalah pentingnya peran setiap anggota. Saat bermain setiap anggota memiliki satu peran dalam game (leader, archer, mage, medic, scout, tank). Setiap peran memiliki keunggulan, kelemahan, dan tanggung jawab masing-masing. 

Ini mungkin yang bisa kita anggap sebagai inti dari teamwork. Setiap tim harus bisa memaksimalkan setiap anggota nya, merancang strategi, membagi tugas, dan berkoordinasi sesuai dengan peran setiap anggota.

Tentu satu hal yang sangat penting adalah komunikasi. Agar game bisa melatih teamwork, para pemain harus bisa berkomunikasi dengan mudah.

Untuk merancang lingkungan yang mirip dengan situasi kenyataan, game ini memudahkan para pemain (anggota militer) untuk berkomunikasi. Mereka menggunakan headphones dan microphone untuk bisa berkomunikasi secara langsung dengan tim nya.

Mereka mengadakan sesi planning secara langsung. Dimana mereka menunjuk pemimpin, membuat rencana strategi untuk menang, memberi ruang untuk adaptasi dalam rencana ini. Setelah bermain mereka mengadakan debriefing yang membahas tentang semua yang bisa mereka pelajari mengenai teamwork setelah memainkan game ini.

Melihat game-game populer yang sering dimainkan anak-anak ternyata fitur-fitur ini sudah ada. Seperti setiap karakter di Mobile Legend memiliki peran (mage, tank, support, carry), dan tim yang bagus di PUBG juga mengalokasi peran kepada setiap pemain (leader, scout, flex, rusher, sniper). Mereka juga memberikan chanel komunikasi, yang mungkin bisa dioptimalkan dengan baik.

Dan mungkin jika dimainkan dengan benar secara kelompok dengan seorang coach yang mengobservasi semua proses teamwork yang terjadi, bermain game-game populer ini bisa dioptimalkan sebagai pelatihan teamwork.

Sumber:

Gorman, P. (2003, July). Comments at DARWARS program meeting. Washington, D.C.

Marlow, S. L., Salas, E., Landon, L. B., & Presnell, B. (2016). Eliciting teamwork with game attributes: A systematic review and research agenda. Computers in Human Behavior, 55, 413-423.

Hussain, T. S., Weil, S. A., Brunyé, T., Sidman, J., Ferguson, W., & Alexander, A. L. (2008). Eliciting and evaluating teamwork within a multi-player game-based training environment. Computer games and team and individual learning, 77.

Ludenara dan Women Empowerment.

Ludenara dan Women Empowerment.

 

Maret 19 2021, Ludenara diundang untuk menjadi narasumber di sebuah forum virtual oleh NGO CSW New York. Sebuah acara parallel dari United Nations Commission on the Status of Women (CSW65). Acara perkumpulan tahunan terbesar di dunia ini mendiskusikan tentang kesetaraan gender dan women empowerment.

Tema tahun ini adalah “Kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan, berpartisipasi penuh, dan efektif dalam kehidupan publik, serta penghapusan kekerasan, untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan.”

Hal-hal ini memang patut isu yang harus diperhatikan oleh semua pihak. Data paling baru menunjukan bahwa perkembangan menuju kesetaraan gender dalam kehidupan publik dan pengambilan keputusan terjadi dengan sangat lambat.

  • Perempuan menduduki 25% kursi parlimen secara global, dan hanya tiga negara memiliki 50% atau lebih perempuan di parlimen mereka.
  • Di tahun 2020 hanya 7,4% dari semua perusahaan Fortune 500 dipimpin oleh perempuan
  • Hanya 22 negara di dunia dipimpin oleh perempuan

Selain dari itu, pandemi COVID-19 telah memberi dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan, dari kehilangan pekerjaan, peningkatan kasus kekerasan, dan pekerjaan perawatan yang tidak dibayar.

Sangat disayangkan, padahal saat perempuan yang memimpin banyak sekali dampak baik yang terlihat. Seperti membuat kebijakan penting namun sering dilupakan, mengekspansi pelayanan kesehatan dan pendidikan, merancang ekonomi yang ramah lingkungan, dan tentu mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.

Terlihat dari semua bukti ini bahwa untuk membangun ulang dunia setelah pandemi COVID-19 kita membutuhkan lebih banyak lagi pemimpin perempuan.

Ludenara pun bangga memiliki 3 perempuan hebat sebagai pemimpin kita,

Kanty Kusmayanty Head of Organization,

 

 

 

 

 

Novieta Wibowo Program Director,

 

 

 

 

 

dan Aughya Shandriasti Head of Teacher Trainer.

 

 

 

 

 

Program-program kami pun mencoba untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Seperti yang dipresentasikan oleh Mbak Augya kami dengan bangga telah berhasil membantu guru-guru perempuan untuk menemukan dan mengasah kreativitas mereka dalam mengajar.

Terlihat dari hasil karya pendekatan pembelajaran asik yang telah diterapkan dalam kelas. Dimana siswa-siswi bersenang-senang saat mereka belajar. 

Lebih dari itu, kami tahu dari dokumen Roadmap of Indonesia SDG bahwa isu kesetaraan gender terbesar adalah pernikahan anak perempuan. Dalam dokumen yang sama rekomendasi terbaik untuk isu ini adalah edukasi, edukasi yang setara bagi setiap anak Indonesia.

Itu lah yang menjadi fokus kita dalam usaha women empowerment ini. Kita berusaha sebisa mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan menghadirkan pendidikan yang baik untuk sebanyak-banyak nya anak di Indonesia.

Kami pun ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kita dalam usaha ini. Khusus nya kepada Ceva Bali, Photovoices International,Institut Teknologi Bandung (ITB) Dept of Civil & Environmental Engineering and Itikad Baik Project!